AKU PILIH ALLAH
Wahai ayahanda, kalau bukan karena surga, tentu aku
akan lebih mendahulukanmu (Sa�ad bin Khaitsumah)
Kata-kata itu terlontar dari seorang anak kepada ayahnya. Ungkapan itu
bukanlah bentuk ketidaksopanan anak terhadap orang tuanya. Itulah
ungkapan keimanan akan sebuah keyakinan terhadap sebuah pilihan yang
besar di sisi Allah.
Kemenangan besar selalu didahului oleh kemenangan-kemenangan kecil.
Dalam sejarah kemenangan kaum muslimin di medan pertempuran, terdapat
pernik-pernik kisah kemenangan yang dialami masing-masing individunya.
Kemenangan mengatasi hawa nafsu, ketakutan, kegamangan, kemenangan
menghadapi tekanan dan teror keluarga dan masyarakat, kemenangan dari
sisi moral, dan kemenangan menata hati menjadikan niat perjuangannya
hanya untuk mendapat karunia Allah. Bahkan kemenangan-kemenangan kecil
itu menjadi prasyarat bagi turunnya kemenangan besar.
Kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar, misalnya. Didahului oleh
kemenangan individunya dalam mengatasi diri dan hawa nafsunya sendiri.
Adanya tanafus (kompetisi) dalam mengejar kemenangan akhirat. Hingga
Allah, melalui para malaikat-Nya, terlibat langsung dalam pertempuran
besar itu. Dan tentu malaikat tidak akan turun kalau mereka (para
sahabat) tidak layak mendapatkan pertolongan itu. Sesungguhnya
kemenangan kecil inilah inti kemenangan.
Ada yang tercecer dari kisah sukses perang Badar. Di sebuah rumah di
Madinah terdapat dialog indah antara Khaitsumah bin Al-Harits dengan
anaknya, Sa�ad. Bertemakan tentang tantangan yang dihadapi Islam yang
berasal dari orang-orang jahiliyah dan Yahudi.
Tiba-tiba Khaitsumah menghentikan dialognya dan memasang kedua
telinganya untuk memperhatikan sayup-sayup suara dari kejauhan.
Sia-sia, kedua telinga rentanya tidak sanggup menangkap suara itu.
Serta-merta ia pun meminta putranya untuk mengendus berita dari suara
sayup itu. Untuk kemudian menyampaikannya kepada sang Bapak.
Sa�ad segera berhambur keluar merespon permintaan bapaknya. Dan tidak
lama setelah itu ia kembali dengan wajah berseri-seri menuju tempat
penyimpanan senjatanya. Pedangnya segera dikalungkan ke pundaknya dan
bersiap-siap keluar. Khaitsumah terbengong-bengong menyaksikan ulah
anaknya yang diperintahkan untuk mencari berita itu. Ternyata Sa�ad
lupa menyampaikan berita kepada ayahnya.
Khaitsumah bangkit dari duduknya dan menghadang jalan anaknya.
�Anakku, aku yang memerintahkanmu untuk mencari berita. Eh, tiba-tiba
kamu sekarang mengenakan senjata dan hendak pergi tanpa menyampaikan
kepadaku tentang apa sesungguhnya yang terjadi.�
Dengan merasa bersalah terhadap sikapnya Sa�ad berkata, �Maaf ayah,
seruan Rasulullah membuatku sibuk sendiri dan melupakanmu. Beliau
menyerukan kepada kita untuk berangkat perang. Aku pun segera
menyambut seruan beliau, ayahanda.�
Khaitsumah terdiam sejenak lalu berkata, �Sebentar, anakku. Apakah
menurutmu, kamu lebih layak untuk berangkat bersama Rasulullah
daripada diriku? Aku, demi Allah, sangat berhasrat untuk berangkat
bersama beliau ke medan tempur. Di samping itu, di rumah ini harus ada
orang laki-laki yang menjaga para wanita, ibu dan saudari-saudarimu.
Kamulah yang menjaga mereka, Sa�ad. Dan biarlah aku yang berangkat
bersama Rasulullah.�
�Tidak ayah. Tidak ada yang bisa membuatku duduk-duduk di sini tanpa
terlibat dalam pertempuran bersama Rasulullah. Kalau ayah ingin
keluar, berangkat saja. Ada Allah yang menjaga wanita-wanita di rumah
ini.�
Sang Ayah yang tua renta itu pun terus meminta kepada anaknya,
�Anakku, aku ini sudah tua. Sementara kamu masih banyak memiliki
kesempatan untuk berangkat bersama Rasulullah. Perang kali ini kiranya
bukan perang terakhir bersama Rasulullah. Utamakan aku dulu yang
pergi, Sa�ad. Dan kamu yang menjaga para wanita kita.�
Sa�ad diam sejenak lalu ia berkata kepada ayahnya, �Ayahanda. Tidak
ada keinginanku di dunia ini kecuali aku selalu mengutamakan engkau.
Kali ini tidak, ayahanda. Ini masalah surga. Demi Allah, kalau bukan
surga, tentu aku lebih mengutamakan engkau.�
Dialog pun berlangsung tanpa ada ujung pangkal. Panah-panah
argumentasi saling dilepaskan untuk mengalahkan yang lain. Namun
semuanya berseliweran tanpa menemui sasarannya. Lalu pada akhirnya
anak panah Sa�ad yang berhasil mengenai sasarannya dan Khaitsumah yang
mengalah. Sa�ad memeluk ayahnya dan mengucapkan selamat tinggal kepada
keluarganya.
Setelah itu hari-hari berlalu hampa tanpa kehadiran Sa�ad di rumah
Khaitsumah. Orang tua itu tak henti-hentinya berdoa untuk putranya
agar dikaruniai syahadah atau kemenangan.
Beberapa hari kemudian berita tentang kecamuk perang Badar tersebar di
mana-mana; kemenangan yang dicapai, harta rampasan perang, dan
orang-orang yang gugur sebagai syuhada. Di antaranya berita tentang
gugurnya Sa�ad putra Khaitsumah.
�Inna lillahi wa inna ilahai raji�un. Kamu membenarkan Allah, hai
Sa�ad, maka Allah pun membenarkanmu. Aku berharap kiranya kamu
mendapatkan surga.�
Kejujuran iman kepada Allah yang melahirkan pembenaran terhadap semua
janji-Nya. Tidak ada keraguan. Tidak hendak menunda mendapatkan janji
itu. Tidak boleh ada yang menghalangi mendapatkan janji itu. Meskipun
ayah sendiri yang selama ini ia telah banyak mengalah dalam urusan
dunia, sebagai bakti seorang anak kepada orang tuanya.
�Demi Allah, kalau bukan surga, tentu aku lebih mengutamakan engkau.�
Kejujuran iman melahirkan rasa rindu yang membuncah begitu kuat
terhadap surga. Ia menjadi energi besar yang dengannya seseorang dapat
mengatasi segala rintangan, sebesar apapun dan sedekat apapun.
Betapa perlunya kita menata hati dan menghadapkannya kepada Allah
semata. Saat kita beramal, berkata, bahkan diam. Janji-janji Allah
selalu terngiang di balik setiap amal hingga memacu laju dan
menguatkan tekad. Karena seorang mukmin selalu menjadikan kalkulasi
ukhrawi sebagai motivasi amalnya.
As-Shidqu ma�a Allah (jujur kepada Allah) senantiasa kita butuhkan
dalam menghadapi berbagai kondisi. Sifat ini yang membuat seorang
mukmin senantiasa komitmen terhadap janjinya kepada Allah. Di waktu
mudah dan lapang ia tidak terlena dengan berbagai kemudahan itu dan
meninggalkan jiddiyah dalam amal. Di waktu sempit dan susah, konflik
dan fitnah, ia juga tetap tegar di jalan Allah setia dengan
komitmennya untuk memberikan loyalitasnya kepada Allah, Rasul, dan
orang-orang beriman. Wallahu A�lam
COBAAN SEBAGAI PENDEWASAAN DIRI
'Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan dan hanya kepada Kamilah kamu kembali.'
(QS. al-Anbiyaa :35).
Di dalam hidup kita akan senantiasa melewati cobaan dan ujian yang akan menempa
mentalitas kita agar kita menjadi matang dan dewasa dari sebelumnya. Tempaan
itu dalam berbagai bentuk dan wujud sesuai dengan kadar dan kondisi
masing-masing diri kita.
Ketika kita dulu masih bayi senantiasa mendapatkan apa yang kita inginkan
kemudian disapih, bisa jalan sendiri dan bisa berpikir sendiri, mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Setiap perbuatan selalu
memiliki konsekwensi yang harus kita pertanggungjawaban. Itulah yang disebut
dengan kedewasaan diri. Kedewasaan ditentukan oleh kematangan emosial diri
kita namun lingkungan dimana kita berada juga mempengaruhinya. Semua yang kita
lihat, kita rasakan berpengaruh dalam penbentukan kedewasaan diri kita.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pendewasaan diri kita adalah ujian,
cobaan, musibah, kesedihan dan penderitaan. Jika kita ditimpa dengan cobaan,
ujian, musibah, kesedihan dan penderitaan yang begitu berat akan mampu merubah
diri kita. Kita dihadapkan kepada beban yang begitu berat sanggup atau tidak,
suka atau tidak suka kita harus menyelesaikan semua masalah yang kita hadapi.
Kita harus mampu memetik pelajaran dari setiap masalah yang hadir dalam hidup
kita. Kita belajar untuk menerima keadaan, belajar bersabar, belajar
menyelesaikan masalah yang menjadikan kita lebih dewasa dalam hidup ini.
Ketika kita menangis, bersedih, mengomel, menyalahkan keadaan itu bertanda kita
belum dewasa namun begitu kita mampu menyelesaikan setiap masalah yang kita
hadapi dengan baik maka kita semakin lebih dewasa. Jadi sambutanlah setiap
masalah, cobaan, penderitaan dengan penuh suka cita sebab telah hadir anugerah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang mendewasakan diri kita. Sebagaimana Firman Allah,
'Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta dan dirimu. Dan juga kamu
sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu
dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang
demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.' (QS. ali-Imran : 186).
ZUHUDLAH DI DUNIA
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah
(yang hidup) di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang
setelahnya". HR. Bukhari, no. 2652, Muslim, no. 6635.
Berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim di atas,
ada tiga kelompok yang merupakan sebaik-baik manusia, yang hidup sezaman dengan
Nabi saw yakni para sahabat, zaman setelahnya yakni tabi'in dan zaman
setelahnya lagi, yakni generasi tabi'ut tabi'in.
Mereka dipanggil sebagai Salafush Sholeh karena mereka sholeh, baik, berakhlak
baik, mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau
membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat
qayyum-Nya.
Mereka yakin bahwa Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang
mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Mereka adalah generasi terbaik yang berserah diri (Islam) kepada Allah.
Sehingga mereka mencapai tingkatan muslim yang terbaik yakni Ihsan, seolah-olah
mereka melihat-Nya walaupun mereka tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah
melihat mereka.
Sekarang kita yang jauh dari masa generasi terbaik itu, mulai timbullah sikap
"membela diri" yang sesungguhnya adalah memperturuti hawa nafsu.
Nah, memperturuti hawa nafsu inilah yang menghijab kita dari "seolah-olah kita
melihatNya"
Apa akibatnya bagi kita kaum muslim yang tidak lagi dapat atau terhijab dari
"seolah-olah kita melihatNya".
Sebagian dari kita berani membuka aurat, setengah bugil bahkan bugil di depan
kamera atau di depan orang lain.
Bahkan ada pula yang berani melakukan perbuatan zina di depan kamera atau di
depan orang lain.
Jelas sudah bahwa mereka memperturutkan hawa nafsu sehingga menghijabi dirinya
dari "seolah-olah melihatNya".
Sikap "membela diri" mereka adalah atas nama seni, hak asasi manusia atau hak
pribadi, kami lakukan atas kesukaan bukan paksaan, tidak mengganggu orang lain,
dan lain-lain alasan.
Begitu pula sebagian dari muslim yang mengkhawatirkan akan terjadi kemunduran
masyarakat Islam , terutama dari segi ekonomi dan urusan duniawi, dalam mereka
memahami sebuah hadits "Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi
orang kafir" (HR Muslim).
Kekhawatirkan mereka sesungguhnya adalah sebuah bentuk sikap "membela diri"
karena pandangan mereka yang sebenarnya menjurus kepada materialisme dan mereka
terhijab dari "seolah-olah melihatNya".
Mereka memahami firman Allah yang artinya "Dan bagi orang yang takut akan saat
menghadap Tuhannya ada dua syurga" (QS ar Rahmaan: 24) dimana bagi mereka yang
dimaksud dua syurga adalah syurga dunia dan syurga akhirat.
Padahal Allah telah menggambari tentang dunia pada firmanNya, antara lain yang
artinya,
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan
suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS al Hadid : 20)
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
mengetahui." (Al-Ankabut: 64)
Mereka membela diri, oleh karena mereka muslim maka mereka berhak atas
penghidupan yang baik di alam dunia dibandingkan orang kafir.
Mereka yakin bahwa mereka dicintai Allah sehingga mereka merasa wajar meraih
kehidupan ekonomi yang lebih baik bahkan kaya raya.
Padahal anjuran (sunnah) Rasulullah SAW agar kita dicintai Allah dan dicintai
manusia adalah sebagaimana sebuah hadits
Dari Abul Abbas ? Sahl bin Sa'ad As-Sa'idy ? radliyallahu `anhu, ia berkata:
Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan
berkata: "Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang jika aku
beramal dengannya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia." Maka
Rasulullah menjawab: "Zuhudlah kamu di dunia niscaya Allah akan mencintaimu,
dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia niscaya mereka akan
mencintaimu." (Hadist shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya).
Zuhud adalah tidak adanya ketergantungan dan terpusatnya perhatian terhadapnya.
Bersikap qanaah terhadap rizki yang halal dan ridho terhadapnya serta bersikap
`iffah dari perbuatan haram dan hati-hati atau bahkan menghindari terhadap
syubhat.
Jiwa yang merasa cukup dan iffah serta berkorban dengan harta dan jiwa di jalan
Allah merupakan hakekat zuhud.
Zuhud terhadap apa yang dimiliki manusia, bererti menjauhkan diri dari merasa
iri hati terhadap apa yang dimiliki oleh manusia serta mengosongkan hati dari
mengingati harta milik orang..
? (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong
lagi membanggakan diri. (QS Al-Hadiid :23)
Ibnu Mas'ud ra. melihat Rasulullah saw. tidur di atas kain tikar yang lusuh
sehingga membekas di pipinya, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah saw.,
bagaimana kalau saya ambilkan untukmu kasur?" Maka Rasulullah saw. menjawab,
"Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang
mampir sejenak di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya." (HR
At-Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda, "Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takuti atas
kalian, tetapi aku takut pada kalian dibukakannya dunia bagi kalian sebagaimana
telah dibuka bagi umat sebelum kalian. Kemudian kalian berlomba-lomba
sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan menghancurkan kalian sebagaimana telah
menghancurkan mereka." (Muttafaqun `alaihi)
Kehidupan zuhud ini dicontoh oleh para sahabatnya: Abu Bakar, Umar, Utsman bin
Affan, dan Abdurrahman bin Auf. Mereka adalah beberapa sahabat yang kaya raya,
tetapi tidak mengambil semua harta kekayaannya untuk diri sendiri dan
keluarganya. Sebagian besar harta mereka habis untuk dakwah, jihad, dan
menolong orang-orang beriman.
Mereka adalah tokoh pemimpin dunia yang dunia ada dalam genggamannya, namun
tidak tertipu oleh dunia. Bahkan, mereka lebih mementingkan kehidupan akhirat
dengan segala kenikmatannya. Abu Bakar berkata, "Ya Allah, jadikanlah dunia di
tangan kami, bukan di hati kami."
Suatu saat Ibnu Umar mendengar seseorang bertanya, "Dimana orang-orang yang
zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat?" Lalu Ibnu Umar menunjukkan kuburan
Rasulullah saw., Abu Bakar, dan Umar, seraya balik bertanya, "Bukankah kalian
bertanya tentang mereka?"
Abu Sulaiman berkata, "Utsman bin `Affan dan Abdurrahman bin Auf adalah dua
gudang harta dari sekian banyak gudang harta Allah yang ada di bumi. Keduanya
menginfakkan harta tersebut dalam rangka mentaati Allah, dan bersiap menuju
Allah dengan hati dan ilmunya."
Dengan demikian hanya orang yang berimanlah yang dapat memakmurkan bumi dan
memimpin dunia dengan baik, karena mereka tidak menghalalkan segala cara untuk
meraihnya.
Demikianlah cara umat Islam memimpin dunia, mulai dari Rasulullah saw.,
khulafaur rasyidin sampai pemimpin berikutnya.
Pemerintahan Islam berhasil menghadirkan keamanan, perdamaian, keadilan, dan
kesejahteraan. Perdaban dibangun atas dasar keimanan dan moral. Pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, salah satu pemimpin yang paling zuhud,
masyarakat merasakan ketentraman, kesejahteraan, dan keberkahan. Tidak ada lagi
orang yang miskin yang meminta-minta, karena kebutuhannya sudah tercukupi.
Dengan adanya sikap membela diri maka akan sulitlah mengamalkan sunnah Nabi
untuk berlaku Zuhud di dunia. Sikap membela diri sesungguhnya adalah
memperturutkan hawa nafsu sehingga menghijabi diri kita sehingga tidak mencapai
keadaan "seolah-olah melihatNya".
Sikap diri, akhlak, budi pekerti, moral, bertalian dengan hati, ikhlas,
khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha ,qanaah, tawakal, mengenal
diri, mengenal Allah (ma'rifatullaH) adalah perihal yang wajib kita pahami .
Untuk itulah kami menganggap penting dalam pendidikan agama untuk memperdalam
Akhlak sebagaimana yang kami sampaikan dalam tulisan pada
Pendidikan agama dengan akhlak , insyaallah akan menghasilkan muslim yang
mencapai tingkatan Ihsan yakni "seolah-olah melihatNya" , sehingga apa pun
perbuatan yang dilakukan di alam dunia ini selalu keadaan "seolah-olah
melihatNya" yang akan memotivasi untuk selalu mentaati perintahNya serta
menjauhi laranganNya.
SUDAH SAATNYA MENANGIS
Ketika pikiran buntu, asa patah, dunia gelap gulita seolah lorong gelap tanpa
ujung, apa lagi yang hendak kita lakukan di malam hari ini selain menangis
dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Marilah kita menangis dihadapan Allah! Tangisan mempunyai makna khusus karena
tangisan itu muncul dari rasa cinta dan takut kepada Allah atas azabNya
sehingga sepatutnya bagi kita merenungkan hal-hal yang sudah terjadi. Disetiap
bisikan, pandangan, tingkah laku yang terduga ataupun yang tak terduga,
Rasulullah selalu mengingatkan kita 'Seandainya kalian mengerti apa yang aku
ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis (HR. Muslim).
Lalu para sahabat Rasulullahpun menangis dengan menutupi wajah mereka karena
isak tangis mereka. Sepatutnya kita juga menangis dan menutupi wajah kita.
Oleh sebab itu, mari kita bergegas menuju mihrab tempat sholat, merendahkan
diri dihadapan Allah dengan menangis, memohon ampun atas segala dosa dan
kesalahan yang pernah kita lakukan. 'Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami,
tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus yaitu jalannya orang-orang yang Engkau
ridhoi bukan jalannya orang-orang yang Engkau sesatkan.'
Sudah saatnya kita menangis dihadapan Allah..
SENTUHAN KECIL
Kemaren siang saya mendapatkan email dari seorang teman yang curhat tentang
'sentuhan kecil' teman itu bertutur, bahwa dirinya sedang berkunjung ke rumah
teman kantornya, dia baru tahu kalo temannya itu memiliki saudara yang mengidap
sakit tumor di kepalanya selama lebih dari delapan tahun. Rambutnya sudah tidak
ada, kepalanya gundul, kulit tubuhnya putih pucat basi, suaranya lemah.
'Saya merasa bodoh Mas Agus, ternyata tumor itu telah menyerang syaraf
penglihatannya. Saya tidak segera menyadari bahwa sejak tadi sorot matanya
kosong.' tuturnya
Sampai pulang tidak bisa memberikan apapun yang berarti baginya. Tidak ada uang
yang berarti untuk bisa menanggung biaya pengobatannya. Perasaan bersalah terus
menghantui dirinya. Sampai tidak bisa tidur memikirkannya. Sampai kemudian
mendapatkan cara untuk berbuat sesuatu kepadanya yaitu sebuah sentuhan kecil.
Kemudian memberanikan diri untuk menelpon. Sebagai orang yang tidak dikenal,
dirinya menelpon sekedar 'say hello.'
Dia melakukan terus menerus, menelpon seminggu sekali. Membuat mereka berdua
menjadi dekat. Suaranya terdengar ceria, jauh berbeda ketika bertemu dengan
pertama kalinya. Suatu hari dirinya datang ke rumahnya. Mereka poto berdua
dalam posisi lebih dekat. teman sekantornya bisa menangkap moment mereka berdua
tersenyum. Bahkan moment tertawa menjadi terasa indah untuk dikenang.
kebahagiaan itu terasa mengalir diseluruh tubuhnya.
Terakhir menurut temannya sekantor itu mengatakan kepada dirinya ada
perkembangan positif pada diri saudaranya. Tubuhnya semakin sehat dan bugar,
wajahnya lebih cerah. Dengan kata lain sakitnya berkurang drastis, sekalipun
tumor itu masih tetap dikepala. Menurut dokter, tumor dikepalanya telah
menyusut mengecil. Kebahagiaan itu telah membuat kekebalan tubuhnya meningkat.
'Sentuhan kecil' telah memberikan keajaiban menyembuhkan tumor yang ada
dikepalanya.
Pesan kisah diatas adalah berikanlah sedikit sentuhan kecil yang membahagiakan
orang-orang yang sangat membutuhkan ternyata memberikan dampak yang sangat
besar pada orang lain. Kita yang selalu berbuat baik niscaya selalu merasa
bahagia, apapun yang menimpa diri kita. Orang-orang yang hebat percaya
kebahagiaan muncul ketika bisa menolong dan membantu sesamanya.
--
Barangsiapa melakukan amal kebaikan baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. an-Nahl : 97)
KETEDUHAN SUMBER KEBAHAGIAAN
Pada suatu hari ada seorang raja yang marah karena kakinya tertusuk duri
kemudian memerintahkan semua jalan ditutup dengan kulit binatang. Penasehatnya
menyampaikan pesan kepada raja.
'Berapa binatang yang harus dibunuh, paduka? Bukankah lebih arif bila kaki
paduka ditutupi dengan sepatu?'
Begitulah ketika seseorang sedang diselimuti dengan amarah, mau memusnahkan
semua yang membuat hatinya jengkel. Ia menutupi pikiran sehatnya dan
melampiaskan amarah. Pesan indah patutlah kita simak, 'When there's no anger,
there's no enemy.' 'Bila marahnya hilang, musuhnya hilang.' Inilah ciri manusia
yang sudah memiliki keteduhan dalam hidupnya.
Bila kita sudah mampu membebaskan diri dari kekotoran batin seperti
keserakahan, kebodohan dan kemarahan maka yang ada keteduhan bagi dirinya dan
orang lain. Hal itu ditandai dengan 'lapar' untuk senantiasa berbuat baik.
Keteduhan itu hadir ketika kita mampu berhenti untuk mementingkan diri sendiri
seperti kupu-kupu yang keluar dari kepompong diri keakuan, terbang bebas
menjadi sosok yang indah dan menawan, hidup dengan penuh kebahagiaan.
--
Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh dengan tali yang
kokoh. Dan hanya kepada Allahlah kesudahan segala urusan ( QS. Luqman : 22).
TUJUAN KITA BERDOA
Tujuan kita berdoa adalah mengikhlaskan apapun yang sudah menjadi kehendak atau
ketetapan Allah. Apapun masalah yang kita hadapi hendaknya benar-benar
menyandarkan diri kepada Allah sebagai penolong dan pelindung yang
sebaik-baiknya. Apapun yang menjadi kehendakNya dan ketetapanNya itulah yang
terbaik untuk kita.
'Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya
pelindung.' (QS. al-Anbiya : 88).
Dengan berdoa memohon kepada Allah akan membebaskan diri kita dari perasaan
takut akan masalah maupun ketakutan itu sendiri. Sebagaimana Firman Allah
Subhanahu Wa Ta'ala.
'Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah. Mereka
tidak mendapat bencana apapun. Mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar. (QS. ali- Imran : 173).
Lantas apa kuncinya sebuah doa dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala?
Kuncinya terletak pada diri kita sendiri. Apakah kita termasuk orang-orang yang
bertaqwa kepada Allah sehingga doa kita layak untuk dikabulkan atau tidak?
Bagaimana dengan perbuatan kita sehari-hari? apakah memudahkan doa kita
dikabulkan ataukah malah menjadi penghalang doa kita untuk dikabulkan?
'Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar dan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan
barangsiapa yang berserah diri kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. (QS
ath- Thalaq : 2-3).
MEDAN PERJUANGAN
Jika kita mengalami tekanan hingga kebatas kesanggupan. Jika kita merasa
kehampaan dalam hidup kita dan kita merasa hidup tidak membawa perubahan apapun
maka seringkali hati kita menjadi resah, gelisah dan putus asa. Sikap seperti
ini kita menjadi kehilangan gairah hidup, tidak lagi semangat bekerja. Tidak
semangat lagi untuk beribadah seolah hidup kita menjadi sempit, dunia penuh
sesak dengan masalah dan kesulitan.
'Manusia tidak jemu memohon kebaikan dan jika mereka ditimpa malapetaka dia
menjadi putus asa dan putus harapan (QS. Fushilat : 49).
Putus asa dan putus harapan adalah sebuah tindakan yang palig buruk sebab akan
membawa kita kepada hal-hal yang lebih buruk. Perasaan diselimuti buruk sangka,
lemah untuk berusaha dan menjadi ingkar terhadap semua nikmat yang justru
merugikan diri kita sendiri.
Hidup ini adalah medan perjuangan. Putus asa dan putus harapan berarti kalah.
Setiap mukmin harus memenangkan disetiap medan perjuangan. Setiap orang yang
beriman kepada Allah yakin adanya hari akhir, dimana ada kehidupan yang abadi.
Setiap kemenangan seorang mukmin akan menempatkan diri nya ditempat yang mulia
dan terhormat.
Itulah sebabnya semua musibah, segala kesedihan dan malapetaka itu sebenarnya
hanyalah cara Allah menguji iman kita di dunia ini. Apakah kita bisa
memenangkan dimedan perjuangan ini sebagai orang yang terhormat dan mulia?
ataukah kita menjadi kalah dan tersingkir? Semua itu adalah pilihan hidup kita.
Bagi seorang mukmin menang dimedan perjuangan menjadikan kita terhormat dan
mulia di dunia dan akherat kelak.
'Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh, sesungguhnya
akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal didalamnya. Itulah
sebaik-baiknya pembalasan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, yaitu yang
bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya.' (QS. al-Ankabuut : 58 -59).
MENGUBAH DUNIA
Ada sorang lelaki tua, terbaring tidur tak berdaya melamunkan masa mudanya
dalam kesendirian. Ditengah ketidakberdayaannya ia berbincang dengan dirinya
sendiri. Dalam kesendiriannya banyaklah yang direnungkan. Hatinya berkata.
'Ketika aku menjadi seorang pemuda, aku bermimpi ingin merubah dunia. Seiring
dengan waktu, usiaku kian bertambah. Dunia tidak berubah. Dunia tidak kunjung
berubah. Maka impianku persempit untuk mengubah negeri ini. Namun impian itu
juga tidak berhasil. Negeri ini juga tidak berubah.'
'Ketika usiaku sudah memasuki waktu senja. Dengan semangatku yang masih
menggebu. Lalu aku memimpikan untuk bisa mengubah keluargaku. Orang-orang yang
ku cintai. Orang-orang yang ada disekelilingku. Tetapi mereka juga tidak mampu
aku merubahnya.'
Kini disaat terbaring lemah tidak berdaya. Air matanya mengalir tak terasa.
Baju basah dengan air mata. Lelaki tua bergumam lirih pada dirinya sendiri.
'Bila waktu masa muda itu aku mengubah diriku sendiri. Maka aku akan menjadi
panutan. maka aku bisa mengubah keluargaku. Memberikan inspirasi dan mendorong
orang-orang disekelilingku untuk melakukan kebaikan. Dari mereka menanam dan
menebarkan kebaikan, cinta dan kasih sayang sehingga mampu memperbaiki negeri
ini. Tanpa disadari aku telah mengubah dunia.
Pesan Diatas bahwa kita tidak akan mampu mengubah dunia bila kita tidak mampu
mengubah diri kita sendiri. Mulailah dengan melakukan kebaikan yang paling
mudah seperti bertegur sapa, menebarkan senyum untuk pasangan hidup kita,
membantu orang tua yang hendak menyeberang jalan atau sekedar bertanya
bagaimana kabar dan duduk berbincang walau sebentar adalah wujud empati kita.
Maka kebaikan itu menjadi virus yang menyebar kemana-mana. Pada saat itulah
sebenarnya kita telah mampu mengubah dunia.
--
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapatkan kemenangan (QS, an-Naba'
:31).
HENTIKAN KEBOHONGAN
pembohong pun tidak mau dibohongi. Ya, setiap kita mengingkan diberikan
informasi yang benar, yang nyata & faktual. Walau memang, kadang
tidak siap menerima �kepahitan� berkata benar, nyata, apa adanya dan
faktual. Tetapi, tetaplah katakan yang benar walaupun pahit, kecut dan
tidak enak. Sebab, berkompromi dengan
perkataan bohong, kamuflase dan samar-samar akan membawa pada kebohongan
yang lebih besar. Menjadi pembohong, pendusta. Dus, yang lebih
berbahaya kebohongan berubah dalam pandangannya sebagai kebenaran yang
harus diterima setiap orang. Sehingga, boleh jadi keluar pernyataan, ��
tidak mungkin untuk tidak korupsi �, mustahil hidup bersih � dan
ucapan-ucapan pembenaran yang dianggap �kebenaran� semacamnya. Naudzubillah. Ketika hawa nafsu memimpin, maka mulutpun menjadi tentara nafsu untuk melakukan retorika, pembenaran.
Saudaraku, jauh panggang dari api, beda antara kebenaran dan kebohongan. Apa sebab? Karena, Kebenaran bersumber dari Allah, sedangkan pembenaran bersumber dari hati yang sakit. Allah berfirman tentang kebenaran:
147. kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu. (al-Baqarah: 147)
Sementara tentang kebohongan, Allah berfirman:
10. dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
11. dan bila dikatakan kepada mereka: �Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi�. mereka menjawab: �Sesungguhnya Kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.� (al-Baqarah: 10-11)
Kebenaran menenteramkan hati, sementara kebohongan hanyalah membuat hati guncang dan ragu.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits diriwayatkan dari Wabishoh bin Ma�bad:
�Engkau bertanya kepadaku tentang kebaikan dan dosa.� Wabishoh menjawab, �Iya wahai Rasulullah.� Lalu Rasulullah mengumpulkan tiga jarinya dan menusukkannya ke dada Wabishoh, dan bersabda, � Wahai Wabishoh, tanyalah hatimu. Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan jiwamu tenteram. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang mengganjal di hatimu dan mengguncang dadamu, meskipun orang-orang sudah memberimu jawaban. (HR Ahmad juz 37 hal. 438 no. 17315)
Kebenaran bertahan lama, sementara kebohongan cepat atau lambat akan tersingkap kepalsuannya.
17. Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (ar-Ra�du: 17)
Kebenaran melahirkan kebaikan, sedangkan kebohongan melahirkan kerusakan.
Tentang akibat masyarakat yang menegakkan kebenaran Allah berfirman,
96. Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (al-A�raf: 96)
Tentang masyarakat yang didominasi oleh dosa Allah berfirman,
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(ar-Rum: 41)
Kebenaran terkadang kurang populer, sedangkan kebohongan selalu mengandalkan popularitas & pencitraan.
Allah berfirman:
116. dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah menduga-duga. (al-An�am: 116)
Sedangkan tentang orang-orang munafiq Allah menceritakan bagaimana mereka memakai sumpah palsu untuk mendapatkan popularitas dan pencitraan, Allah berfirman,
62. mereka (orang-orang munafiq) bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, Padahal Allah dan Rasul-Nya Itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. (at-Taubah: 62)
Allah juga berfirman
204. dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras. (Al-Baqarah: 204)
Kebenaran adalah sesuatu yang diperjuangkan orang beriman, sementara kebohongan adalah hal selalu dipakai oleh orang munafik.
Nabi Syu�aib a.s. mengatakan
�Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.� (Hud: 88)
Nabi Syu�aib ketika mengatakan kebaikan, dia dalam posisi memperjuangkan kebenaran yang kadang tidak mendatangkan keuntungan untuknya.
Sedangkan pengguna topeng pembenaran menggunakan retorika untuk membela kepentingan dan mempertahankan zona amannya.
62. Maka Bagaimanakah halnya apabila mereka sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: �Demi Allah, Kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna�.
63. mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasehat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (an-Nisa�: 62-63)
Pencari kebenaran selalu mengevaluasi dirinya, sedangkan pelaku kebohongan terus menerus menutupi cacat dan kepalsuannya.
Rasulullah bersabda,
�Orang yang pandai adalah yang mengekang jiwanya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang lemah adalah yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan terhadap Allah. (HR at-Turmudzi dan Ibnu Majah)
Kebenaran terkadang pahit dan tidak sesuai dengan hawa nafsu sedangkan kebohongan adalah bentengnya hawa nafsu.
Rasulullah SAW bersabda,
�Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.� (HR al-Bukhari dan Muslim)
Kebenaranlah yang pada akhirnya bermanfaat di akhirat, sedangkan kebohongan hanya akan mempersulit hisab seseorang juga kehidupan.
13. pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.
14. bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,
15. meskipun Dia mengemukakan alasan-alasannya. (al-Qiyamah: 13-15)
Saudaraku yang dirahmati Allah, lihat pula Tafsir Fi Zhilaalil Qur�an, Sayyid Qutb juga buku-buku lain tentang karakter kaum munafik sehingga kita terhindar dari kesesatan dan waspada terhadap tipu dayanya.
Jadikanlah setiap kejadian, peristiwa disekeliling kita mematangkan keimanan kita, menjadi lebih arif dan bijak.
Ya Allah teguhkanlah kami dalam memeluk agama-Mu dan menaati-Mu dan jadikanlah kami dari kalangan kaum mukmin yang tidak bertentangan antara lahir dan batin kami. Kepada-Mulah kembalinya segala urusan. Anugerahkan kepada kami petunjuk dan kekuatan untuk mengetahui dan mengikuti kebenaran di mana pun dan kapan pun. Amiin.
Kebenaran datangnya dari Allah dan janganlah kita termasuk orang-orang yang meragukannya. Wallahu�alam bishshowaab.