Mengenal Perasaan Hati Seseorang

Biasanya kita sering tidak mengerti bagaimana cara yang harus kita lakukan untuk dapat mengetahui perasaan hati seseorang. Mungkin dengan insting, kita dapat mengetahuinya. Akan tetapi, bagaimana jika insting kita tidak cukup kuat untuk merasakannya? Apakah ada cara lain yang dapat kita gunakan untuk mengetahui perasaan hati seseorang lewat petunjuk nyata? Ada!

Memahami dan mengerti perasaan hati orang lain sangat penting agar kita dapat bersikap lebih empati tentang apa yang sedang mereka rasakan. Jika mereka senang, tentu akan membawa kebaikan pada diri kita sendiri juga. Sebaliknya, jika hati mereka sedang galau dan tidak nyaman kita pun dappat datang untuk menawarkan sebuah bantuan atau sekadar menghiburnya.

Apa indikatornya?

Senyuman

Yup, hal yang satu ini jelas sangat mendominasi untuk mewakili suasana hati seseorang. Jika hati seseorang itu sedang senang, maka saat kita menyapanya dia akan tersenyum lebar menampakan senyuman bibir dan seluruh raut wajahnya. Sedangkan jika suasana hati seseorang sedang tidak nyaman, maka apabila kita menyapanya orang tersebut akan cenderung menampakan senyuman pada bibirnya saja dan bukan senyuman pada seluruh raut wajahnya.

Kontak mata

Hal ini juga mudah ditebak. Jika seseorang sedang nyaman karena senang hatinya, maka saat kita mengajaknya berbicara akan lebih sering tatapan matanya kepada kita. Akan tetapi, saat suasana hatinya sedang galau maka intensitas kontak matanya dengan kita akan jauh lebih sedikit karena mereka akan cenderung mengalihkan perhatiannya dengan menoleh melihat benda-benda lain di sekitarnya.

Gaya bicara

Orang yang senang hatinya, saat diajak bicara akan terkesan lugas dan tidak terkesan jaim untuk menyembunyikan sesuatu. Pembawaannya dalam berbicara lepas dan seakan tanpa beban di hati. Berbeda dengan orang yang sedang tidak nyaman hatinya, gaya bicaranya terkesan hanya sebatas menimpali jawaban dan itu pun sepatah-patah sekenanya tanpa memiliki inisiatif untuk bertanya guna menghidupkan suasana pembicaraan.

Memahami suasana perasaan hati seseorang itu sangat penting. Terlebih kepada orang yang kita cinta dan sayangi. Karena bagaimana pun juga sudah kewajiban kita untuk menjaga hatinya agar selalu berada dalam orbit keceriaan tanpa ada sedikit pun kemurungan. Jika hatinya sedang sedih, hiburlah agar ceria kembali. Jika hatinya sedang senang, maka senangkanlah agar suasana hatinya semakin bahagia.
Semoga bermanfaat teman..
READ MORE - Mengenal Perasaan Hati Seseorang

TOMBO ATI

PERTUNJUKAN PENGHARGAAN



Betul, pencapaian apapun yang kita peroleh, seringkali menjadi sumber kekecewaan jika kita gagal mendapatkan apresiasi dari pihak lain. Terutama dari orang-orang terdekat yang kita harapkan menjadi pendukung setia. Dalam suka maupun duka. Dalam sukses maupun gagal. Dalam tawa maupun tangis. Semua menjadi lebih indah jika ada pihak yang ikut merayakan keberhasilan atau memberi penguat saat terpuruk.

Pada saat seperti itulah kita merasa nyaman untuk menghadapi apapun yang terjadi. Merasa diterima dan dihargai, juga didukung dan disambut. Kita benar-benar merasa menjadi bagian dari mereka. Terbayar sudah semua kerja keras, apapun hasilnya, dengan rasa puas dan berharga. Bukan kekecewaan dan kelelahan sebab hampir semua yang kita lakukan tidak mendapatkan sambutan.

Namun, sebagai hasil sebuah kecerdasan, apresiasi murni tanpa keterlibatan emosional juga bisa sangat mengecewakan. Tampak sangat mekanis dan terasa robotis, kering dan tidak menyentuh. Artinya, memberi pujian dan penghargaan atas kerja orang lain sangat penting, namun harus tulus dari lubuk hati yang tulus. Kata-kata manis dan tepukan di bahu bisa terasa hambar dan tidak diharapkan jika tanpa kasih dan sayang, tanpa hati. Ia hanyalah basa-basi yang kadang menyebalkan.

Tugas kita sebagai kepala keluarga tidak sekadar menyediakan makanan di meja, pakaian penutup raga, atau sejumlah biaya operasional harian dan rekreasi. Kita berkewajiban menunjukkan penghargaan kepada semua anggota keluarga secara tulus. Pertunjukkan ini menjadi bentuk apresiasi dan pengakuan atas kerja keras mereka bertumbuh, sekaligus terlibat dalam upaya membangun pondasi keluarga yang kokoh. Bahwa setiap mereka berharga dan diterima di keluarga ini. Hal yang akan mendorong harga diri mereka ke atas, meninggi menjadi kuat. Menghidupkan suasana keluarga menjadi menyenangkan bagi setiap yang terlibat di dalamnya.

Maka, kita harus rajin mencari alasan untuk mengungkapkan dan menunjukkan penghargaan itu. Bahkan meski sekedar mengantar anak ke sekolah dan mengambilkan rapornya, atau memuji masakan dan penampilan istri. Dan seperti batu yang kita lemparkan ke air, ungkapan penghargaan itu akan menciptakan efek gelombang, melebar ke area lain yang lebih luas, insyaallah.

Namun sayangnya, banyak lelaki yang sulit untuk mengungkapkan apresiasinya dalam bentuk kata-kata. Selain karena ketidaktahuan akan manfaat positifnya, hal ini bisa juga dikarenakan alasan budaya. Artinya, banyak hal yang kita anggap tabu untuk dilakukan karena budaya kita menganggapnya begitu. Ia dianggap bisa menurunkan martabat dan harga diri kita sebagai lelaki. Tapi, apakah hal itu benar? Padahal Islam mengajarkan kepada kita untuk mengungkapkan cinta kepada orang lain secara verbal, menggendong dan memeluk anak, atau bahkan, menangis ketika melakukan kesalahan.

Alasan lain adalah karena suasana rumah kita memang tidak kondusif. Kebiasaan saling diam, atau kalau berbicara bisanya hanya mengkritik dan meremehkan sebuah pekerjaan, telah menggantikan kebiasaan berkata baik dan positif, serta menghargai hal-hal yang kecil. Saling acuh atas apa yang dilakukan orang lain dan cenderung mendiamkan. Alih-alih memberi hadiah sebagai bentuk kepedulian.

Harga diri yang rendah juga menyumbang saham akan abainya kita akan pertunjukkan penghargaan ini. Merasa kecil dan remeh, tidak berharga dan takut ditolak, membuat kita terdiam dan cenderung menyimpan prestasi-prestasi kita. Tidak ada yang layak untuk dipuji dalam keluarga seperti ini. Lalu, untuk apa semua perolehan kita, jika akhirnya, tidak ada yang menganggapnya berarti?

Maka, marilah kita belajar untuk lebih peduli akan perasaan anggota keluarga yang lain. Karena mereka manusia yang memiliki jiwa, memiliki hati. Penting bagi mereka untuk memiliki konsep diri yang kuat dan jernih. Dan itu bisa mereka dapatkan jika kita memberikan ruang untuk tumbuh.

Sebaiknya, kita memusatkan perhatian kepada apa yang ada, yang dimiliki dan dihasilkan, bukan apa yang kurang, belum dilakukan, atau tidak dapat dicapai. Kita biasakan berkata positif dan menghargai, bahkan meski sekedar tersenyum ketika bertatapan muka dengan anak dan istri.

Kita ungkapkan secara verbal apa yang kita rasakan kepada mereka dengan tulus, dari lubuk hati terdalam, meski hanya sekadar ucapan terima kasih, jazakumullah khairan katsiran, atas bantuan yang mereka berikan, dalam hal-hal yang tampak sepele sekalipun . Kemudian kita nikmati makna kebersamaan itu agar menjadi indah. Bersama-sama belajar saling menerima dan menghargai kehadiran setiap anggota keluarga. Bersama-sama membangun saling pengertian.

Yang tidak kalah penting adalah mengembangkan sense of humor yang sehat, yang menyentuh emosi. Sebab salah satu bukti terhubung secara emosional adalah kemampuan untuk tertawa dan bercerita bersama secara hangat dan nyaman. Bukan saling menyindir, merendahkan, atau mencari-cari kesalahan pihak lain. Karena hal itu sangat menyakitkan dan merendahkan harga diri.

Kita harus ingat, bahwa siapa yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi. Dan kasih sayang itu harus ditunjukkan. Wallahu a�lam.




JIMAT GAYA BARU

Imran bin Hushain h meriwayatkan, bahwa Nabi shalallahu �alaihi wasallam melihat seseorang di tangannya terdapat gelang dari kuningan, beliau bertanya, �(Gelang) apakah ini?� Ia menjawab, �al-waahinah (gelang pencegah sakit)�. Beliau bersabda.�Lepaskan gelang itu, karena ia tidak menambahmu kecuali kelemahan. Sekiranya kamu mati sementara gelang itu masih ada padamu, maka kamu tidak akan beruntung selamanya� (HR Ibnu Majah dan Ahmad)

Dalam konteks kekinian, al-wahinah (gelang pencegah sakit) bisa dibahasakan dengan gelang tolak bala�, gelang kesehatan, gelang terapi penyakit, gelang keseimbangan dan yang semisalnya. Jimat yang diyakini memiliki khasiat yang sama juga terkadang berupa kalung di leher. Begitupun bahan yang digunakan, bisa berupa akar bahar, logam hingga batu-batuan.

Sejak berabad-abad, berbagai batuan diharapkan memiliki kemampuan penyembuhan dan kekuatan mistik. Keyakinan ini terus berlanjut hingga sekarang. Barbagai modus pun ditempuh untuk menghadirkan �tuah�nya, atau hanya sebatas sugestinya. Di dunia perdukunan, sugesti itu dibangun dengan dongeng rekaan, bahwa gelang itu berisi jin tomang, jin ifrit, atau terwujud dari siluman ini dan itu. Tapi manusia dengan gaya modern tidak tertarik dengan bualan seperti itu. Mereka lebih tertarik dengan istilah gelombang elektromagnetik, energi titik nol, efek placebo, berpikir berharap (wishful thinking) dan label �ilmiah� lainnya.

Gelang kesembuhan dari dukun, sudah jelas dimengerti kesyrikinnya. Lantas, bagaimana dengan kasus yang kedua? Memang, syariat membolehkan berobat dengan sesuatu yang bisa dibuktikan secara ilmiah, sebagaimana pengobatan secara medis, bekam, herbal dan semisalnya. Hanya saja, kasus ini sulit dipastikan ilmiah dan tidaknya. Terutama oleh orang-orang yang tak berkutat di bidang itu. Memang, penjelasan ilmiah sudah ada. Tapi, alur itu terlalu abstrak untuk dikomentari, dan bukan karena penjelasan itu sudah dipahami. Celakanya, celah ini ditangkap sebagai peluang bagi para produsen, dan orang-orang pun pasrah dengan klaim ilmiah itu.

Kasus yang masih hangat, gelang Power Balance (gelang keseimbangan) yang selama ini diklaim secara ilmiah memiliki khasiat ekstra tenaga, keseimbangan, dan fleksibilitas bagi penggunanya dinyatakan palsu oleh Badan Pengawas Konsumen Australia (Australian Competition and Consumer Commission). ACCC juga sempat memerintahkan Power Balance Australia untuk menarik seluruh gelang yang sudah terjual di konsumen karena telah disesatkan manfaatnya. Hal yang sama juga mungkin terjadi pada produk yang lain.

Bahwa ada testimoni gelang tertentu bisa menyembuhkan, ada kemungkinan hanyalah sugesti, yang sebatas menghilangkan rasa sakit, bukan penyakit. Karenanya, rata-rata orang yang sudah memakainya, timbul rasa ketergantungan, ketika barang itu dilepas, sakit akan terasa kembali.

Ringkasnya, ini memang wilayah abu-abu. Ada baiknya kita waspada, bukan karena takut tertipu dengan harga yang mahal, tapi takut jika keyakinan ternoda. Bukankah Nabi menyuruh menanggalkan gelang karena satu alasan, bahwa gelang itu diklaim bisa mencegah penyakit? Wallahu a�lam.






PILIHAN TERBAIK

Fail:Sun spot naked eye.jpg
Allah ta�ala tidak memerintahkan ma-nusia melakukan sesuatu, jika tidak ada maslahatnya. Begitupula, tidak melarang sesuatu kecuali ada mudharat di baliknya. Sebenarnya, ketaatan manusia kepada aturan Allah ta�ala untuk kebaikannya sendiri. Agar hidupnya semakin tenteram dan sejahtera. Sehingga, sering dikatakan bahwa jalan kunci kebahagiaan adalah melakukan sesuatu demi mencapai ridha Allah ta�ala.

Abu Sa�id al-Hudry menceritakan pengalaman unik dalam hidupnya. Beliau bukan berasal dari keluarga kaya. Derita dan kesulitan hidup menjadi teman pendamping keluarga beliau. Jangankan barang mewah, bahan makanan pun belum tentu tersedia setiap hari di rumahnya.Bahkan, pernah mengalami problem keuangan yang parah.

Saat itu keluarga Abu Said tidak memiliki apapun untuk ditukar dengan makanan. Rasa lapar yang tak tertahankan membuatbeliau mengikatkan batu di perutnyasekadarmeringankanrasa sakit yang melilit perut. Abu Saidtak tahu harus meminta bantuan kepada siapa. Kemudian, istri Abu Said memintanya menemui Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam guna meminta bantuan.

�Si fulan menemui Nabi dan beliau memberinya sedekah. Sifulan yang lain juga datang kepada nabi, dan beliau juga memberinya sedekah.� Kata istri Abu Said meyakinkan suaminya. Beliau sebenarnya malu meminta-minta kepada Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam. Namun, untuk menenangkan istrinya beliau katakan, �Saya akan keluar rumah. Semoga bisa mendapatkan sesuatu.�

Beliau meninggalkan rumah dan tak kunjung mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Tidak ada solusi lain selain meminta sedekah kepada Rasulullah yang dermawan. Saat menemui Rasulullah, kebetulan beliau sedang berkhutbah,

�Barangsiapa menjaga diri (tidak meminta-minta) maka Allah akan menjaganya, barangsiapa merasa kaya maka Allah akan mengayakanya, dan barangsiapa meminta kepada kami, baik kami beri atau pun tidak, Abu Hamzah merasa ragu, dan barangsiapa menjaga diri dari kami, atau ia merasa kaya (cukup), maka itu lebih Aku sukai dari orang yang meminta-minta kepada kami.�(HR. Ahmad)

Abu Said pun urung meminta-minta. Bukan karena Rasulullah akan menolaknya. Sebab, Rasulullah bukan tipe orang yang suka mengecewakan para peminta. setiap ada orang meminta Rasulullah selalu mengabulkan. Abu Said yakin jika ia tinggalkan sifat meminta-minta, Allah lah yang mencukupi kebutuhannya. Allahpun memenuhi janji-Nya. Setelah itu rizki Allah turun bagai air bah. Beliau gambarkan bahwa rumahnya adalah rumah yang paling banyak menyimpan kekayaandi kota Madinah.

Kisah nyata yang dialami Abu Said adalah satu dari sekian banyak bukti Janji Allah kepada Manusia. Bahwa jika Seseorang meninggalkan sesuatu karena Allah, dia menggantinya dengan yang lebih baik. Abu said merupakan salah satu orang yang beruntung tersebut karena ganti yang Allah berikan ada di dunia dan akherat.

Contoh lainnya, bagi orang yang menjaga penglihatan dan meninggalkan kebiasaan �cuci mata�, memperoleh ganti yang lebih baik. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah,ada manfaat besar dari ghadul bashar, yaitu:

Pertama, merasakan betapa bahagia dan nikmatnya iman kepada Allah. Naluri manusia pasti menyukai pemandangan indah yang sebenarnya patulan dari obyek tertentu. Mata melihat gambaran tersebut. Tapi, hati lah yang menyatakan bahwa gambar tersebut indah. lalu, merasakan sensasi suka dan senang. Menurut ibnu qayyim kenikmatan iman melebihi sensati hati melihat keindahan duniawi. Kenikmatan tersebut hanya dapat dirasakan jika manusia menjaga pandangannya, sebagai imbalan yang setimpal.

Kedua, ketajaman firasat atau perasaan. Hal ini sering kali disebut dengan bashirah atau mata hati. Menurut beliau, hati ibarat cermin, jika bersih dari noda pantulannya terlihat jelas. berbeda dengan cermin kusam yang pernuh dengan noda. tak dapat digunakan untuk bercermin.

Ganti yang lebih baik merupakan balasan atau jaza� dari Allah atas usaha manusia mendahulukan ridha Allah di atas segalanya. Sehingga faktor utama seorang muslim mengambil keputusan dalam hidupnya sebetulnya sederhana. Ridha siapakah yang dia cari? Apakah ridha dan balasan Allah ataukah demi kenikmatan sesaat? Benarkan Allah akan memberi ganti?

Sekilas, rumus di atas terkesan absurd atau sekedar kalimat penghibur saat musibah terjadi. Karena memang manusia baru dapat memetik hikmah di akhir cerita bukan di awal. Saat seseorang dihadapkan pada pilihan untuk meninggalkan sesuatu karena Allah. Tidak ada orang yang dapat memastikan bahwa gantinya akan langsung tiba atau turun dari langit. Anda baru bisa mengatakan bahwa Allah memberi ganti setelah hal tersebut benar-benar terjadi. Dan kadang ganti yang Allah berikan, tak sama dengan yang kita bayangkan.

Jika yang kita harapkan tidak terjadi. Bukan berarti pilihan tersebut sia-sia. Apalagi menyesal karena telah berbuat baik. Sebab, itu merupakan salah satu bisikan setan untuk memperdaya manusia. Sungguh, Allah tak pernah menyia-nyiakan kebaikan manusia sekecil apapun.

�Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik� (QS.Yusuf: 90)

Selain itu, seorang hamba yang berhasil meninggalkan sesuatu hanya karena Allah, membuktikan dirinya tengah menggapai kesempurnaan takwa dan wara�. Bukankah Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam bersabda,

Dari Athiyyah As-Sa�di zmenuturkan bahwa Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam bersaba, �Manuasia tidak termasuk golongan orang yang bertakwa, hingga meningglkan sesuatu yang tidak apa-apa karena takut menimbulkan persoalan.� (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)




BALASAN UNTUK SEBUAH PENGORBANAN

Fail:Sun in X-Ray.png

�Man taraka syaian lillah, �awwadhahullah khairan minhu� Sesiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Kalimat ini sangat masyhur dikalangan para ulama serta para penulis. Meski secara lafadz berasal dari hadits dhaif, tapi dari segi isi dinilai shahih karena memiliki syawahid (pendukung) dari hadits-hadits shahih. Diantaranya adalah hadits:

�Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.� (HR Ahmad, al-Albani mengatakan, sanadnya shahih sesuai syarat Muslim)

Para ulama menjadikan kalimat diatas sebagai kaidah kehidupan. Tuntunan hidup agar manusia lebih bersemangat dan tidak perlu khawatir untuk meninggalkan sesuatu yang mubah apalagi yang haram demi mendapat ridha dari Allah. Sebab, Allah pasti akan memberikan ganti yang lebih baik.

Perlu kita dalami, apa maksud dari �sesuatu� dan apa pula ganti yang baik tersebut. Doktor amin bin Abdullah asy Syaqawi menjelaskan dalam salah satu makalahnya, maksud dari meninggalkan �sesuatu�, artinya bisa sesuatu yang mubah atau lebih dari itu yang haram. Yang mubah misalnya berbagai kemewahan dunia, seperti yang dilakukan oleh salah seorang ahli ibadah di Kufah. Suatu ketika Fudhail bin Iyadh dan Ibnul Mubarak menengok sang ahli ibadah yang telah lama menyapih dirinya dari kemewahan dunia ini, tentunya bukan karena aslinya miskin. Ibnul Mubarak mengatakan, �Wahai saudaraku, kami mendengar bahwa tidaklah seseorang meninggalkan sesuatu karena mencari ridha Allah, melainkan Allah akan memberinya ganti dengan yang lebih baik, lalu apa ganti dari Allah untukmu?� ia menjawab, �Keridhaanku pada kondisiku sekarang.� Ibnul Mubarak berkata, �Itu cukup bagimu.� (Shifatushafwah, 3/185).

Adapun meninggalkan yang haram, ada banyak contoh dalam hal ini. Yang dimaksud adalah meninggalkan yang haram dikala memiliki kesempatan melakukannya. Contoh paling masyhur adalah kisah nabi Yusuf yang meninggalkan ajakan isteri raja untuk berzina lalu memilih masuk penjara. Kemudian Allah memberikan ganti berupa kekuasaan yang luas dan keamanaan dari fitnah. Ada juga beberapa kisah lain yang mirip dari segi plot cerita. Intinya menolak zina lalu dikarunia Allah sesuatu yang jauh lebih baik.

Seperti kisah seorang pedagang yang pada zaman perang salib, yang disebutkan dalam kitab Mausu�ah al Khitab wa Durus, Syaikh Ali bin Nayif asy Syahud. Pedagang ini tinggal di suatu negeri di Eropa dimana antara pasukan Islam dengan tentara salib setempat terjadi perjanjian damai. Suatu ketika ia kedatangan pengunjung seorang wanita eropa yang sangat cantik. Kecantikannya membius dirinya dan membuatnya memberi diskon besar untuk si wanita. Wanita itupun keranjingan beli di tokonya. Karena tak tahan, akhirnya pemilik toko menyampaikan maksud hatinya untuk bisa bersua dengan si wanita pada pembantunya. Pembantunya mengatakan, ia harus menyerahkan uang 50 dinar. Malam harinya keduanya bertemu, tapi pada saat itu, si pedagang ingat kepada Allah dan urung melakukan apa yang memang seharusnya tidak ia lakukan. Si wanita pun marah dan pergi.

Beberapa hari kemudian, si wanita datang lagi, rasa sesal menyeruak di hati pedagang, mengapa kemarin ia sia-siakan pertemuannya? Ia pun menyampaikan keinginannya pada pembantu, setelah menyerahkan uang yang lebih banyak dari kemarin, kejadian seperti kemarin terulang kembali. Dan saat bertemu dengan sang wanita, si pedagang kembali menyesal. Demikian hingga beberapa kali.

Kali yang terakhir, si wanita meminta uang yang hanya bisa dipenuhi jika si pedagang menjual tokonya. Benar, toko pun dijual. Tapi belum sempat keduanya bertemu, pasukan islam mengumumkan perjanjian damai berakhir. Semua orang muslim harus hijrah ke negeri lain. Si pedagang pun pindah dengan membawa kerugian. Di tempat hijrahnya ia kembali berdagang dan melupakan masa lalunya.

Suatu ketika, pasukan Islam dikabarkan telah merebut kota yang dulu ditempati pedagang. Saat rombongan pasukan lewat, pemimpin pasukan melihat budak milik si pedagang dan ingin membelinya. Hanya saja, pada saat itu si panglima hanya memiliki uang cash 90 dinar, padahal harga budak itu 100 dinar. Sang panglima mengatakan, kekurangannya si pedagang boleh mengambil budak hasil tawanan perang. Si pedagang pun masuk ke sebuah tenda tempat pasukan mengumpulkan budak. Tak dinyana, ternyata si wanita Eropa itu ada didalamnya. Pedagang itu mengatakan, �Kini, untuk mendapatkanmu aku hanya perlu membayar 10 dinar.� Lalu wanita itupun dinikahi.

Adapun ganti yang lebih baik, bisa berupa sesautu yang persis seperti apa yang ditinggalkan, atau yang lebih baik lagi. Dapat pula berupa sesuatu yang bersifat maknawi dan bukan materi, di dunia dan akhirat. Ibnul Qayim menjelaskan dalam kitab al Fawaid, ganti itu bisa berbagai macam, tapi yang paling istimewa adalah kecintaan kepada Allah, ketenangan hati, kekuatan jiwa, semangat, rasa gembira dan keridhoan pada Allah Ta�ala.(Juz I/107).

Seperti orang yang meninggalkan kemaksiatan berupa memandang yang haram, Allah akan menggantinya dengan balasan yang sangat luar biasa berupa pandangan hati (bashirah) dan firasat yang terang benderang. Di dalam kitab al Jawabul Kaafi, Ibnul Qayim menjelaskan, orang yang menjaga pandangannya dari yang haram, Allah akan membukakan baginya mata hatinya, pintu ilmu dan juga firasat yang tepat. (I/126)

Atau seperti ganti bagi yang meninggalkan debat kusir. Kelak di jannah ia akan diberi rumah. Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam bersabda,

�Barangsiapa yang meninggalkan debat kusir sedang dia salah, akan dibangun untuknya rumah di teras jannah, dan barangsiapa meninggalkannya meski dia benar, akan dibangunkan rumah di tengah jannah.(HR. At Tirmidzi, Imam Albani menilai �hasan�,Shahih Targhib wa Tarhib I/32).

Selanjutnya, syarat untuk mendapatkan semua itu adalah �lillah�, yaitu demi mendapatkan ridha Allah. Tanpanya, ganti yang lebih baik tidak akan pernah bisa didapatkan.

Begitulah, kaidah di atas telah dibuktikan oleh orang sebelum kita. Memang, yang haram itu enak kelihatannya dan nikmat saat dirasa. Tapi akibat buruknya tidak akan sebanding dari secuil kenikmatannya. Sedang meninggalkannya sangatlah berat dan pahit, tapi gantinya akan mampu membuat kita lupa terhadap kenikmatan yang ditawarkan. Ya, Allah mudahkanlah hati kami untuk meninggalkan apa yang engkau larang, berilah kekuatan hati dan berilah kami ganti yang lebih baik. Amin. Wallahua�lam.



READ MORE - TOMBO ATI

tombo resah

DEMI GANTI YANG LEBIH BAIK


Ibnu Rajab al-Hanbali menyebutkan dalam Kitabnya, Dzailuth Thabaqaat, tentang kisah al-Qadhi Abu Bakar al-Anshary al-Bazzaz yang berkata,

�Saya tinggal di Mekah yang dijaga oleh Allah. Suatu hari aku merasakan lapar. Akupun keluar untuk mencari rejeki yang bisa aku makan, namun tidak juga mendapatkannya. Tatkala aku sedang berjalan, tiba-tiba aku menemukan bungkusan sutera yang diikat dengan pita dari sutera yang mahal. Aku membawanya pulang, dan kucoba membukanya. Ternyata di dalamnya terdapat kalung yang terbuat dari mutiara, belum pernah aku melihat kalung sebagus itu. Aku segera membungkusnya kembali dan mengikatnya seperti sedia kala.

Aku kembali keluar, tiba-tiba aku mendengar orang tua yang sedang berhaji berseru, �Barangsiapa yang menemukan sebuah bungkusan yang ciri-cirinya begini dan begini, maka akan aku beri hadiah 500 dinar emas.�

Aku berkata dalam hati, �Saya sedang terdesak kebutuhan, apakah sebaiknya aku mengambil dinar itu, dan mengembalikan bungkusan itu kepadanya, ya?� Lalu aku berkata, �Kemarilah, aku telah menemukannya.� Aku membawa orang tua itu ke rumah, kutanyakan ciri-ciri bungkusan, tentang kalung mutiara, jumlah barang dan sesuatu yang berada di dalamnya. Ternyata apa yang diutarakan persis dengan apa yang kutemukan. Maka aku keluarkan bungkusan itu, dan kuserahkan kepadanya. Diapun menyerahkan uang 500 dinar emas seperti yang ia janjikan. Kukatakan kepadanya, �Saya hanya menyampaikan amanah yang harus saya kembalikan kepada Anda, saya tidak meminta upah.� Dia mendesakku untuk menerima upah itu, sementara aku sudah berjanji untuk tidak mengambilnya sedikitpun.

Orang itu pergi meninggalkanku, lalu pulang ke negerinya setelah menyelesaikan hajinya. Sedangkan saya makin terdesak kebutuhan. Hingga aku memutuskan keluar dari Mekah dan mengarungi lautan dengan kapal tua bersama segolongan orang. Di tengah laut, kapal kami diterpa ombak dan badai yang dahsyat hingga kapalpun pecah. Orang-orang tenggelam, sementara Allah menyelamatkan aku, di mana aku bisa berpegangan pada sebuah kayu, hingga aku terdampar di sebuah pulau.

Aku memasuki pulau itu, dan ternyata di sana tinggal kaum muslimin yang rata-rata masih awam, belum bisa membaca dan menulis. Aku mendatangi masjid, shalat dan membaca al-Qur�an. Orang-orang yang berada di masjid memerhatikan aku, lalu berkumpul mengerumuni aku. Setiap orang yang bertemu denganku, memintaku untuk mengajarkan al-Qur�an kepadanya. Akupun mengajarkan al-Qur�an kepada mereka. �Apakah Anda bisa membaca dan menulis?� Tanya mereka. �Ya, bisa!� Jawabku. Merekapun berkata, �Kalau begitu, ajarilah kami membaca dan menulis!� lalu mereka datang dengan membawa anak-anak dan remaja mereka dan akupun mengajari mereka. Banyak sekali faedah dari kegiatan yang saya lakukan. Hingga mereka ingin, agar aku tetap tinggal bersama mereka. Mereka berkata, �Di tengah kami ada gadis yatim yang baik dan kaya, kami ingin Anda menikahinya dan tetap tinggal bersama kami di Pulau ini.� Awalnya aku menolak, namun mereka terus membujukku hingga akupun menyanggupinya. Mereka mengadakan walimah untuk saya. Dan tatkala bertemu dengan gadis itu, ternyata aku melihat kalung mutiara yang pernah kutemukan di Mekah dahulu melingkar di lehernya. Aku keheranan dan terus memerhatikan kalung itu. Hingga salah seorang keluarganya berkata, �Wahai Syeikh, Anda telah menyinggung perasaannya, Anda tak sudi melihatnya, dan hanya melihat kalung yang dikenakannya.� Buru-buru saya berkata, �Tentang kalung itu, ada kisah yang saya alami.� � Kisah apa itu?� Tanya mereka penasaran. Lalu saya bercerita kepada mereka tentang kalung dan pertemuanku dengan orang tua yang memilikinya. Usai aku bercerita, mereka tersentak dan meninggikan suara tahlil dan takbir. Lalu saya bertanya, �Subhanallah, apa yang terjadi atas kalian.� Mereka berkata, �Sesungguhnya orang tua yang bertemu denganmu itu adalah ayah dari gadis ini. Beliau juga sempat bercerita perihal Anda setelah kembali dari haji. Beliau berkata, �Demi Allah, aku belum pernah melihat pemuda muslim sebaik orang yang mengembalikan kalung itu, ya Allah kumpulkanlah aku dengannya, aku ingin menikahkan ia dengan puteriku.� Sekarang beliau sudah meninggal namun doanya telah dikabulkan oleh Allah.�

Subhanallah, beliau meninggalkan upah 500 dinar meskipun itu boleh, demi kemuliaan yang lebih di sisi Allah, lalu Allah menggantikan beliau dengan kalung mutiara sekaligus pemiliknya. Allah memberikan beliau ganti yang jauh lebih baik.

Kisah ini mengingatkan kita akan kaidah yang sangat populer, �Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberikan untuknya ganti yang lebih baik.�

Ketika seseorang meninggalkan sesuatu yang mubah, demi mendapatkan keutamaan agamanya, demi mengharap pahala yang besar dari Allah, maka Allah akan menggantikan untuknya sesuatu yang lebih baik, lebih nikmat dan lebih berharga dari apa yang ditinggalkannya itu. Apalagi jika yang ditinggalkan itu adalah sesuatu yang berstatus haram dan dosa.

Ganti yang Lebih Baik di Dunia

Kita hidup di suatu zaman, di mana peluang-peluang kemaksiatan terbuka lebar, program-program syaithani telah menghegemoni, menawarkan jalan haram untuk meraih kebutuhan yang diingini. Makin banyak orang yang mentolelir jalan dosa untuk mencapai tujuan. Banyak yang merasa sulit untuk berkelit dari debu dosa dan getahnya. Dalam hal mencari rejeki misalnya. Sampai tercetus kesimpulan yang diamini banyak orang, �Mencari rejeki yang haram saja susah, apalagi yang halal!�

Tapi, orang yang beriman memiliki logika yang berbeda; bahwa justru dengan meninggalkan cara yang haram, niscaya Allah akan memberikan kemudahan untuk mendapatkan rejeki yang halal dan lebih bernilai. Dia yakin akan janji Allah l,

�Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq 2-3)

Dia juga yakin akan janji Rasul-Nya,

�Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.� (HR Ahmad, al-Albani mengatakan, sanadnya shahih sesuai syarat Muslim)

Allah tidak akan membiarkan orang yang meninggalkan riba menjadi bangkrut. Tidak mungkin juga seseorang jatuh miskin karena mereka meninggalkan korupsi, curang dalam timbangan maupun jual beli yang haram. Allah pasti memberi ganti yang lebih baik di dunia, sebelum ganti yang lebih kekal di akhirat.

Ganti yang dimaksud mungkin saja secara jenis dan bentuknya sama, tapi dengan nilai yang lebih berharga. Tapi ada juga kemungkinan, Allah memberi ganti dalam wujud lain yang tak dikenali pelakunya. Namun dipastikan, bahwa ganti itu lebih besar manfaatnya dari yang ditinggalkannya.

Ganti yang Lebih Kekal di Akhirat

Ketika seorang hamba rela mencampakkan kelezatan yang ada di depan mata, demi meraih kenikmatan akhirat yang didamba, maka Allah akan memberikan ganjaran lebih dari apa yang diinginkannya,

�Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya..� (QS. asy-Syuura 20)

Ya, dia akan mendapatkan bonus bagian di dunia, juga kenikmatan jannah yang lebih menyenangkan dari apa yang diidamkannya. Kenikmatan jannah yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terbersit dalam hati manusia. Apapun yang kita bayangkan dan harapkan tentang kenikmatan jannah, hakikatnya jauh melebihi dari itu semua.

Allah telah memberikan percontohan yang klimak. Betapa Asiyah, istri Fir�aun al-mal�un rela meninggalkan suaminya yang kafir durjana, demi iman dan mengharap ridha Pencipta-Nya. Dia juga rela tersingkir dari kemegahan istana suaminya, demi mendapatkan istana yang lebih baik dan lebih kekal di sisi-Nya. Beliau berdoa,

�Wahai Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam jannah dan selamatkanlah aku dari Fir�aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.� (QS at-Tahrim 11)

Apa hasilnya? Di akhirat, beliau masuk dalam daftar wanita paling terhormat di jannah, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu �alaihi wasallam.,

�Wanita penghuni jannah yang paling utama adalah Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad, Maryam bintu �Imraan dan Asiyah bintu Muzaahim istri Fir�aun.� (HR Ahmad, al-Albani menshahihkannya)

Maka Allah menggantikan untuk beliau istana yang lebih indah di jannah, dan sudah pasti, pasangan hidup yang jauh lebih baik dan terhormat daripada Fir�aun. Semoga kita tak ragu lagi untuk mencampakkan yang haram, demi mendapatkan yang lebih baik dan lebih kekal, wallahul muwaffiq.










TEBAR KEBAIKAN PANEN KEMUDAHAN

Hukum sebab akibat adalah fakta yang disepakati adanya oleh seluruh penduduk bumi. Termasuk tercapainya keinginan dan terhindarnya manusia dari bencana, pasti ada sebab yang mendahuluinya. Hanya saja, manusia berbeda-beda dalam mengidentifikasi sebab yang sesungguhnya.

Sebab-Akibat, Menurut Ahli Maksiat

Kaum atheis yang tidak mengenal Allah, menyandarkan pemenuhan kebutuhan dan peraihan cita-cita mereka kepada kemampuannya. Tak ada istilah do�a dalam kamus kehidupan mereka. Berhasil menurut mereka adalah buah dari kemampuan usaha semata. Selamat menurut mereka, melulu dikarenakan kesigapan atau cermatnya perhitungan. Begitupun dengan kegagalan dan kecelakaan, terjadi lantaran keterbatasan kemampuan atau kecerobohan. Padahal akal sehat sepakat, kemampuan manusia serba terbatas, sementara besarnya rintangan dan bahaya jauh berlipat. Maka tatkala ikhtiar ragawi sudah klimaks, pikiran juga sudah buntu mencari jalan keluar, yang tinggal hanyalah rasa putus asa. Karena mereka kaum yang kafir tidak mengenal cara lain sesudah itu.

Sebagian lagi, sedikit �lebih mending� dari mereka. Di saat kehidupan terasa lapang, nyaman dan menyenangkan, mereka cenderung lalai, tidak menjaga ketaatan, dan berlaku syirik. Namun jika tiba-tiba kesempitan dan bahaya terpampang di hadapan mata, serta-merta mereka tinggalkan sesembahan yang mereka agungkan selain Allah, kemudian berdoa dengan ikhlas memohon hanya kepada Allah. Akal mereka masih waras, kekuatan manusia tak mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Sejenak mereka juga sadar, berhala batu, kayu maupun jimat yang mereka agungkan tak lebih hanya pajangan yang tak bisa membantu apa-apa. Allah mengisahkan tentang mereka,

Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (QS al-Isra� 67)

Begitulah karakter orang musyrik zaman dulu, hanya mengenal Allah di saat sempit, tapi berpaling di saat lapang. Sekarang, kesyirikan yang terjadi lebih parah lagi. Mereka tak hanya mempersekutukan Allah pada saat rakha� (longgar) saja, bahkan di saat syiddah (sempit), kesyirikan makin menjadi.

Bukankah saat Allah turunkan peringatan dengan muntahan lava pijar, hembusan awan panas disertai hujan kerikil dan suara gemuruh dari perut bumi yang membuat hati miris, manusia tidak kemudian mentauhidkan Allah dan meninggalkan perilaku syirik? Mereka justru mengadakan ritual tolak bala dengan menyembelih kerbau, dagingnya mereka makan, sedang kepala ditanam di lereng gunung untuk sesaji?

Sebab-Akibat Menurut Mukmin yang Taat

Adapun orang mukmin memiliki sikap yang berbeda, bahkan berseberangan dengan itu semua. Bagi mereka, �tabungan� kebaikan yang dijalani secara kontinyu dalam suka dan duka, adalah sebab dominan datangnya keberuntungan, dan terhindarnya mereka dari petaka. Mereka mengimani kebenaran sabda Nabi saw,

????????? ????? ????? ??? ?????????? ?????????? ??? ??????????

�Kenalilah Allah di saat lapang, niscaya Allah akan mengenalimu di saat sempit.� (HR Tirmidzi)

Waktu longgar baginya adalah saat menabung, investasi amal kepada Allah; dengan memelihara hak-hak-Nya, menjaga batas-batas yang telah ditetapkan oleh-Nya, termasuk menjalankan ibadah-ibadah sunnah. Dengan itulah seorang mukmin membangun hubungan ma�rifah khashshah ( hubungan khusus) dengan Rabb-nya. Hal itu tak hanya bermanfaat baginya menghadapi hari akhirat yang merupakan asyaddu syiddah (kesempitan yang paling berat), bahkan juga bermanfaat baginya ketika menghadapi kegentingan di dunia. Kisah tiga orang yang terjebak di gua, merupakan contoh betapa amal shalih yang dilakukan dengan ikhlas, dapat menjadi wasilah dikabulkannya doa di saat sulit.

Imam al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Salman al-Farisi, bahwa beliau berkata,

� ????? ????? ????????? ??????? ????? ??? ??????????? ? ?????????? ???? ??????????? ????????? ????????? ??????????????: ?????? ????????? ???? ???????? ???????? ????? ??????? ??? ???????????? ????????????? ???? ? ??????? ????? ????????? ??? ??????? ????? ??? ??????????? ?????????? ???? ??????????? ??????? ????????? ??????????????: ?????? ???????? ???? ???????? ??????? ????? ??? ??????? ??? ??????????? ?????????? ???? ??????????? ????? ??????????? ???? �

Apabila seseorang berdoa kepada Allah pada saat longgar, kemudian kesulitan menerpanya, lalu dia berdoa, maka malaikat berkata, �(Ini) Suara yang telah dikenal, dari manusia yang lemah, dan sebelumnya biasa berdoa di saat lapang.� Maka para malaikat memintakan syafaat (kepada Allah) untuknya. Dan jika seseorang tidak pernah berdoa di saat lapang, kemudian kesulitan menerpanya lantas dia berdoa, maka malaikat berkata, �Suara yang asing (tidak dikenal) dari seorang manusia lemah, sebelumnya tidak pernah berdoa pada saat lapang, lantas di saat sulit dia berdoa�. Maka malaikat tidak memintakan baginya syafa�at /pertolongan (kepada Allah).

Kebenaran rumus ini telah terbukti dan dialami oleh Nabi Yunus alaihissalam. Ketika beliau berada dalam perut ikan, tak ada lagi ikhtiar yang mampu dia lakukan. Mustahil pula beliau meminta pertolongan orang lain dalam kondisi itu. Tapi beliau tahu, ada Dzat yang mampu menolongnya. Yang beliau taati saat kondisi aman, tak mungkin membiarkan beliau dalam kondisi ketakutan. Dalam kegelapan perut ikan itu, beliau berdoa,

??? ?????? ?????? ?????? ??????????? ?????? ?????? ???? ??????????????

�Tidak ada Ilah yang haq melainkan Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dzalim.� (Al-Anbiya: 87)

Ucapan tasbih itu didengar oleh Allah, dan Allahpun menyelamatkan beliau. Hanya saja, tasbih yang dilantunkan oleh Yunus itu bukan kali pertama beliau ucapkan. Beliau terbiasa mengucapkannya dalam kondisi lapang. Karena itulah Allah menolongnya,

�Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah (bertasbih), niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.� (Ash-Shaffat: 143-144)

Begitupun yang terjadi atas Nabi Musa beserta kaumnya yang beriman. Ketika mereka dikejar oleh Fair�aun dan pasukannya, jalan mereka buntu. Di hadapan mereka terbentang samudera yang luas. Sementara di belakang mereka pasukan Fir�aun yang menurut penuturan Ibnu Jarir berjumlah satu juta tentara. Ada pula yang mengatakan 600.000 pasukan. Di depan ada laut, sedang di belakang sejuta pedang telah terhunus, hingga Bani Israel berkata, �Inna lamudrakuun�, Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul�. (QS asy-Syu�ara 61). Tapi, meski situasi benar-benar terjepit, tak ada putus harap bagi orang yang menjaga hak Allah di saat lapang. Dengan yakin Musa alaihis salam berkata, �Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Rabbku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku�.(QS asy-Syu�ara� 62)

Beliau yakin, karena beliau menjaga hak Allah di saat longgar, pastilah Allah tak akan menelantarkannya di saat sempit. Maka tatkala pasukan Fir�aun merangsek, sementara Musa dan teman-temannya makin dekat dengan bibir pantai, Allah mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut. Atas kehendak Allah, lautpun terbelah. Mereka menyeberang dengan selamat, sementara Fir�aun dan bala tentaranya tenggelam di laut.

Adapun yang terjadi atas Nabi saw, sangat banyak kisah bertebaran tentangnya. Betapa banyak peristiwa genting yang beliau alami, lalu Allah menyelamatkan beliau dari bahaya musuh.

Menabung Kebaikan Menuai Kemudahan
Rumus ini tak hanya berlaku bagi para anbiya�. Siapapun yang mengenal Allah dan menjaga hak-hak-Nya di saat aman, Allah akan mengenalnya di saat genting. Karena itulah, seorang mukmin tak pernah bosan mengumpulkan kebaikan. Dia selalu menjaga pengabdiannya kepada Allah dalam segala kondisi; di saat suka dan duka, lapang dan sempit dan saat mudah maupun sulit. Rasulullah saw bersabda,

???? ???????? ???????? ???? ?????? ?????? ??????? ??????????? ?????????

�Tidak kenyang-kenyangnya orang yang beriman dari (mengumpulkan) kebaikan, hingga dia berhenti di jannah.�(HR Tirmidzi, beliau berkata, � hadits hasan�).

Mereka yakin, pada saatnya kebaikan itu akan berbuah kebahagiaan. Juga menjadi sebab datangnya pertolongan di dunia. Dan puncaknya adalah dijauhkannya mereka dari neraka; kesempitan yang paling berat dan penderitaan yang paling dahsyat. Alangkah indah nasihat sebagian ulama salaf, �Jika kamu menyadari amalmu akan ditimbang, baik dan buruknya, maka jangan remehkan kebaikan sekecil apapun. Karena kelak kamu akan melihat, yang sedikit itu akan membahagiakan dirimu. Dan jangan pula menganggap enteng keburukan sekecil apapun. Karena kelak kamu akan saksikan, bahwa yang sedikit itu akan membuatmu menyesal.� Wallahu a�lam.







HUKUM MENGGUNAKAN UANG HARAM

Beberapa saat yang lalu penulis diwawancari oleh salah satu radio swasta di Solo seputar bantuan untuk Merapi yang akan diberikan oleh seseorang yang ditengarai penghasilannya diperoleh dari yang haram.

Untuk menjawab masalah tersebut perlu dikumpulkan dalil-dalil yang ada. Setelah diteliti ternyata ada dua kelompok dalil yang kelihatannya saling bertentangan. Sebagian dalil menjelaskan ketidakbolehan menggunakan harta haram secara mutlak, dan sebagian yang lain menjelaskan kebolehannya. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi dalil-dalil tersebut. Sebagian dari mereka membaginya dalam dua kaidah, sebagai berikut :

Kaidah Pertama:

Jika harta haram tersebut berasal dari hasil pencurian, perampokan,penipuan, korupsi dan perbuatan kriminal lainnya yang merugikan orang lain secara nyata, seperti menjadi penadah barang-barang curian, dan membeli dari tempat penadah tersebut dengan harga murah seperti yang terjadi pasar-pasar gelap, maka harta tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak, dan haram untuk diambil atau dimanfaatkan dalam bentuk apapun.

Tetapi jika harta tersebut tidak bisa dikembalikan kepada yang berhak, karena tidak diketahui beritanya ataupun karena alasan lainnya, maka boleh diinfakkan untuk kemaslahatan kaum muslimin dan tidak boleh dimakan. Harta semacam ini termasuk dalam katagori �hak manusia �

Kaedah tersebut didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :

Pertama: Firman Allah ta�ala :

� Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.� (Qs. an-Nisa� : 29 )

Kedua: Hadist Abdullah bin Umar z, bahwasanya Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam bersabda :

�Tidak diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak diterima sedekah dari hasil penggelapan harta ghanimah. � (HR Muslim, no: 329 )

Ketiga: Hadist Abu Hurairah z, bahwasanya ia berkata :

� Kemudian Nabi shalallahu �alaihi wasallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo�a: �Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.� Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do�anya?.� ( HR Muslim, no : 1686 )

Keempat: Kisah Mughirah bin Syu�bah :

�Dahulu Al Mughirah dimasa jahiliyah pernah menemani suatu kaum, lalu dia membunuh dan mengambil harta mereka. Kemudian dia datang dan masuk Islam. Maka Nabi shalallahu �alaihi wasallam berkata saat itu: �Adapun keIslaman maka aku terima. Sedangkan mengenai harta, aku tidak ada sangkut pautnya sedikitpun�(HR Bukhari No : 2529)

Kaedah Kedua :

Jika harta haram tersebut berasal dari hasil keuntungan lokalisasi pelacuran, perjudian, penjualan khamr, gaji artis dari pengambilan foto atau film porno, hasil penjualan rokok, keuntungan bank konvensional yang menggunakan transaksi riba, bantuan asing, atau harta warisan dari orang yang mempunyai profesi di atas, serta profesi-profesi lain yang pada dasarnya adalah perbuatan haram, tetapi dilakukan secara suka rela antara kedua belah pihak atau lebih, selama hal itu tidak mengikat atau tidak bersyarat serta tidak ada unsur membantu kebatilan mereka, maka mayoritas ulama membolehkan untuk memanfaatkan uang tersebut untuk kemaslahatan kaum muslimin, seperti membangun jembatan, memperbaiki jalan, membeli mobil ambulan, membuat sumur, membuat tenda-tenda penampungan korban bencana alam dan lain-lain. Harta semacam ini termasuk dalam katagori �hak Allah.�

Kaedah ini didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah ta�ala:

�Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.� ( Qs Al An�am: 164 )

Ayat di atas menunjukkan bahwa siapa saja yang bekerja pada sesuatu yang mengandung keharaman seperti di Bank Konvensional atau Asuransi Jiwa, atau perjudian (yang mana pekerjaan tersebut adalah hasil kesepakatan antara mereka sendiri ), maka dosanya akan dia tanggung sendiri, dan dosa ini tidak menular kepada orang lain.

Kedua: Diriwayatkan dari Anas bin Malik, z bahwasanya ia berkata :

�Bahwasanya seorang wanita Yahudi datang memberikan hadiah kepada Nabi shalallahu �alaihi wasallam berupa seekor kambing yang telah dilumuri racun, lalu beliau memakannya.� (HR Bukhari dan Muslim )

Sebagaimana kita ketahui bahwa kebanyakan orang Yahudi memakan harta haram seperti riba dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam menerima hadiah mereka. Bahkan hadiah itu berupa makanan.

.Ketiga: Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab menerima jizyah ( upeti ) dari keuntungan penjualan khamr Ahli Kitab (Abdur Razaq, al- Mushanaf, 8/198 ).Upeti yang diambil Umar dari harta haram tersebut menjadi kas negara dan nantinya digunakan untuk kepentingan kaum muslimin.

Keempat: Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas�ud pernah berkata: �Jika anda diajak makan oleh orang yang hartanya berasal dari riba, maka makanlah. �

Kelima: Berkata Ibrahim an Nakh�i: � Terimalah hadiah dari orang yang hartanya dari riba, selama anda tidak menyuruhnya atau membantunya � (Abdurrazaq, Mushonaf, 8/151) Hal serupa juga disampaikan oleh Salman Al Farisi.

Artinya jika dengan menerima hadiah tersebut tidak membantu kemungkarannya, maka boleh diterima, khususnya jika ada manfaatnya untuk kaum muslimin, sekaligus sebagai sarana dakwah dan ta�lif qulub (meluluhkan hati mereka agar masuk Islam).

Kesimpulan :

Dari keterangan di atas, bisa kita simpulkan bahwa dana-dana bantuan korban bencana atau bantuan-bantuan lain dari pihak asing maupun dari artis manapun juga, selama itu menyangkut hak Allah dan tidak ada terkait dengan hak manusia, serta tidak mengikat, maka hukumnya boleh diterima dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Kalau kita menolak bantuan tersebut juga tidak apa-apa. Hanya saja, dikhawatirkan akan mereka gunakan untuk memperkuat kebatilan mereka, atau membangun proyek � proyek kemaksiatan lainnya, bahkan justru dimanfaatkan untuk memerangi kaum muslimin. Sehingga secara tidak langsung, seakan-akan kita telah memperkuat dan membantu kebatilan mereka dengan mengembalikan harta tersebut,padahal hal itu dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya : � Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. � ( QS Al Maidah : 2 ).





HIDUP BUKAN UNTUK MAIN MAIN

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS al-Mukminun 115)

Ibrahim bin Adham termasuk keturunan orang terpandang. Ayahnya kaya, memiliki banyak pembantu, kendaraan dan kemewahan. Ia terbiasa menghabiskan waktunya untuk menghibur diri dan bersenang-senang. Ketika ia sedang berburu, tak sengaja beliau mendengar suara lantunan firman Allah Ta�ala,

�Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.� (QS al-Mukminun 115)

Serasa disambar petir. Ayat itu betul-betul menyentak beliau. Menggugah kesadaran, betapa selama ini telah bermain-main dalam menjalani hidup. Padahal hidup adalah pertaruhan, yang kelak akan dibayar dengan kesengsaraan tak terperi, atau kebahagiaan tak tertandingi. Yakni saat di mana mereka dikembalikan kepada Allah untuk bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. Sejak itulah beliau tersadar, dan itulah awal beliau meniti hidup secara semestinya, hingga saksi sejarah mencatat beliau sebagai ahli ibadah dan ahli ilmu yang �bukan main�.

Bila Hidup Dianggap Main-Main

Rasa-rasanya, ayat ini seperti belum pernah diperdengarkan di zaman kita ini. Meski tidak terkalamkan, lisaanul haal menjadi bukti, banyak manusia yang menganggap hidup ini hanya iseng dan main-main. Aktivitasnya hanya berkisar antara tidur, makan, cari makan dan selebihnya adalah mencari hiburan. Seakan untuk itulah mereka diciptakan.

Ayat ini menjadi peringatan telak bagi siapapun yang tidak serius menjalani misi hidup yang sesungguhnya. Kata �afahasibtum�, (maka apakah kamu mengira), ini berupa istifham inkari, kata tanya yang dimaksudkan sebagai sanggahan. Yakni, sangkaan kalian, bahwa Kami menciptakan kalian hanya untuk iseng, main-main atau kebetulan itu sama sekali tidak benar. Dan persangkaan kalian, bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami, adalah keliru.

Allah tidak akan membiarkan manusia melenggang begitu saja, bebas berbuat, menghabiskan jatah umur, lalu mati dan tidak kembali,

�Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?� (QS. Al-Qiyamah 36)

Orang yang tidak mengetahui tujuan ia diciptakan, tak memiliki pathokan yang jelas dalam meniti hidup. Tak ada panduan arah yang bisa dipertanggungjawabkan, hingga ia akan terseok dan tertatih di belantara kesesatan.

Hanya ada tiga �guide� yang mungkin akan mereka percaya untuk memandu jalan. Pertama adalah hawa nafsu. Dia berbuat dan berjalan sesuai petunjuk nafsu. Apa yang diingini nafsu, itulah yang dilakukan. Kemana arah nafsu, kesitu pula dia akan berjalan. Padahal, nafsu cenderung berjalan miring dan bengkok, betapa besar potensi ia terjungkal ke jurang kesesatan.

Pemandu jalan kedua adalah setan. Ketika seseorang tidak secara aktif mencari petunjuk sang Pencipta sebagai rambu-rambu jalan, maka setan menawarkan peta perjalanan. Ia pun dengan mudah menurut tanpa ada keraguan. Karena sekali lagi, dia tidak punya �kompas� yang bisa dipertanggungjawabkan dalam menentukan arah perjalanan. Sementara, peta yang disodorkan setan itu menggiring mereka menuju neraka yang menyala-nyala,

�Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni naar yang menyala-nyala.� (QS. Fathir: 6)

Rambu-rambu ketiga adalah tradisi orang kebanyakan. Yang ia tahu, kebenaran itu adalah apa yang dilakukan banyak orang. Itulah kiblat dan barometer setiap tingkah laku dan perbuatan. Padahal,

�Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.� (QS. al-An�am: 116)

Misi Hidup yang Bukan Main

Allah menciptakan manusia untuk tugas yang sangat agung; agar mereka beribadah kepada-Nya. Untuk misi itu, masing-masing diberi tenggat waktu yang sangat terbatas di dunia. Kelak, mereka akan mempertanggungjawabkan segala perilakunya di dunia, adakah mereka gunakan kesempatan sesuai dengan misi yang diemban? Ataukah sebaliknya; lembar catatan amal dipenuhi dengan aktivitas yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang diperintahkan.

Di hari di mana mereka dinilai atas kinerja mereka di dunia, tak ada satu episode pun dari kehidupan manusia yang tersembunyi dari Allah. Bahkan semua tercatat dengan detil dan rinci, hingga manusiapun terperanjat dan keheranan, bagaimana ada catatan yang sedetil itu, mereka berkata,

�Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).� (QS. al-Kahfi: 49)

Sebelum peluang terlewatkan, hendaknya kita bangun motivasi, untuk menjadikan hidup lebih berarti. Mudah-mudahan, fragmen singkat di bawah ini membantu kita untuk membangkitkan semangat itu.

Suatu kali Fudhail bin Iyadh bertanya kepada seseorang, �Berapakah umur Anda sekarang ini?� Orang itu menjawab, �60 tahun.� Fudhail berkata, �Kalau begitu, selama 60 tahun itu Anda telah berjalan menuju perjumpaan dengan Allah, dan tak lama lagi perjalanan Anda akan sampai.�

Inna lillahi wa inna ilaihi raaji�un,� tukas orang itu.

Fudhail kembali bertanya, �Tahukah Anda, apa makna kata-kata yang Anda ucapkan tadi? Barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah milik Allah, dan kepada-Nya pula akan kembali, maka hendaknya dia menyadari, bahwa dirinya kelak akan menghadap kepada-Nya. Dan barangsiapa menyadari dirinya akan menghadap Allah, hendaknya dia juga tahu bahwa pasti dia akan ditanya. Dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang telah dilakukannya. Maka barangsiapa mengetahui dirinya akan ditanya, hendaknya dia menyiapkan jawaban.�

Orang itu bertanya, �Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang? Sedangkan kesempatan telah terlewat?�

Fudhail menjawab, �Hendaknya Anda berusaha memperbagus amal di umur yang masih tersisa, sekaligus memohon ampunan kepada Allah atas kesalahan di masa lampau.�

Semoga kita mampu mengubah hidup kita, dari main-main, menjadi bukan main. Amien.




PEMBURU AKHIRAT DAN PECANDU DUNIA

http://foto.detik.com/images/content/2009/01/26/157/gerhana01.jpg

????????? ??? ??????????? ??? ????????

�Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.� (QS. Asy-Syura: 20)

Semua manusia bergerak dan berusaha demi kenikmatan yang menjadi tujuan. Garis besarnya ada dua titik akhir yang diharapkan. Ada yang mengingini dunia sebagai terminal akhir perjalanan, ada pula yang menatap lebih jauh ke depan, mereka jadikan akhirat sebagai akhir perjalanan yang didambakan. Masing-masing titik tujuan, ada penggemarnya. Ada yang banting tulang demi nikmat dunia yang didamba, ada yang bekerja keras demi kejayaan hidup setelah dunia menjadi sirna. Sahabat Ali bin Thalib mengistilahkan dengan abna�ul akhirah dan abna�ud dunya. Beliau berkata setelah menyebutkan perbedaan karakter dunia dan akhirat,

????????? ????????? ????????? ??????? ? ????????? ???? ????????? ????????? ? ????? ????????? ???? ????????? ?????????? ? ??????? ????????? ?????? ????? ??????? ? ??????? ??????? ????? ??????

�Masing-masing dari keduanya memiliki generasi (penggemar), maka jadilah generasi akhirat, dan janganlah menjadi generasi dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) adalah tempat berjuang belum ada perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan, tidak ada lagi amal.� (Shahih al-Bukhari)

Karakter Pemburu Akhirat

Orang yang cerdas akan menjatuhkan pilihan akhirat sebagai negeri tujuan yang didambakan. Alasannya sangat kuat, tak ada satu celahpun keraguan hati yang melekat. Karena informasi bersumber dari al-Qur�an yang seratus persen akurat. Allah berfirman.

� Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.� {Al-�Ala : 17}

Jenis kenikmatan yang tersedia terlampau hebat untuk dibayangkan. Masa mengenyam kelezatannya kekal tiada batasan. Hanya orang bodoh yang rela kehilangan, demi kenikmatan yang sangat sedikit, dengan durasi waktu yang sangat sempit.

Karena itulah, Nabi memberikan gelar al-kayyis, orang yang jenius bagi mereka yang mau mengevaluasi diri dan berbekal untuk hidup setelah mati.

Mereka rela mempertaruhakn apapun demi mendapatkan jannah yang dinanti. Mereka juga rela kehilangan berbagai kenikmatan syahwati yang bisa menjerumuskan ke dalam kesengsaraan abadi. Maka segala penderitaan apapun di dunia dia senantiasa berusaha untuk bersabar. Karena itu terlalu ringan dan singkat bila dibanding dengan siksa di akhirat. Allah berfirman,

�Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.� (QS Thaha 127)

Orang yang serius menjadi pejuang akhirat, pastilah banyak memikirkan dan mengingatnya. Seperti orang yang senang dengan hobi tertentu, pandangannya akan tertuju kepada apa yang menjadi kecenderungannya. Seperti para pekerja bangunan tatkala masuk ke dalam bangunan yang indah mempesona. Tukang batu akan memerhatikan dindingnya, tukang kayu akan mengamati kursi, almarai, pintu dan jendelanya.

Begitu pula keadaan orang yang hatinya terkait dengan akhirat. Tatkala melihat orang yang tidur, dia mengingat kematian, jika berada di kegelapan, dia ingat alam kubur, jika merasakan atau melihat kenikmatan, maka dia akan mengingat jannah.

Seperti Imam Hasan al-Bashri, tatkala dijamu dengan air yang dingin nan segar, seketika beliau terkejut dan pingsan. Setelah siuman, beliau ditanya, �Ada apa dengan Anda wahai Abu Sa�id?� Beliau menjawab, �Aku teringat akan harapan penghuni neraka tatkala mereka berkata kepada penghuni jannah,

�Limpahkanlah kepada kami sedikit air, atau makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu.� (QS al-A�raf 50)

Di zaman sahabat, ada Abu Darda� radhiyallahu �anhu. Ketika ada jenazah lewat di depan beliau, llau beliau ditanya, �Jenazah siapa yang baru saja lewat itu?� Maka beliau menjawab, �Itu adalah kamu dan aku, tidakkah kamu membaca firman Allah,

�Sesungguhnya kamu mayit, dan mereka adalah mayit.�

Dan masih banyak lagi teladan yang menakjubkan dari para pemburu akhirat.

Derita Para Pemuja Dunia

Sebagaimana tersirat dalam ayat yang kita bahas, pemburu dunia akan mendapatkan kerugian besar dari dua sisi,

�dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.�(QS asy-Syuura 20)

Dia tidak mampu mengenyam semua kenikmatan dunia yang diidamkan, tidak pula sempat menikmati seluruh hasil jerih payah yang diusahakan. Dan yang lebih berat lagi, dia tidak mendapatkan kenikmatan apapun, atau kebahagiaan sedikitpun di akhirat. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Marilah kita simak perumpamaan para ulama yang makin memperjelas, betapa piciknya orang yang rela mengorbankan akhirat demi secuil kenikmatan dunia yang fana.

Perumpamaan pertama datang dari Bisyr bin al-Harits al-Hafi rahimahullah. Beliau berkata, Dunia itu laksana biji-bijian yang dikumpulkan semut di musim panas sebagai simpanan menghadapi musim dingin. Tanpa sadar, tatkala semut sedang asyik membawa sebutir biji di mulutnya, datanglah seekor burung yang mematuk sang semut beserta sebutir biji yang sedang dibawanya. Maka semut itu tak sempat menikmati makanan yang dikumpulkannya, tidak pula mendapatkan apa yang diharapkannya.� Terapkanlah permisalan tersebut, di mana biji-bijian itu adalah kenikmatan dunia, semut itu adalah manusia, sedangkan burung tersebut ibarat malakul maut. Betapa banyak manusia sibuk mengumpulkan harta, hingga kematian tiba-tiba menyergapnya di saat dia masih mengumpulkan dunianya, dan dia belum sempat mengenyam semua hasil jerih payahnya.

Perumpamaan kedua datang dari seorang ulama yang sangat faqih di Abad 6 H, Ibnu al-Jauzi rahimahullah. Beliau mengumpamakan dunia laksana perangkap yang ditebar di dalamnya biji-bijian. Sedangkan manusia ibarat seekor burung yang menyukai biji-bijian. Burung-burung itu hanya asyik menikmati bijian-bijian itu, tanpa menaruh waspada terhadap perangkap yang akan menjeratnya sekejap mata. Cukup jelas, pemburu dunia terperangkap kenikmatan yang menipu, akhirnya mendekam dalam kesengsaraan tanpa batasan waktu.

Perumpamaan yang lebih menohok dibuat oleh senior tabi�in, Imam penduduk Bashrah, Imam Hasan al-Bashri rahimahullah. Beliau berkata, �Wahai anak Adam, pisau telah diasah, dapur api telah dinyalakan, sedangkan domba masih sibuk menikmati makanan.�

Ya, siksa telah disiapkan, tapi manusia masih terbuai dengan kenikmatan yang memperdayakan. Wallahul musta�an.


READ MORE - tombo resah

tutur kata hati

MENYESAL TELAH BERBUAT BAIK

Foto Lucu Matahari Terbenam


Seorang ustadz pernah bercerita, dulu sebelum peristiwa itu terjadi, beliau adalah ustadz yang dengan ijin Allah banyak disukai para murid dan mad�unya. Mereka rajin datang, menyimak dan menyerap segala ilmu dan nasihat ustadz yang bermanfaat. Mereka menjadi rajin mencari ilmu baik dengan menghadiri pengajian maupun membaca buku, terutama karya sang ustadz. Tapi, setelah peristiwa itu terjadi, yakni ketika sang ustadz mengajarkan bahwa poligami itu halal dengan mengamalkannya, bukan kriminal dan merupakan bagian dari hukum Allah yang telah ditetapkan kebolehannya, keadaan menjadi berubah drastis. Sang ustadz bercerita tidak sedikit dari muridnya, terutama ibu-ibu rumah tangga yang mencaci maki, menyobek buku karyanya, dan mengirim SMS berisi hujatan pada sang ustadz, seakan-akan mereka menyesal telah belajar pada beliau, bersusah payah mengikuti kajian-kajiannya, membeli bukunya dan sebagainya.

Kisah diatas menjadi sebuah contoh, ternyata orang tidak hanya menyesali perbuatan jahat dan maksiat saja. Kadangkala, manusia juga bisa menyesal karena telah berbuat baik. Perasaan seperti ini muncul manakala seseorang menemukan bahwa ternyata kebaikannya membuahkan sesuatu yang tidak seusai dengan harapan atau tidak sebagaimana semestinya. Dalam contoh diatas barangkali ada diantara para murid sang ustadz yang berpikir, �Nyesel saya ngaji kesana kemari ngikutin sang ustadz. Ternyata dia juga nggak beda sama lelaki kebanyakan yang tidak setia dan suka mendua.�

Contoh lain, penyesalan atas kebajikan dapat terjadi jika ternyata orang yang pernah kita beri budi malah berbalik menyakiti. Misalnya ketika seorang anak yatim yang sejak kecil kita urusi dan kita tanggung hidupnya, setelah besar justru jadi begundal yang tak tahu balas budi. Atau ketika orang yang pernah dibantu, dipinjami uang, atau diberi bantuan finansial, ternyata suka menggunjing kita dimana-mana.

Bahkan setan juga bisa membuat isteri seorang mujahid menyesal karena harus menjadi janda diwaktu muda, sebab sang suami telah syahid, berpulang ke alam baka. Kini ia harus menanggung hidupnya sendiri dan anak-anaknya. Setan membersitkan penyesalan, andaikata dulu suaminya orang-biasa-biasa saja, tentu nasibnya kini tidak akan seperti ini.

Perangkap Setan

Jika kita merasakan bisik-bisik setan itu menyelinap di hati, kita harus segera bersiap ambil posisi. Harus disadari bahwa penyesalan semacam ini jelas sangat berbahaya. Ia bisa membuat kebajikan menjadi sia-sia dan pahala pun amblas tanpa sisa. Bagaimana mungkin akan dicatat sebagai kebaikan, jika kita yang melakukan malah menyesal dan berandai-andai kalau saja itu tak pernah kita lakukan? Bagaiman mungkin akan mendapat ridha dari Allah, kalau kita sendiri yang melakukannya tidak lagi ridha?

Untuk contoh pertama, semestinya tidak perlu terlalu berlebihan dalam menyikapi poligami. Toh Islam membolehkan meski dengan beberapa ketentuan. Menyesali thalabul ilmi yang selama ini dilakukan jelas merupakan tindakan aneh. Bukankah manfaatnya sudah bisa dirasakan? Dan apa kerugian yang mereka tanggung dari poligami sang ustadz? Lebih dari itu, mengapa kita membenci orang yang melakukan sesuatu yang halal?

Soal sedekah, harus kita sadari bahwa pahala sedekah sama sekali tidak akan berpengaruh meski orang yang kita beri sedekah akhirnya murtad sekalipun. asalkan sudah ikhlas, insyaallah pahalanya sudah ditetapkan. Menyesalinya sama juga menyesali pahala yang sudah didapatkan.

Dan bagi yang ditinggal mati suaminya dimedan perang, sangat tidak pantas untuk menyesali keistimewaan yang diberikan Allah tersebut. Memang kehidupan setelahnya menjadi berat, tapi akan terasa ringan dijalani dengan keikhlasan dan kesabaran. Sedang menyesali yang telah lampau hanya akan menghilangkan pahala dan semakin menambah beban kehidupan.

Sebuah renungan

Untuk menenangkan diri, marilah kita renungi ayat Allah berikut ini:

�Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.� (QS. Al Anbiya:47).

�Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Az Zalzalah:7-8)

Jebakan setan ini memang hanya muncul manakala ada stimulus atau faktor tertentu. Tapi tetap saja kita harus selalu waspada. Setan akan berusaha menghilangkan pahala kita dari depan, tengah dan belakang. Dari sebelum kita beramal, saat sedang beramal dan setelah beramal, meski telah berlalu sekian waktu. Jika ingin menyesali perbuatan baik, selayaknya kita menyesal mengapa ketika menjalankannya dulu hanya sekadarnya saja, mengapa tidak yang lebih besar dan mengapa tidak lebih baik, lebih ikhlas dan lebih segalanya. Semoga Allah senantiasa memberi kita petunjuk dan bimbingan. Wallahua�lam.








ANDAI YANG DILANTUNKAN ADALAH ALQUR'AN

Imam adz-Dzahabi dalam Kitabnya Siyar A�lam an-Nubala� menceritakan kisah taubatnya Zaadzan Abu Amru al-Kindy, seorang ulama senior di kalangan tabi�in,

�Dari Abu Hasyim berkata, �Zaadzan pernah bercerita, �Dahulu aku adalah seorang pemuda yang memiliki suara merdu dan terampil dalam memainkan thanbuur (semacam gitar-pen). Seperti biasa, aku sedang berkumpul dengan kawan-kawanku, ditemani dengan arak dan khamr, sementara aku mendendangkan lagu dan memetik gitarku untuk kawan-kawanku. Ketika itu, Abdullah bin Mas�ud lewat dan memergoki kami. Serta merta beliau memecahkan botol khamr dan gitar, kemudian berkata, �Andai saja yang diperdengarkan dari merdunya suaramu adalah al-Qur�an��

(versi lain menyebutkan bahwa yang memecahkan botol dan gitar itu adalah Zaadzan sendiri setelah menyadari keteledorannya-pen)

Setelah Ibnu Mas�ud beranjak pergi, aku bertanya kepada teman-temanku, �Siapakah orang itu?� Mereka menjawab, �Beliau adalah Ibnu Mas�ud, sahabat Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam.�

Lalu saya memutuskan diri untuk bertaubat, aku mengejar beliau sambil menangis. Aku memegangi ujung bajunya dan berdiri di hadapan beliau, lalu kukatakan, �Demi Allah, aku bertaubat dari apa yang telah kukerjakan dan dari memusuhi Rabbku, aku benar-benar ingin bertaubat!�

Ibnu Mas�ud juga ikut menangis haru dan berkata, �Marhaban, selamat datang sebagai orang yang dicintai oleh Allah ta�ala. Selamat datang sebagai orang yang dicintai oleh Allah.�

(Siyaru A�lam an-Nubalaa�, Imam adz-Dzahabi)

Pada gilirannya, beliau menjadi seorang imam dan qari� setelah tadinya sebagai pemusik dan penyanyi. Beliau juga dikenal sebagai ulama yang meriwayatkan hadits.







BUMI YANG MULAI RAPUH

Foto Matahari Terbenam


Tanah itu amblas begitu saja membentuk lubang berdiameter 10 meter dengan kedalaman lebih dari 5 meter. Lubang menganga itu berada di tengah jalan besar di daerah Sleman, Yogyakarta (ahad, 12 Desember 2010).

Kejadian serupa terjadi di Guatemala City, Rep. Guatemala. Fenomena tanah amblas muncul di tengah kota dan menelan sebuah gedung berlantai tiga. Meski tak dilaporkan adanya korban, lubang raksasa berdiameter 20 meter dengan kedalaman 30 meter ini membuat penduduk kota shock. Fenomena semisal muncul secara berturut-turut di China sebanyak lebih dari 5 kali. Bahkan, lubang-lubang tersebut amblas pada saat ada mobil yang lewat di atasnya..

Jika anda melacak di internet, fenomena tanah amblas seperti itu ternyata muncul di berbagai Negara dan akhir-akhir ini frekuensinya semakin sering. Orang-orang menamakannya sinkhole (tanah amblas). Mengenai faktor alami yang menjadi penyebabnya, sebagian dapat ditemukan sedang yang lain masih masih belum terungkap. Rata-rata, sinkhole ditengarai merupakan dampak dari runtuhnya bantalan bebatuan di atas aliran air di bawah tanah. Fenomena ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.

Sekedar Fenomena Alam ataukah�?

Selalu ada penjelasan rasional dari semua fenomena alam yang muncul. Baik dengan teori menurut disiplin ilmu tertentu atau sekadar dugaan yang dirasionalkan. Gunung meletus, gempa, tsunami dan lain sebagainya, juga fenomena sinkhole ini. Karenanya, sebagian orang berpendapat, fenomena seperti ini tidak perlu dikait-kaitkan dengan agama atau hal-hal metafisik; adzab atau tanda kiamat. Semua ini hanya fenomena alam yang lumrah dan rasional.

Memang, pendapat seperti ini sedikit ada benarnya. Selalu mengaitkan fenomena alam dengan hal-hal metafisik, khususnya tanda kiamat, tidak selalunya dapat dibenarkan. Hanya saja, itu berlaku jika tidak ada nash syar�i yang menjelaskan tentang hal tersebut. Tapi jika memang ada nash yang mensinyalir, maka menafikan sama sekali benang merah antara keduanya juga bukan hal yang benar. Walaupun untuk memastikan bahwa fenomena itulah yang dimaksud dalam nash, juga memerlukan kajian yang mendalam.

Nah, menyangkut fenomena sinkhole, ada sebuah hadits yang mensinyalir munculnya fenomena seperti ini dan menyebutnya sebagai salah satu tanda kiamat. Disebutkan dalam riwayat Aisyah, di akhir zaman nanti akan ada fenomena al-khasaf atau tanah amblas. Fenomena alam yang dulu Allah jadikan sebagai adzab bagi Qarun dan hartanya.

Dari Ibunda Aisyah berkata bahwa Nabi bersabda, �Manusia terakhir dari umat ini akan mengalami kejadian al-maskh (pengubahan rupa), al khasaf (tanah amblas) dan qadzaf (lemparan). Aisyah bertanya, �Wahai Rasulullah, apakah kami binasa padahal di tengah kami ada orang-orang shalih?� Rasulullah menjawab, �Ya. Jika perbuatan keji merajalela.� (HR. at Tirmidzi, dishahihkan Imam al Albani dalam as Silsilah ash Shahihah).

Di dalam riwayat lain disebutkan, �Umat ini akan mengalami peristiwa al maskh, al khasaf dan qadzaf.� Seorang lelaki bertanya, � Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?� Rasulullah bersabda, � Jika biduanita dan alat-alat musik sudah bertebaran.� (HR. at Tirmidzi, akan tetapi sanadnya mursal).

Melalui kacamata iman, kita melihat alam ini tidaklah berjalan sesuai instingnya. Ada yang menguasai, mengatur dan memunculkan segala bentuk fenomena alam yang terjadi. Dialah Allah Rabb semesta alam. Sabda Nabi di atas menjadi bahan peringatan bagi manusia bahwa perbuatan keji akan mendatangkan bencana. Dan al khasaf adalah salah satunya.

Meskipun hadits kedua diatas mursal (ada keterputusan dalam sanad), tapi secara makna tidaklah bertentangan dengan hadits dari Aisyah. Biduanita dan alat musik dapat menjadi sampan yang mengantarkan seseorang pada perbuatan keji. Sudah berulangkali diberitakan, setelah menonton konser dangdut yang hampir pasti berisi tarian mesum, seseorang lalu berzina atau bahkan memperkosa.

Dunia Mulai Rapuh

Fenomena ini seperti mengungkapkan bahwa bumi seakan sudah tak kuasa lagi menanggung beban dosa manusia. Beban kesaksiannya serasa kian berat hingga tanah-tanah penopangnya mulai rapuh dan akhirnya runtuh. Manusia, kian hari kian bertambah jumlahnya dengan kualitas keislaman yang kian memburuk.

Sebenarnya fenomena ini adalah peringatan dari yang kuasa. Tapi malangya, kebanyakan manusia hanya mengetahui dan melihat fenomena kauniyahnya saja. Sedang ayat-ayat syariyah yang membicarakan hal itu, sangat sedikit dari mereka yang tahu. padahal ayat kauniyah dan syariyah ibarat dua rel yang harus diposisikan berjajar berimbang. Maka wajar saja jika kemudian, kebanyakan orang hanya menganggap hal itu sebagai fenomena yang lumrah. Langkah yang ditempuh pun sebatas langkah-langkah yang kauniyah sesuai logika; memperkuat bangunan, membangun gedung anti gempa, memasang alat pendeteksi bencana dan sebagainya. Padahal menghadapi alam, langkah-langkah itu tak akan banyak berarti. Karena pokok masalahnya, hakikatnya bukan pada alamnya, tapi manusia yang diberi amanah untuk mengelola alam oleh Yang Maha Kuasa.

Akhirnya, kita hanya bisa berharap agar dijauhkan dari keburukan akhir zaman. Terlindungi dari musibah raga lebih-lebih musibah jiwa. Tetap merengkuh cahaya iman, hingga nyawa lepas dari badan. Amin. (Abu Abdillah R.)





SAHABAT YANG HIJRAH DARI FITNAH

�Aku menemui beliau n seraya mengucapkan salam. Akulah orang yang pertama kali mengucapkan salam kepada beliau dengan perkataan; assalaamu �alaika ya Rasulullah.� Beliau menjawab: �Wa �alaikas salam, siapakah kamu? (HR.Muslim)

Dialah Abu Dzar Al Ghiffaary, Jundub bin Junadah z, sahabat mulia meriwayatkan sebanyak 128 hadits, yang Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam berkata tentangnya :

??? ????????? ????????????? ????? ????????? ????????????? ???????? ???? ????? ?????

Tidak ada seorang lelaki yang berada di hamparan bumi ini dan di bawah naungan langit ini yang lebih jujur daripada Abu Dzar z.� (HR. Ahmad)

Dia adalah orang yang tegas, pemberani, dan sangat kuat berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad n disamping kebenciannya kepada segala bentuk bid�ah dan penyimpangan dari ajaran Nabi shalallahu �alaihi wasallam . Dia adalah orang yang penyayang terhadap orang-orang lemah dari kalangan faqir dan miskin. Yang pada hari ini kita sangat butuh kepada orang-orang yang beruswah kepada Abu Dzar z, dengan kejujurannya, zuhudnya, penyayang terhadap faqir miskin, tidak mau menjilat/dekat dengan penguasa dan tidak takut dengan celaan orang yang mencela dalam mendakwahkan al haq.

Abu Dzar zsangat memegang teguh wasiat Nabi berikut ini:

�Telah berwasiat kepadaku orang yang amat aku cintai yakni Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam dengan tujuh perkara : Beliau memerintahkan aku untuk mencintai orang-orang miskin dan mendekati mereka, dan beliau memerintahkan aku untuk selalu melihat keadaan orang yang lebih menderita dariku. Beliau memerintahkan kepadaku untuk tetap menyambung silaturrahim walaupun karib kerabatku itu memboikot aku, dan aku diperintahkan untuk tidak meminta kepada seseorangpun untuk memenuhi keperluanku. Demikian pula aku diperintahkan untuk mengucapkan kebenaran walaupun serasa pahit untuk diucapkan, dan aku tidak boleh takut cercaan siapapun dalam menjalankan kebenaran. Aku dibimbing olehnya untuk selalu mengucapkan la haula wala quwwata illa billah (tidak ada daya upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan bantuan Allah), karena kalimat ini adalah simpanan perbendaharaan yang diletakkan di bawah Arsy Allah�. (HR. Ahmad)

Duhai, betapa berat untuk istiqamah di atas kebenaran. Di zaman pemerintahan Utsman bin Affan yang penuh limpahan barokah dan ilmu Al Qur�an dan As Sunnah serta masyarakat yang diliputi oleh kejujuran dan ketaqwaan, sempat ada orang (yakni Abu Dzar) memilih hidup menyendiri sampai dijemput mati. Apalagi di zaman ini, masyarakat diliputi oleh kejahilan tentang ilmu. Masyarakat yang jauh dari ketaqwaan, sehingga para pendustanya amat dipercaya dan diikuti, sedangkan orang-orang yang jujur justru dianggap pendusta dan dijauhi. Kalaulah tidak karena pertolongan, petunjuk dan bimbingan Allah, niscaya kita semua di zaman ini akan binasa dengan kesesatan, kedustaan dan pengkhianatan serta fitnah yang mendominasi hidup ini. Tapi ampunan dan rahmat Allah jualah yang kita harapkan untuk mengantarkan kita kepada keridha�an-Nya.

Dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan, Ketika Maut hendak menjemput, Abu Dzar menasehati istrinya : �Jangan engkau menangis, karena aku telah pernah mendengar Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam bersabda di suatu hari dan aku ada di samping beliau bersama sekelompok orang yang lainnya. Beliau bersabda: �Sungguh salah seorang dari kalian akan meninggal dunia di padang pasir yang akan disaksikan oleh sekelompok kaum Mu�minin�.

Kemudian Abu Dzar melanjutkan nasehatnya kepada istrinya: �Ketahuilah olehmu, semua orang yang hadir bersama aku waktu itu di hadapan Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam, telah mati semua di kampung dan desanya. Dan tidak tertinggal di dunia ini dari yang hadir itu kecuali aku. Maka sudah pasti yang akan mati di padang pasir seperti yang dikabarkan oleh beliau itu adalah aku. Oleh karena itu sekarang engkau lihatlah ke jalan. Engkau pasti nanti akan melihat apa yang aku katakan. Aku tidaklah berdusta dan aku tidak didustai dengan berita ini�.

Istrinya menyatakan kepadanya: �Bagaimana mungkin akan ada orang yang engkau katakan, sedang musim haji telah lewat ?!�.

Abu Dzar tetap meyakinkan istrinya untuk melihat ke arah jalan: �Lihatlah jalan!�. benarlah perkataan Abu Dzar. rombongan itupun berhenti didepannya kemudian bertanya : Mengapa engkau ada di sini ? Maka perempuan itupun menyatakan kepada mereka: �Di sini ada seorang pria Muslim yang hendak mati, hendaknya kalian mengkafaninya, semoga Allah membalas kalian dengan pahalaNya�. Maka merekapun menanyainya: �Siapakah dia ?� Perempuan itu menjawab: �Dia adalah Abu Dzar�. Mendengar jawaban itu mereka berlarian turun dari kendaraannya masing-masing menuju gubuknya Abu Dzar. Dan ketika mereka sampai di gubuk itu, mereka mendapati Abu Dzar sedang terkulai lemas di atas tempat tidurnya. Tapi masih sempat juga Abu Dzar memberi tahu mereka : �Bergembiralah kalian, karena kalianlah yang diberitakan Nabi sebagai sekelompok kaum Mu�minin yang menyaksikan saat kematian Abu Dzar�. Kemudian Abu Dzar menyatakan kepada mereka : �Kalian menyaksikan bagaimana keadaanku hari ini. Seandainya jubbahku mencukupi sebagai kafanku, niscaya aku tidak dikafani kecuali dengannya. Aku memohon kepada kalian dengan nama Allah, hendaklah janganlah ada yang mengkafani jenazahku nanti seorangpun dari kalian, orang yang pernah menjabat sebagai pejabat pemerintah, atau tokoh masyarakat, atau utusan pemerintah untuk satu urusan�.

Dengan penuh kegembiraan, Abu Dzar menghembuskan nafas terakhirnya, selamat jalan wahai Abu Dzar untuk menemui Allah dan Rasul-Nya yang amat engkau rindukan. Beristirahatlah engkau di sana. Jenazah Abu Dzar dirawat oleh pemuda Anshar pilihan Abu Dzar, dan segera dishalati serta dikuburkan oleh kafilah tersebut di Rabadzah.

(Disarikan dari : Suwar Min Hayati Shahabah, hal. 140-148. Zaujati Shahabah, hal. 40-53, kutubul hadits, Maktabah syamilah,)






KESETARAAN GENDER

Mungkin kita bertanya-tanyatatkala menjelang tengah malam melewati suatu ruas jalan di luar kotakok macet. Setelah berhasil melewati kemacetan itu, barulah tahu ternyata disebabkan ribuan manusia yang keluar dari sebuah pabrik garment, ribuan yang lain masuk, agaknya sedang terjadi pergantian shift kerja. Sebagian besar wanita.

Kesetaraan Gender dalam Bantuan dan Investasi Asing

Masuknya investasi asing ke negara-negara berkembang merupakan langkah lanjut liberalisasi dalam bidang ekonomi. Paham liberalisme, meniscayakan mereka yang dengan bakat dan keahliannya di bidang ekonomi untuk memiliki modal dan terus memperbesar modalnya tanpa batas.

Para pemilik modal itu, baik di-personifikasi-kan oleh goverment, atau semi-goverment seperti IMF, World Bank, maupun pihak swasta, mereka pasti punya kepentingan. Apakah kepentingan itu murni ekonomi, atau kepentingan lain jangka panjang yang disembunyikan, yang pasti bukan demi menolong negara dan penduduknya yang sedang mereka pinjami, meskipun mereka menamakannya bantuan, atau bahkan �hibah� sekalipun.

Mereka tidak melakukan investasi modal tanpa syarat, �tidak ada makan siang gratis�. Syarat-syarat itu diantaranya : demokratisasi di bidang politik, menghilangkan hambatan biaya masuk dalam bidang perdagangan dan kesetaraan gender. Yang dimaksud persyaratan kesetaraan gender, bahwa bantuan atau investasi yang dikucurkan harus memberi konsesi ruang keterlibatan wanita dalam proyek yang dimaksud. Jika dalam bentuk pembukaan pabrik, maka pabrik itu harus memperkerjakan sekian persen tenaga kerja wanita. Jika bantuan kepada goverment, maka pemerintah tersebut harus punya political will untuk keterlibatan lebih luas bagi wanita dalam berbagai ruang publik.

Mengapa? Semua produk barat dalam seluruh aspeknya, tumbuh dari spirit liberalisme, penjebolan terhadap norma-norma agama dan pemberontakan sistem politik monarchi. Maka seluruh turunan produknya, secara otomatis pasti mengandung nafas dan detak jantung kehidupan paham liberal, baik transparan maupun hidden agenda, agenda terselubung.

Sikap Kebanyakan Goverment terhadap Bantuan dan Investasi Asing

Pemerintahan di negara-negara berkembang, mayoritas bersikap inferior. Mereka selalu berharap agar negaranya menjadi tujuan menarik investasi modal asing. Agar menjadi negara yang eksotik sebagai tujuan investasi, mereka berusaha mati-matian mencitrakan diri sebagai negara dengan pemerintahan yang stabil jauh dari gonjang-ganjing politik, kondisi keamanan mantap tidak ada gangguan aksi terorisme dan kemudahan regulasi peraturan yang membuat investor merasa nyaman.

Di sisi lain, para politisi yang memerintah itu, mengambil keuntungan dari hidupnya perputaran ekonomi, berkurangnya jumlah pengangguran karena terserap oleh perusahaan yang ber-investasi tersebut,� dan yang terpenting, jika pemerintahannya stabil,pertumbuhan ekonomi positif, hal itu (juga) merupakan investasibagi para politisi itu untuk masuk bursa pencalonan lagi periode selanjutnya.

Jadi, ilustrasi yang digambarkan pada awal tulisan ini, sejatinya bukan sesuatu yang terjadi secara kebetulan tetapi by design, setidaknya bagi para investor. Mereka sadar betul bahwa uang yang mereka miliki adalah kekuatan.Uang merupakan alat penjajahan baru yang efektif. Disatu sisi mereka dapat menekan para peminjam dengan menggunakan modal yang dimiliki, disisi lain negara terjajah tidak begitu sadar bahwa sejatinya mereka berada dalam penjajahan bentuk baru yang lebih halus.

Begitu halusnya, sehingga dapat meminimalkan perlawanan penduduk terjajah, karena mereka tidak merasa terjajah, bahkan merasa dibantu. Meskipun dalam jangka panjang mereka merasakan akibatya;mereka tergantung kepada asing, posisi tawar mereka rendah di hadapan pemberi hutang, kekayaan alam mereka terkuras habis, antara biaya hidup dan pendapatan makin jauh jaraknya, sementara hutang negara terus terakumulasi.

Kerusakan Institusi Keluarga Akibat Kesetaraan Gender Kaum Liberal

Salah satu prinsip yang diusung oleh negara-negara penganut paham kebebasan adalah kesamaan derajat antara kaum laki-laki dan wanita. Konsep kebebasan yang mereka anut pun, bukan konsep berbagi tugas sesuai dengan fitrah dan bersekutu pahala seperti dalam Islam. Kebebasan yang mereka tuntut adalah kebebasan dalam nuansa pemberontakan seperti pada awal kelahiran liberalisme di akhir abad 18 masehi.

Mereka menginginkan kesamaan hak penuh antara laki-laki dan perempuan, berebut kesempatan yang sama dimana kaum laki-laki berkiprah. Mereka menuntut bebas keluar rumah, bebas bekerja, bebas mengelola hasil kekayaan mereka sendiri, bebas menentukan pasangan hidup, bebas menentukan untuk tidak terikat dengan ikatan pernikahan, bebas ber-ekspresi tanpa terikat oleh norma-norma agama yang dalam pandangan mereka membelenggu. Juga hak di dalam bidang politik.

Sebagian yang mereka tuntut, pada dasarnya hak itu diakui oleh Islam, seperti mengelola dan men-tashorruf-kan (mendistribusikan) hartanya sendiri (hasil usahanya, hibah dari orang lain maupun warisan). Islam tidak menghalangi mereka untuk membelanjakannya dalam perkara-perkara yang ma�ruf. Tetapi banyak tuntutan lain yang sejatinya keluar dari fitrahnya dan merusakkan sendi-sendi kehidupan masyarakat muslim dalam jangka panjang.

Tuntutan kaum wanita atas nama emansipasi seperti kampanye kaum liberal yang mengaku Islam, kesetaraan gender, atau apapun, ketika keluar dari fitrahnya, akan meruntuhkan sendi-sendi masyarakat Islam. Kebebasan itu ber-implikasi langsung tidak terurusnya anak-anak dan suami mereka, rumah tangga mereka menurun kualitas dan intensitas komunikasinya, kasih sayang mengering, akhirnya ikatan keluarga terburai. Terampasnya ruang kaum lelaki untuk bekerja, akibat terisinya peluang kerja tersebut oleh kaum wanita, apalagi sering kali bayaran yang dikeluarkan untuk mereka lebih kecil dibandingkan jika memperkerjakan laki-laki.

Keluarnya mereka juga berakibat terjadinya ikhtilath, bercampurnya kaum laki dan kaum wanita dalam pekerjaan dan interaksi intensif antara laki-laki dan wanita dalam durasi yang panjang dan frekuensi yang terus terulang, menimbulkan masalah baru seringnya terjadi pelanggaran moral dan agama. Disisi lain, intensitas dan kualitas hubungan mereka dengan suami dan anak-anaknya semakin menurun. Hal ini meniscayakan kemerosotan kualitas institusi keluarga sebagai basis pengkaderan generasi dan efeknya pasti akan terasa dalam jangka panjang. Pendirian pabrik-pabrik, selalu diikuti dengan menjamurnya mess-mess pekerja di sekitar pabrik untuk menampung buruh yang tempat tinggalnya jauh. Interaksi sosial sesama mereka dan kebutuhan-kebutuhan biologis mereka, disertai rendahnya tingkat pendidikan dan kehidupan keber-agama-an mereka, sering berimplikasi merosotnya kualitas moral dan terjadinya pelanggaran etika.Apalagi, atas nama efisiensi, banyak pabrik yang membagi shift kerja hingga tiga daur dalam 24 jam, dan tidak mengecualikan pekerja wanita dalam daur shift tersebut. Masih atas nama kesetaraan gender tadi.Sulit sekali untuk memandang masalah ini sebagai suatu kebetulan, mengingat latar belakang ideologi yang dianutnya, sejarah pertumbuhannya dan segala aspek yang melingkupi.

Barat sendiri menyadari keruntuhan moral dalam kehidupan masyarakat mereka. Tetapi nyatanya mereka tetap meng-eksport cara hidup itu dengan berbagai bentuk kekuatan dan tekanan agar dapat diterima. Tampaknya barat tidak mau tercebur jurang sendirian. Sedihnya, para penguasa di negara-negara berkembang yang mayoritas Islam itu tidak menyadari bahaya tersebut. Semua disebabkan karena mata hati mereka tertutup oleh tujuan-tujuan politis yang membutakan itu,wal-�iyaadzu billah.






RIYA YANG MENGHANCURKAN

Hidup di zaman modern yang disesaki berbagai piranti canggih, betapa susahnya mengontrol diri untuk tidak riya�. Bukan berarti hidup di zaman dahulu, di mana berbagai piranti itu belum ada, keinginan untuk berbuat riya� mudah dikontrol. Tidak. Riya� adalah sebentuk keinginan negatif yang diletikkan oleh setan semenjak dahulu hingga sekarang ke dalam hati manusia untuk menggelincirkan mereka dari jalan Allah ta�ala. Keinginan itu sejatinya telah ada semenjak dahulu. Hanya saja keinginan itu kini tampaknya datang lebih kuat dan intens.

Karena itu, betapa gampangnya sekarang didapatkan seseorang berbuat suatu amal kebajikan -sebut saja sebagai misal: bakti sosial membantu sesama yang tengah ditimpa bencana- yang beritanya cepat tersebar ke mana-mana. Tidak hanya tersebar di lokasi di mana kejadian itu berlangsung saja, namun juga tersebar ke berbagai sudut dunia yang jauh. la bisa tersebar dengan demikian cepat melalui radio, televisi, internet, koran, dan media lain yang masih banyak lagi. Piranti-piranti canggih itu memungkinkan seolah tidak ada sejengkal pun tempat di dunia ini yang bisa luput dari jangkauan berita yang disebarkannya secara massive dan bertubi.

Modernitas memang acap menimbulkan dilema. Acap pula menjadi pisau bermata dua. Sisi positif dan negatifnya -dalam konteks ini keinginan antara berbuat riya� atau tidak- bertarung untuk saling mendominasi di dalam hati. Yang lantas menjadi

Pertanyaan sekarang adalah: bagaimana memenangkan dominasi keinginan untuk tidak berbuat riya� itu? Langkah apa saja yang bisa ditempuh?

Mencari Kedudukan

Riya� , merujuk pada keterangan DR. Ahmad Farid dalam Al-Bahrur Raiq fiz Zuhdi war Raqaiq berasal dari kata ru�yah (melihat). Riya� � diartikan dengan, mencari kedudukan di hari orang lain dengan memperlihatkan amalan dan perilaku yang baik. Kedudukan itu bisa berbentuk pujian, sanjungan, penghormatan dan citra baik bagi si pelaku amal.

Biasanya, motif yang melatarbelakangi perbuatan riya� itu ada tiga. Pertama, motif untuk mengukuhkan kemaksiatan. Seperti orang yang menampak-nampakkan ibadah, taqwa dan wara� nya agar ia dikenal sebagai seorang yang baik dan amanah. Itu ia lakukan supaya orang-orang mau mempercayakan pengurusan masalah harta kepadanya. Setelah, ia pun lalu melakukan tindak kejahatan terhadap harta benda tersebut. Di sini, ia melakukan riya�nya itu dengan maksud untuk memuluskan kemaksiatan yang lain, semisal korupsi atau mencuri.

Kedua, ingin memperoleh keuntungan duniawi. Seperti misalnya orang yang menampak-nampakkan ilmu dan ibadahnya agar ada orang yang mau memberikan imbalan materi kepadanya. Riya� itu ia lakukan tidak lain agar la mendapatkan keuntungan materi. Riya� nya adalah tunggangan baginya untuk mengelabui orang lain demi untuk mendapatkan sesuatu dari mereka. Jenis riya� ini sangat berbahaya lantaran adalanya motif tidak benar dari si pelaku untuk memperoleh sesuatu dengan menampak-nampakkan ketaatannya kepada Allah ta�ala.

Dan motif ketiga, riya� karena tidak ingin direndahkan orang lain. Seperti seseorang yang menampak-nampakkan ketekunannya beribadah kepada orang lain agar mereka tidak memandangnya secara rendah sebagai orang awam kebanyakan yang tidak mempunyai prestasi apa-apa. Tapi agar ia bisa dipandang sebagai seorang ahli ibadah yang banyak bertaqarrub kepada Allah ta�ala.

Berbuat riya�, apapun jenis motif yang ada di belakangnya, akan merusak agama seseorang. ltu karena riya� dapat menghancurkan pahala pahala amal ibadah. Seseorang yang beribadah, yang motif dalam melakukannya adalah riya�, kelak tidak akan mendapatkan nilai guna apapun dari ibadahnya tersebut. Allah memberitahukan,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir � (QS. Al Baqarah: 264).

Di dalam sebuah hadits shahih riwayat Muslim disebutkan, bahwa kelak di hari kiamat Allah akan mula-mula mengadili tiga kelompok orang yang dijanjikan akan memperoleh pahala besar. Mereka itu adalah orang-orang yang ingin mati syahid, para ahli al-Qur�an dan ahli sedekah. Terhadap orang yang mati syahid, Allah mengingatkan perihal nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepadanya dan ia pun mengakuinya. Allah bertanya kepadanya, �Apa yang kau lakukan dengan nikmat itu?� Ia menjawab, �Aku berperang di jalan-Mu hingga mati syahid.�

Allah menyanggahnya, �Engkau berdusta! Sebaliknya engkau berperang agar orang-orang menyebutmu pemberani! Dan itu sudah dikatakan oleh mereka!� Allah lalu memerintahkan agar orang tersebut diseret di atas mukanya kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Di kelanjutan hadits disebutkan bahwa kejadian yang serupa juga menimpa kelompok manusia yang kedua dan ketiga. Naudzubillah!

Bahkan dalam sebuah hadits lain Rasulullah shalallahu �alaihi wasallam juga memberitahukan sangsi memalukan yang akan didapatkan oleh orang yang berbuat riya� . Beliau bersabda,

�Orang yang berbuat sumah (ingin didengan orang lain), maka Allah akan memperdengarkannya. dan siapa yang berbut riya, Allah akan memperlihatkannya.� (HR. Bukhari dan Muslim)

Memupuk Keikhlasan

Benar bahwa riya� adalah gangguan hati yang sangat kuat dan berbahaya. Tapi sesungguhnya gangguannya itu bisa dipunahkan, seperti disebutkan oleh Faishal Ali al-Ba�dani dalam Qaidatul lnthilaq wa Qaribura Najat, tidak lain adalah keikhlasan. Bila riya� telah mendominasi hati seseorang ketika melakukan suatu amal kebajikan, maka untuk memunahkannya adalah memeranginya dengan cara mengikhlaskan amal kebajikan tersebut hanya untuk Allah ta�ala semata.

lkhlas maknanya adalah keinginanan seseorang dalam melakukan suatu amal ibadah semata untuk menjadikannya sebagai media bertaqarrub kepada Allah. Bukan untuk tujuan lain di luar itu, semisal mencari pujian atau dipuji orang lain. Ikhlas adalah keinginan yang tulus lillahi ta�ala. Dan hati yang seluruh keinginannya bisa dikondisikan seperti ini manakala pemiliknya melakukan amal ibadah adalah hati yang bisa terselamatkan dari belitan jaring-jaring setan.

Allah berfirman yang artinya, �Iblis berkata: �Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma�siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.� (QS. Al-Hijr: 39-40)

Karena riya tak henti-hentinya diletikkan setan ke dalam hati manusia. Mulai dari keinginan ibadah tersebut muncul dan pada saat beramal. Bahkan, saat amal tersebut sudah terjadi bertahun-tahun sebelumnya. Sebenarnya ada beberapa cara untuk menjaga keikhlasan tersebut:

Pertama, Menguatkan ubudiyah kepada Allah, dzat yang maha pemurah yang akan membalas kebaikan kita melebihi daya yang kita kerahkan untuk merealisasikan ibadah tersebut. Kedua, memahami hakikat keikhlasan secara mendalam. Pemahaman yang mendalam tentang hakikat keikhlasan akan menggiring seseorang untuk lebih mudah bersikap ikhlas. Ketiga, mengingat-ingat ganjaran antara ikhlas dan riya� dalam beramal. Dengan senantiasa mengingat-ingat dan membanding-bandingkan keduanya, dimungkinkan keinginan untuk selalu berlaku ikhlas menjadi terus bergelora.

Keempat, bermuraqabah dan bermujahadah. Maksudnya, menghadirkan perasaan bahwa Allah lah yang menyaksikan amal kita dan membalasnya. Kemudian melakukan amalan tesebut semaksimal dan sebaik mungkin. Kelima, memohon petolongan kepada Alah agar selalu konsisten dalam ikhlas. Ini penting, karena lurusnya keinginan manusia adalah karena maunah Allah. Adapun orang yang mampu ihlas tanpa adanya pertolongan dari Allah adalah omong kosong.

Ketujuh, meninggalkan ujub dan meremehkan orang lain. Kebiasaan seseorang menganggap besar amal kebajikan yang telah dilakukannya dan menganggap kecil amal yang dilakukan orang lain haruslah ditinggalkan. Kebiasaan ini justru hanya akan menyuburkan riya� di dalam hatinya. Kedelapan, berkawan dengan orang-orang baik. Itu karena sangat mungkin orang-orang balk itu bisa membantu untuk tidak berbuat riya�.

Kesembilan, meneladani orang-orang ikhlas. Keteladanan dari orang-orang ikhlas itu bisa difungsikan sebagai contoh bagaimana seseorang berlaku ikhlas secara semestinya. Dan yang terakhir, menjadikan ikhlas sebagai tujuan. Maksudnya, mencanangkan semacam tekad final bahwa tujuan dalam beribadah memang semata lillahi ta�ala, bukan untuk tujuan lain di luar itu.

Langkah-langkah di atas adalah usaha untuk menghilangkan sang perusak pahala. Di samping juga untuk mempersubur keikhlasan. Sebenarnya, orang harus merasa cemas, karena batas antara dosa dan pahala sangat tipis. Yaitu, niat yang ada dalam hati. Sungguh sayang apabila pahala berbagai amal kebajikan yang telah tabung di dunia, dengan mengorbankan waktu, pikiran, harta benda, bahkan nyawanya, tiba-tiba lenyap begitu saja. Bak butiran debu yang diterbangkan angin riya�. Naudzu billah.



READ MORE - tutur kata hati