KESEDIHAN
Orang yang sedang dirundung kesedihan pikirannya akan selalu terisi
bayangan-bayangan yang buruk. Bila kita dalam kesendirian maka pikiran kita
teringat sesuatu yang membuat hati kita menjadi sakit. Untuk bisa melupakan
kesedihan tentunya tidaklah mudah. Biasanya bayangan itu muncul dikala kita
dalam kesendirian atau tidak adanya aktifitas. Jadi salah satu cara mengobati
luka dihati adalah dengan melakukan aktifitas yang menyibukkan diri.
Dengan mengisi keseharian kita dan pikiran dengan aktifitas. Menyibukkan diri
setiap menitnya kehidupan kita dengan bekerja sehingga tidak ada ruang bagi
kesedihan hinggap di dalam benak kita. Jika kita bekerja terus memadati
kehidupan kita dari pagi hingga sore. Seperti di bulan suci Ramadhan sekarang
ini dengan bekerja, pulang sampai rumah kemudian berbuka puasa, sholat
tarawih, kita menjadi lelah dan langsung tidur dengan pulasnya maka tidak ada
waktu lagi untuk memikirkan kesedihan.
Bila di hari ilbur, pergilah bersama teman-teman atau menjadi relawan pada
aktifitas sosial yang paling penting tidak membiarkan diri kita dalam
kesedirian sebab kesendirian inilah yang membuat kita tenggelam dalam kesedihan
itulah sebabnya isilah selalu diri anda dengan aktifitas, pekerjaan, kesibukan
dan teman yang memiliki energi positif.
Jangan pernah membiarkan diri tenggelam dalam kesedihan, salurkan semua energi
untuk beraktifitas dan bekerja agar kesedihan tidak masuk ke pikiran kita.
Bekerja juga membuat hidup kita berarti, tidak peduli apapun pekerjaan kita,
yang penting halal dan di ridhoi oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Jangan
menganggur! Menganggur akan membuat pikiran kita hanya diisi bayangan buruk dan
merusak. Lakukan pekerjaan apapun yang membuat diri anda berarti dan mampu
mensyukuri hidup ini.
'Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti
Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka didunia. Dan sesungguhnya
pahala akherat adalah lebih besar kalau mereka mengetahui, yaitu orang-orang
yang bersabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (QS. an Nahl :
41-42).
Teman yang berbahagia, Mari kita sama-sama berdoa memohon kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala :
'Segala puji bagiMu Ya Allah, Engkau tak pernah berhenti menyertaiku. Engkau
selalu menerima dan mencintaiku, Tak henti-hentinya Engkau memberikan Kasih
sayang-Mu untuk membuatku menerima keadaan hidupku penuh syukur, bekerja dan
berbagi dengan orang lain di bulan suci Ramadhan ini.' Amin Ya Robbal Alamin
BERBEKAL UNTUK HIDUP SETELAH MATI
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr 18)
Ayat ini mengajak kita untuk senantiasa mengingat dan meneliti kembali
bekal yang kita persiapkan untuk kehidupan setelah kematian. Faedah
besar akan kita dapatkan jika kita melihat sisi kurang perbekalan yang
mesti kita siapkan. Karena ini akan memacu kita untuk menutup kekurangan
dan memperbanyak amal ketaatan. Tapi jika kita ujub, merasa telah
mencapai derajat tertentu dalam keimanan, merasa telah memiliki bsnyak
tabungan kebaikan, maka hal ini akan membuat kita terpedaya.
Tiga Cara Mengusir Ujub
Imam Syafi'i memberikan tips kepada kita supaya tidak lekas
berbangga dengan amal yang berhasil kita tunaikan, atau dosa yang mampu
kita tinggalkan. Beliau berkata, "Jika kamu khawatir terjangkiti
ujub, maka ingatlah tiga hal; ridha siapa yang kamu cari, kenikmatan
manakah yang kamu cari, dan dari bahaya manakah kamu hendak lari. Maka
barangsiapa merenungkan tiga hal tersebut, niscaya dia akan memandang
remeh apa yang telah dicapainya."
Alangkah dalamnya nasihat beliau. Mari kita jawab tiga pertanyaan
tersebut, lalu kita selami kedalaman makna dari nasihat tersebut.
Pertama, ridha siapa yang kamu cari? Jawaban idealnya tentu ridha Allah
yang kita cari. Tapi bagaimana dengan aplikasinya? Kita tengok apa
yang kita lakukan setiap hari, adakah setiap langkah, gerak-gerik kita,
diam dan bicara kita, terpejam dan terjaganya mata kita selalu demi
meraih ridha-Nya? Bahkan kegigihan dan pengorbanan manusia untuk
mendapatkan ridha atasan, kekasih, atau untuk mendapat kewibawaan di
kalangan masyarakat seringkali lebih hebat dari usaha dia untuk
menggapai ridha Allah.
Kedua, Kenikmatan manakah yang kamu cari? Tentu kita akan menjawab,
"kenikmatan jannah." Sebagaimana doa yang selalu kita panjatkan,
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu jannah." (HR Abu Dawud)
Tapi, sudahkah layak usaha yang kita lakukan sehari-hari itu diganjar
dengan pahala jannah yang identik dengan kenikmatan tiada tara dan tak
ada sesuatupun yang identik dengan kesengsaraan dan penderitaan? Berapa
kalkulasi waktu yang kita pergunakan untuk beribadah kepada Allah, lalu
bandingkan dengan keinginan kita untuk mendapatkan kenikmatan jannah.
Banyak orang rela bekerja sehari 8 jam, untuk mendapatkan rumah mewah
sepuluh atau belasan tahun kemudian. Tapi, adakah rumah itu lebih mewah
dari rumah dijannah yang digambarkan oleh Nabi, "batu-batanya dari
emas dan batu-bata dari perak?" Manakah yang lebih luas, rumah
dambaannya, ataukah rumah di jannah yang disebutkan Nabi saw,
"Panjangnya sejauh 60 mil." (HR Muslim)
Maka pikirkanlah, berapa waktu yang mesti kita pergunakan setiap
harinya, agar kita mendapatkan rumah sebesar dan seindah itu?
Barangsiapa merenungkan hal ini, niscaya akan menganggap bahwa amalnya
belum seberapa. Belum sepadan antara usaha yang dia lakukan dengan
`hadiah' yang dijanjikan oleh Allah bagi orang mukmin di jannah.
Ketiga, dari bahaya manakah kita hendak lari? Tentu kita akan menjawab,
"Dari siksa api neraka", sebagaimana hal ini juga menjadi
permohonan yang senantiasa kita panjatkan kepada Allah,
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari neraka."
(HR Abu Dawud)
Masalahnya, adakah perbuatan yang kita lakukan setiap harinya sudah
mencerminkan kondisi orang yang menghindar dari bahaya neraka yang amat
dahsyat? Ataukah keadaan kita seperti yang digambarkan oleh seorang
ulama salaf ketika memperhatikan banyak orang terlelap di waktu malam
tanpa shalat, "Aku heran dengan jannah, bagaimana manusia bisa tidur
lelap sedangkan katanya ia sedang memburunya. Dan aku heran terhadap
neraka, bagaimana bisa manusia tidur nyenyak, sementara ia mengaku
tengah lari dari bahayanya?"
Mungkin kita pernah melihat orang yang takut ditimpa suatu penyakit,
takut ditangkap aparat, takut di PHK dari suatu perusahaan, takut
dirampok dan lain-lain. Merekapun bertindak ekstra hati-hati dan waspada
terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Padahal itu semua bukan
apa-apanya bila dibandingkan dengan ancaman neraka. Tapi adakah kita
yang mengaku takut neraka lebih takut dan waspada dari keadaan mereka?
Tidak diragukan lagi, jika kita memikirkan ketiga perkara di atas, kita
akan merasa, betapa amal kita masih jauh dari sempurna, masih jauh dari
yang semestinya. Sehingga kita tak layak untuk ujub dan berbangga.
Selayaknya kita menghitung kembali perbekalan kita, meneliti agar tak
satupun tercecer, dan kita memilah dan memilih, mana yang harus dibawa,
dan mana pula yang harus ditinggal.
Jangan Keliru Membawa Bekal
Semangat untuk beramal adalah baik. Namun setiap amal harus di dahului
dengan ilmu yang benar. Jika tidak, bisa jadi bekal yang dibawa keliru.
Ibarat seorang musafir yang membawa onggokan kerikil dalam perjalanan,
disangkanya itu bekal yang membantunya dalam perjalanannya, tidak
tahunya justru menjadi beban yang memberatkan perjalanannya. Ini
perumpamaan bagi orang yang beramal tanpa dilandasi ilmu yang benar,
sehingga ia terjerumus kepada bid'ah yang tidak dicontohkan oleh
Nabi maupun diajarkan oleh syariat. Allah mengabarkan nasib tragis di
akhirat yang dialami oleh orang yang keliru membawa bekal,
"Katakanlah:"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al Kahfi :104)
Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini,
"Ini adalah kondisi orang memiliki banyak amal, akan tetapi dia
lakukan bukan untuk Allah atau tidak mengikuti sunnah Rasulullah
saw."
Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan tujuan dan tindakan...
PERBAGUSLAH HUBUNGAN KITA DENGAN ALLAH
Wahai Tuhanku
Aku bukan orang yang pantas tinggal di surga-Mu
Tetapi aku juga tak sanggup di neraka-Mu
Anugerahi aku kemampuan kembali pada-Mu
Dan ampuni dosa-dosaku
Pengakuan di atas mempunyai makna bahwa kita dapat masuk surga bukan karena
semata-mata amal kita namun karena anugerahNya, karuniaNya dan ampunanNya.
Kita paham bahwa seseorang tidak bisa dipastikan masuk surga walaupun ia telah
melakukan amalan-amalan yang baik.[ibadahnya nampak ikhlas, dan ketaatannya
demikian tinggi] dan jalan kehidupannya pantas untuk diteladani- kecuali jika
diijinkan oleh Allah, sebagai keutamaan yang diberikan kepadanya. Maka dengan
keutamaan dan karunia-Nya itu ia masuk surga.
Karena amal baik yang ia lakukan tidaklah dapat dilakukan dengan mudah kecuali
karena kemudahan/pertolongan dari Allah. Jika Allah tidak memberi kemudahan /
pertolongan niscaya ia tidak dapat melakukannya. Dan jika Allah tidak
mengarunianya hidayah niscaya ia tidak mendapat hidayah selama-lamanya,
[meskipun ia telah berupaya keras].
Hal ini sebagaimana firman Allah ta'ala:"...Sekiranya kalau bukan karena
karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang
bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa saja yang dikehendaki?" (QS An-Nuur:21)
Allah juga berfirman memberitakan tentang penduduk surga:"..Dan mereka berkata:
"segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini, dan kami
sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami
petunjuk.." (QS Al-A'raaf:43).
Ahli ibadah tertutup dari cahaya taufiq dan pertolongan Allah Ta'ala oleh
kegelapan memandang ibadah mereka, memandang pengetahuan bahasa Arab mereka,
memandang ilmu dan pemahaman agama mereka.
Lalu bagaimana upaya kita agar mendapatkan kemudahan atau pertolongan dari
Allah ?
Perbaguslah hubungan kita dengan Allah.
Bagaiamana kita dapat melangsungkan hubungan dengan Allah ?
1. Kenalilah Allah (ma'rifatullah).
2. Akhlak yang baik dihadapan Allah atau akhlakul karimah yakni keadaan
sadar atau perilaku secara sadar dan mengingat Allah.
3. Berinteraksilah dengan Allah, berinteraksi melalui firman-firmanNya,
baca, pahami dan jalankanlah petunjukNya, sebagai contoh ketahuilah dan
lakukanlah apa yang Allah cintai dari hambaNya, dan hindari apa yang Allah
tidak sukai seperti,
* - Allah mencintai muslim yang bertobat
* - Allah mencintai muslim yang mensucikan dirinya
* - Allah menyukai muslim yang bersih
* - Allah menyukai muslim yang bertaqwa
* - Allah menyukai muslim yang bertawakal kepadaNya
* - Allah mencintai muslim yang berbuat baik.
* - Allah mencintai muslim yang zuhud di dunia.
* - Allah mencintai muslim yang sabar
* - Allah mencintai muslim yang menepati janji
* - Alah mencintai muslim yang berlaku adil
* - Allah mencintai muslim bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min
* - Allah mencintai muslim yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir
* - Allah mencintai muslim yang berjihad dijalan Allah.
* - Allah mencintai muslim yang berperang dijalan Allah dalam barisan yang
teratur.
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong , membanggakan diri.
* - Allah tidak menyukai orang-orang kafir
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang ingkar
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat
* - Allah tidak menyukai orang-orang yang bergelimang dosa
* - Allak tidak menyukai ucapan yang buruk kecuali orang yang teraniaya.
Marilah dengan ibadah puasa Ramadhan, kita dapat merasakan pertemuan dengan
Allah sehingga kesempatan yang baik bagi kita untuk dapat memperbagus hubungan
dengan Allah.
"Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka
dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya" (HR Bukhari).
Bagaimana dengan puasa kita dapat merasakan pertemuan dengan Allah ?
Seandainya Dapat Kembali ke Dunia lagi
Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: ?Ya
Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia)??(QS. Al Mukminun: 71)
Setiap manusia yang hidup pasti memiliki angan ? angan. Memiliki cita ? cita
dan keinginan. Mungkin seorang yang miskin akan melamun, ?kapan saya bisa
kaya?? seorang yang kaya menginginkan supaya kekayaanya berkembang berlipat
ganda. Tatkala seorang sakit, dia akan membayangkan seandainya bisa sembuh.
Maka benar sabda Rasulullah saw, ?Seandainya anak adam memiliki emas
segunung Uhud, pasti dia akan lebih senang seandainya memiliki dua emas
segunung Uhud, dia tidak akan merasa tercukupi melainkan tanah telah
memenuhi mulutnya, dan Allah akan memberikan ampunan kepada siapa saja yang
bertaubat.? (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan ad Darini)
Maksudnya manusia akan senantiasa tamak terhadap dunia sampai dia meninggal
dan mulutnya terpenuhi oleh tanah kubur.
Manusia yakin mati adalah keniscayaan-Nya, namun tidak sedikit yang ketika
ajal menjemput, baru menyadari hakekat kehidupan dunia. Saat itulah dia
menyesali perbuatan yang pernah dilakukan di dunia. Namun semua sia ? sia,
tidak ada lagi amal shalih baginya yang dapat dikerjakan, yang ada hanyalah
perhitungan amal. Maka kabar gembira bagi orang ? orang shalih, ?Dan itulah
jannah yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal ? amal dahulu kamu
kerjakan.? (QS. Az Zukhuf: 72)
Dan kabar buruk bagi si thalih (antonym shalih), ?Sesungguhnya orang ? orang
yang berdosa kekal di dalam azab Jahanam.? (QS. Az Zukhuf: 74)
Angan ? angan orang shalih
Mereka adalah orang ? orang yang selamat dari siksa neraka yang kekal. Dan
mereka bertingkat ? tingkat sesuai dengan derajat yang mereka peroleh. Orang
? orang shalih memiliki harapan dan angan diantaranya:
1.Setelah meninggal dunia, ia ingin segera diantar ke kubur. Dari Abu Said
al Khudri, Rasulullah saw bersabda, ?Apabila jenazah telah siap, kemudian
dipikul oleh kaum laki ? laki di atas punggungnya, apabila dia jasad yang
shalih, akan berkata, ?Dahulukanlah aku, dahulukanlah aku?. Apabila tidak
shalih, dia, ?Celaka, ke mana mereka hendak pergi? Suara itu didengar oleh
siapapun kecuali manusia, dan seandainya saja mereka dapat melihat, pasti
akan goncang.? (HR. al Bukhari dan an Nasa?i)
2. Dia berharap tidak kembali ke dunia dan berharap kiamat segera tiba,
sebab mereka melihat derajatnya yang begitu mulia di jannah. Dia ingin
segera masuk ke dalam kenikmatan yang kekal. Rasulullah saw telah
menceritakan kepada kita saat seorang mukmin ditanya oleh dua malaikat di
dalam kubur,??Tiba ? tiba terdengar suara yang memanggil dari langit,
hamba-Ku benar, maka persilahkan dia menempati tempat tidurnya di Jannah,
pakaikanlah pakaian Jannah, bukakanlah baginya pintu menuju Jannah. Kemudian
arwahnya datang beserta bau harum, kuburnya diluaskan sejauh mata memandang,
lalu datang seorang laki ? laki berwajah tampan, berpakaian bagus dan harum,
dia berkata: saya datang memberi kabar gembira untukmu, ini adalah harimu
yang telah dijanjikan. Dia berkata: ?Siapakah kamu?? Laki ? laki itu
berkata: ?Saya adalah amal shalihmu.? Dia berkata: ?Ya Rabbku bangkitkanlah
hari Kiamat, ya Rabbku bangkitkanlah hari Kiamat, sehingga saya dapat
kembali menemui keluarga dan hartaku?(HR. Abu Dawud, al Hakim, Ibnu
Khuzaimah)
Sedangkan orang kafir atau munafiq, akan berdoa: ?Wahai Rabbku, janganlah
Engkau bangkitkan hari Kiamat.? Sebab dia tahu apa yang akan terjadi setelah
alam kubur itu lebih dahsyat dari apa yang tengah dialaminya.
3. Orang shalih punya keinginan untuk menemui keluarganya agar bisa memberi
kabar gembia bahwa dia selamat dari neraka. Apabila seorang mukmin mati dan
melihat apa yang dijanjikan kepadanya serta selamat dari api neraka, dia
berkata ?Biarkanlah aku (kembali), agar saya memberi kabar gembira kepada
keluargaku.? Maka dikatakan kepadanya: ?Tetaplah tinggal.? (HR. Ahmad dari
Jabir bin Abdillah)
Dan Allah berfirman,
?Dikatakan (kepadanya): ?Masuklah ke jannah?. Ia berkata: ?Alangkah baiknya
sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Rabbku memberikan ampun
kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang ? orang yang dimuliakan?. (QS.
Yasin: 26-27)
4. Angan ? angan orang mati syahid
Meskipun kedudukan tinggi telah mereka capai. Namun masih ada keinginan,
seandainya dapat kembali ke dunia untuk berjihad memerangi musuh ? musuh
Allah. Dia ingin berperang dan ingin terbunuh hingga sepuluh kali, sebab dia
melihat karomah yang sangat besar. Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw
bersabda, ?Tiada seorangpun yang masuk jannah kemudian ingin kembali lagi ke
dunia , tidak ada satu permintaanpun di bumi kecuali mati syahid, dia ingin
kembali ke dunia kemudian terbunuh hingga sepuluh kali Karena dia melihat
banyak karomah.? (HR. Ahmad, al Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, an Nasai dan
Ibnu Hibban)
Angan ? Angan Orang Thalih
Sesungguhnya orang ? orang yang malas untuk memberikan hak ? hak Allah
adalah orang lalai. Dia selalu mengundur ? undur taubat dan mengatakan,
?Pasti nanti saya akan bertaubat.? Dia yakin umurnya masih panjang dan tidak
sadar kematian bisa datang tiba ? tiba. Saat itulah dia tidak dapat mengelak
dan lari darinya. Selanjutnya tinggalah ia sendiri di dalam kubur yang gelap
gulita. Saat itulah dia berangan ? angan sesuatu yang tidak mungkin lagi
dicapai. Diantara keinginan orang ? orang thalih adalah:
1. Ingin diberi kesempatan shalat di dunia, meskipun hanya dua rakaat. Dari
Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw melewati sebuah kuburan, beliau
bertanya: ?Milik siapakah kuburan ini?? Para sahabat menjawab: ?Fulan?
Beliau bersabda, ?Dua rakaat lebih dicintai oleh pemilik kubur ini daripada
sisa hidup kalian.? (HR. ath Thabrani)
Keinginan yang besar mereka adalah diberi kesempatan untuk shalat dua rakaat
agar dapat menambah kebaikannya. Sebab Rasulullah saw pernah bersabda,
?Shalat adalah sebaik ? baik materi, barang siapa yang mampu memperbanyak
shalatnya, maka perbanyaklah.? (HR. ath Thabrani)
2. Ingin bersedekah
Allah telah mengingatkan kepada hamba ? Nya yang memiliki harta untuk
menyisihkan sebagian dari rizki yang telah diberikan kepada kaum miskin,
agar kelak ketika telah datang kematian dia tidak menyesal.
?Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata: ?Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai
waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang ? orang yang shalih. ? (QS. Al Munafiqun: 10-11)
Mengapa dia berkata demikian? Sebab dia baru sadar bahwa shadaqah akan
memadamkan murka Allah. Umar bin Khathtab berkata: ?Telah diceritakan
kepadaku bahwa seluruh amal saling membanggakan dirinya, lalu shadaqah
berkata: ?Sayalah amal yang paling utama di antara kalian.? (HR. Ibnu
Khuzaimah dan al Hakim)
3. Ingin beramal shalih
Ketiga, dia berharap kembali kedunia untuk menjadi orang shalih meskipun
hanya sesaat. Dia ingin memperbaiki amalnya dan menjadi orang yang taat
kepada Allah. Allah berfirman di dalam surat al Mukminun: 99 ? 100. Mereka
adalah orang ? orang yang lalai dari mensyukuri nikmat Allah dan tertipu
oleh nikmat yang dianugrahkan kepadanya.
Oleh karena itu bagi kita yang masih diberi kesempatan, hendaklah mulai
berfikir dan membayangkan bagaimana jika kita telah berada di kubur?
Sudahkah kita yakin dengan bekal amal kita selama ini? Wallahulmusta?an.
Dapat Kucuran Nikmat Berkat Amal Saleh
KESULITAN finansial adalah masalah klasik yang hampir pernah dialami
setiap orang. Dalam kondisi ini, tidak sedikit orang yang bingung,
bahkan stres. Betapa tidak, hajat hidup tinggi tapi pemasukan rendah.
Bahkan seringkali minus. Siapapun pasti masygul menghadapi situasi
ini. Kondisi ini juga pernah saya alami.
Sebagai guru honor di sekolah swasta di kota Depok, Jabar, gaji saya
hanya Rp. 250 ribu perbulan. Uang sebesar itu otomatis bakal terkulai
lemas oleh kerasnya cekikan harga barang yang melambung tinggi.
Tahu sendirilah, bagaimana kejamnya kota Depok, yang tak jauh beda
dengan kota tetangganya, Jakarta.
Kendati begitu, saya tidak mau pusing, apalagi berputus asa. Meski
pendapatan kecil, tapi saya yakin, Allah SWT maha kaya dan pemberi
rezeki. Rezeki-Nya tidak akan pernah habis meski tiap detik dikeruk
oleh milyaran manusia. Dan terpenting, rezekiku, meski banyak orang di
dunia, tak akan ada yang mengambilnya. Saya yakin itu.
Karena itu, saya berniat melanjutkan kuliah S2 meski biaya belum ada.
Tapi, dengan kondisi keuangan tipis, saya jadi pesimis.
�Apa bisa gaji Rp. 250 buat biaya kuliah, sedang kebutuhan yang lain
numpuk?� batinku.
Rasioku belum bisa menerima. Hitungan matematis masih dominan
ketimbang hitungan iman. Jujur saja, hal itu membuatku berfikir keras
sekitar sebulan lamanya. Tidur pun jadi tak nyenyak. Gundah gaulana.
Yang ada di pikiran hanya satu; kuliah, kuliah, dan kuliah.
Saya pun sadar. Tidak semua bisa dirasionalkan. Ada hitungan Allah SWT
yang tak bisa dinalar logika. Sebab, pertolongan-Nya jarang bisa
diprediksi oleh logika. Entah besok, bulan depan atau jam ini juga.
Wallahu�alam. Untuk mematangkan niatku, saya pun shalat tahajud.
Sekitar sebulan lamanya, setiap di sepertiga malam, saya selalu berdoa
kepada Allah sang pengijabah doa.
�Ya Allah, jika niat saya ini baik dan bisa membantu agama-Mu, maka
mudahkanlah. Sebaliknya, jika tidak, maka jauhkanlah.�
Itulah doa yang saya panjatkan. Pendek, tapi dalam. Sebuah permintaan
sekaligus pilihan; ya atau tidak. Doa itupun saya ulang-ulang. Tak
jarang diselingi dengan deraian air mata. Meminta kepada yang Maha
Menguasai Kehidupan, memang harus begini. Mengiba. Laksana pengemis
kepada majikannya.
Hatiku pun mulai tenang. Putusan untuk lanjut kuliah telah bulat.
Tiba-tiba, ada seorang teman yang mengajak silaturahim ke salah satu
ustadz. Saya pun ikut. Kebetulan, saya mengenal ustadz yang juga
pernah menjabat sebagai anggota DPD sebuah provinsi di Indonesia
bagian Timur. Tak disangka, sang ustadz ternyata menyuruhku kuliah
lagi. Tak hanya itu, ustadz itu juga memberiku uang Rp. 300 ribu.
�Secepat mungkin, kalau bisa langsung daftar. Jangan ditunda lagi,�
ujarnya mantap.
Hatiku pun bergemuruh. Laksana deburan ombak. Bunyinya sahut menyahut
dan berakhir di batu karang. Begitu juga hatiku. Kini, ucapan tahmid
dan tasbih mengisi penuh relung hatiku.
Ya, Allah inikah tanda doaku Engkau kabulkan? Saya pun langsung
mendaftarkan diri. Ketika itu, saya langsung mendaftar magister
manajemen pendidikan Islam di sebuah universitas Islam. Jurusan itu
saya impikan sejak lama.
Saya ingin jadi �ideolog� dalam bidang pendidikan. Miris rasanya lihat
output pendidikan sekarang yang kering spiritual. Hanya kognitif saja
yang dijejali. Dengan harapan, saya bisa lahirkan generasi Islam
handal. Setidaknya mengikuti jejak Imam Al-Gahzali yang melahirkan
generasi Shalahuddin Al-Ayyubi, panglima besar pembebas negeri
Palestina. Ya, itulah cita-citaku. Normatif memang!
Kendati sudah registrasi, bukan berarti masalah selesai. Saya harus
membayar uang gedung sebesar Rp. 5 juta rupiah. Tapi, lagi-lagi saya
yakin Allah SWT akan mempermudah langkah hamba-Nya yang menuntut ilmu.
Saya pun tetap optimis melangkah dengan mencari beasiswa
kesana-kemari.
Alhamdulillah, akhirnya dapat beasiswa dari sebuah lembaga amil zakat
sebesar Rp. 3 juta rupiah. Uang itu sangat membantu kekurangan
pembayaran.
Kuliah pun berjalan lancar. Depok-Bogor cukup jauh. Karena tidak
punya kendaraan, saya selalu nunut teman satu kuliah dan kebetulan
punya motor. Atau, jika tidak, saya naik angkot.
Tak terasa, tiga bulan sudah saya jalani kuliah. Tak ada masalah.
Paling keuangan dan itu bisa saya atasi. Namun, yang membuat tiba-tiba
menjadi bingung, ada seorang bapak menawarkan putrinya. Masa ada yang
mau dengan saya; anak perantauan dan tidak punya uang. Tampang juga
pas-pasan. Saya kira, tawaran itu hanya canda. Ternyata tidak. Bapak
yang tinggal di Sukabumi, Jabar itu terlihat sangat serius.
Dia menawarkan anaknya yang sedang kuliah di sebuah universitas di Bandung.
�Saya percaya sama adik. Karena itu, saya ingin jodohkan anak saya,�
ujarnya serius.
Saya pun langsung mengiyakan meski belum melihat siapa calon istri
saya. Ternyata, saya kaget bukan kepalang. Calon istri saya tidak
hanya sangat cantik, tapi juga berjilbab. Sosok muslimah yang luar
biasa, menurutku.
Karena tahu kondisi saya, seluruh biaya pernikahan diurus mertua. Saya
hanya ikut nyumbang Rp. 1 juta rupiah. Awalnya saya memang belum
sepenuhnya berani untuk menikah. Apalagi kalau bukan alasan ma�isyah.
Kuliah aja belum kelar, apalagi harus membiayai keluarga. Untung saja,
pihak mertua selalu men-support saya agar selalu yakin.
Menikahlah, maka engkau akan kaya, begitu dalil yang pernah saya baca.
Dan ternyata benar. Dengan pernikahanku, rezeki seolah tak pernah
putus. Baru beberapa bulan menikah, saya dapat beasiswa dari provinsi
tempat asalku sebesar Rp. 12 juta rupiah. Tak hanya itu, istriku
sangat pengertian. Dia tidak pernah meminta sesuatu aneh-aneh, hatta,
sehelai kain pun. Subhanallah!
Jadi, sejak menikah hingga sekarang, saya belum pernah membelikan
pakaian satu stelpun. Jika ada rezeki, dan hendak saya belikan, dia
selalu menolak.
�Jangan mas, pake aja buat biaya kuliah atau membeli buku,� ujar
istriku. Saya pun bahagia dibuatnya. Anugerah paling indah dalam
hidupku. Betul, istriku adalah perhiasan terindah. Ya, istri yang
shalehah.
Kini, dari pernikahanku telah dikaruniai putri yang cantik dan imut.
Saya harap, kelak, dia jadi mujahidah shalihah dan pinter seperti
Aisyah, putri Nabi.
Tak hanya itu, kuliah S2-ku tinggal menyelesaikan tesis. Jika tidak
ada aral melintang, insya Allah, tahun depan sudah diwisuda. Dan, jika
diizinkan Allah, saya akan langsung lanjutkan ke jenjang S3. Lengkap
sudah nikmat dari Allah SWT yang diberikan kepadaku.
Bagiku, kemudahan dan nikmat Allah SWT tidak gratis diberikan.
Setidaknya, ada sebab-musababnya. Saya jadi ingat ketika mendiang
ibuku beberapa waktu hendak menghembuskan nafas terkhir berpesan
kepadaku.
�Nak, jangan sedih. Jika kita tak lagi hidup bersama di dunia ini,
insya Allah kita akan sama-sama di Surga. Jadilah anak yang shalih,
jalin silaturahim, dan rajin belajar. Tahu Imam Nawawi? Jadilah
seperti dia, ulama besar yang punya karya fenomenal.�
Petuah almarhum ibu-lah yang jadi motivasi hidupku. Petuah itu yang
menyemangatiku ketika lemah. Petuah itulah yang membuka cakrawala
hidupku. Dan petuah itulah yang membuatku bercita-cita untuk belajar
dan kuliah hingga sekarang.
Meski saya tahu, ibu tidak meninggalkan kepingan rupiah, tapi dengan
petuah itu, melebih dari rupiah.
Karena petuah itulah, saya berusaha menjadi orang baik. Rajin ibadah,
jaga silaturahim, dan suka berbagi pada sesama. Dalam berbagi,
misalnya, saya selalu usahakan meski dalam segala keadaan; sempit dan
lapang. Termasuk ketika saya dapat beasiswa Rp 12 juta.
Tiba-tiba dua orang teman saya meminjam uang. Tak tanggung-tanggung,
masing-masing Rp 3 juta. Karena butuh, tanpa merasa berat, saya
pinjamkan uang tersebut.
Saya yakin, dengan itu, Allah SWT akan mengganti rezeki jauh lebih
banyak dari itu. Dari apa yang telah saya lakukan, bisa jadi,
pertolongan Allah SWT tak pernah terputus. Saya pun selalu beramal
saleh, jika ingin pertolongan Allah terus mengucur.
Bekerjalah, Engkau Akan Lebih Mulia!
ZAMAN memang sedang susah. Harga kebutuhan pokok terus melambung
tinggi setiap hari. Sementara gaji tidak tentu bertambah setiap bulan.
Jutaan sarjana bertambah setiap tahunnya. Namun sebagian besar
perusahaan �kurang ramah� dengan para sarjana baru lulus. �Dibutuhkan
karyawan yang berpengalaman, minimal pernah bekerja dua tahun,� begitu
semboyannya.
Banyak warga terdhalimi oleh situasi. Rumah-rumah mereka tergusur atau
digusur. Akibat kelalaian, puluhan ribu orang korban Lapindo Brantas
kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan. Di saat yang sama, ada orang
bermewah-mewah untuk hal-hal yang sedikit kemanfaatanya. Ada pengusaha
yang rela mengeluarkan biaya 10 Milyar untuk biaya pernikahan anaknya.
Seorang bakal calon Bupati atau Walikota menghabiskan dana serupa
untuk biaya kampanye.
Bahkan ada yang lebih menyedihkan dari semua itu. Menjelang perayaan
Tahun Baru 2010, sebuah pengelola hiburan di Jakarta rela
menghabiskan uang Rp 2 Miliar hanya untuk biaya kembang api.
Fenomena ini bisa melukai perasaan Anda, khususnya yang sedang
menderita, yang tak memiliki pendapatan apa-apa dan yang selalu
ditolak saat melamar kerja.
Ini memang zaman susah. Meski demikian, semua kesusahan hendaknya
tetap menjadikan kita terus bersemangat untuk berusaha dan tidak
gampang menyerah.
Kegigihan untuk mencari nafkah hendaknya tetap terjaga, jangan sampai
kendor. Ketidakadilan sosial atau politik, janganlah menyebakan kita
menjadi �buta� dan gelap mata.
Mengapa demikian pentingnya bekerja? Karena dalam agama kita, bekerja
bukan semata untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan, lebih dari itu, ia
akan mengangkat derajat kita di mata manusia maupun di sisi-Nya. Dalam
agama Islam, orang yang bekerja adalah orang yang memiliki harga diri
dan kemuliaan.
Dalam salah satu haditsnya, baginda Rasulullah Saw menjelaskan,
�Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu
bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan
untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya maka itu lebih baik dari
seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi
dan kadang ditolak.� (HR.Mutafaq�alaih)
Orang yang dengan gigih bekerja keras, membanting tulang, mencari
rezki dari memeras keringat dan makan dari hasil itu, maka itu lebih
baik dari makan hasil yang diperoleh dari harta warisan, atau
memperoleh berdasarkan pemberian orang karena si pemberi merasa
terdorong untuk memberi, terlebih jika shadaqah itu memang
diminta-minta.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda, �Barangsiapa pada
malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya
pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah SWT.� (HR.
Ahmad)
Semua bentuk usaha yang dilakukan dengan membanting tulang dan pantang
menyerah akan memompa semangat berkontraksi otot tubuh yang
menyebabkan kesehatannya tetap terjaga dan semakin menambah
kekuatannya. Secara fisik orang yang berlaku seperti ini akan tumbuh
menjadi pribadi yang kuat, sedang dalam jiwanya akan tumbuh rasa
percaya diri dan sifat mandiri. Ia tidak tergantung dengan orang
lain.
Sebaliknya orang yang hidup berdasar dari belas kasih orang lain,
selain bermental pasif, mereka juga memiliki jiwa lemah bahkan
mematikan jiwa. Dengan sangat tegas Nabi mengingatkan kepada kita
bahwa, �Pengangguran (dapat) menyebabkan hari keras (keji dan
membeku).�(HR. Asysyihaab).
Pengangguran aktif--yang didorong oleh kemalasan, dan pengangguran
pasif --karena bersandar dari tunjangan-tunjangan, warisan,sama-sama
berpotensi membuat hati menjadi keras dan membeku.
Islam memerintahkan kepada kita, selama hayat masih dikandung badan,
bergerak dan berkarya adalah sangat dianjurkan. Rasulullah
mengingatkan ummatnya agar manusia senatiasa berusaha dan berhati-hati
terhadap waktu luang, karena pada momentum tersebut merupakan ladang
subur bagi syetan untuk menanamkan kemunkaran. Ditinjau dari konteks
ini maka bekerja dan berakritivitas adalah jalan lain untuk membentung
kejahatan.
Bahkan apapun atau bagaimanapun bentuk pekerjaan itu, bila berangkat
dari mencari keridhaan-Nya adalah bernilai ibadah, yang berarti
mendapatkan ganjaran di sana.
Itulah sebabnya (hikmahnya)mengapa di pagi buta seusai shalat subuh
(fajar) kita dilarang tidur lagi sebagaimana disabdakan oleh beliau
Saw, �Seusai shalat fajar(subuh) janganlah kamu tidur sehingga
melalaikan kamu untuk mencari rezki.� (HR.Ath-Thabrani).
Seiring dengan perputaran matahari, kita juga diperintahkan untuk
menjalankan amanah-amanah kehidupan dengan bekerja dan bekerja.
Dalam al-Qur�anul Karim kata �aamanu� (beriman) senantiasa diikuti
dengan �wa aamilushsholihat� (melakukan amal sholeh/kerja), seperti
yang termaktub dalam surat al-Ashr: 3; illalladzinaamanuu wa
�amimush-sholihati wa tawa shoubil haqqi fatawa shoubishshobri.
(kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan
nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran).
Orang yang senantiasa bergerak/kerja menandakan keimanan yang
bersangkutan dalam kondisi aktif dan dinamis. Sebaliknya, mereka yang
�menikmati� bermalas-malasan alias gemar berpangku tangan, menandakan
dirinya sedang dilanda impotensi iman. Naudhubillahi mindhalik.
Asahlah iman, agar iman kita lebih dinamis dan produktif. Sempurnakan
kecintaan kita kepada Allah dengan semangat yang kuat untuk menjemput
fadhilahnya/rezkinya yang dihamparkannya begitu luas di penjuru bumi.
Singsingkan lengan baju, setelah kita bertakarrub kepadaNya. Begini
inilah yang dikatakan iman yang potensial. Iman yang aktif lagi
produktif.
Menurut Ibnu Atsir, bekerja termasuk bagian dari sunnah-sunnah nabi.
Nabi Zakaria as. adalah tukang kayu. Nabi Daud as. membuat baju besi
dan menjualnya sendiri. Bahkan sebagaimana disampaikan oleh
Rasulullah, Nabi Daud itu tidak akan makan, kecuali makan dari hasil
tangannya sendiri.
Siapa yang tidak mengenal Nabiullah Daud? Selain seorang Nabi, beliau
telah diberi oleh Allah SWT kekuasaan dan harta yang melimpah. Walau
begitu, beliau tidak merasa gengsi untuk bekerja dengan tangannya
sendiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Beliau tidak mengajarkan
berpangku tangan dan mengharap belas kasih dari orang lain, pada ummat
yang dipimpinnya.
Akhirul Kalam
Marilah kita tetap bekerja, bekerja dan bekerja. Apapun itu bentuk
pekerjaannya. Selagi dalam koridor syari�at alias tidak
diharamkan-Nya, lakukanlah itu dengan kesungguhan. Bila hal itu kita
lakukan, insya Allah hal itu akan membuat hidup kita menjadi lebih
mulia dan terhormat. Bukan begitu saudaraku? Wallahu �alam bishshowab.