Penderitaan Mereka adalah Inspirasi Hidayah
Profesor beragama asli Yahudi ini mengaku takjub melihat kehidupan
orang Pakistan dan Afghan. Ketakjuban membawanya menuju Islam
Oleh: M. Syamsi Ali
DUA minggu lalu, selepas Jumat saya menemukan secarik kertas di atas
meja kantor saya di Islamic Cultural Center of New York . Isinya
kira-kira berbunyi, �I have been trying to reach you but never had a
good luck! Would you please call me back? Karen.�
Berhubung karena berbagai kesibukan lainnya, saya menunda menelepon
balik Karen hingga dua hari lalu. �Oh! thank you so much for getting
back to me!� jawabnya ketika saya perkenalkan diri dari Islamic Center
of New York. �I am really sorry for delaying to call you back,�
kataku, sambil menanyakan siapa dan apa latar belakang sang penelpon.
�Hi, I am sorry! My name is Karen Henderson, and I am a professor at
the NYU (New York University),� katanya.
�And so what I can do for you?� tanyaku. Dia kemudian menanyakan jika
saya ada beberapa menit untuk berbicara lewat telepon. �Yes, certainly
I have, just for you, professor!" candaku. "Oh.. that is so kind of
you!� jawabnya.
Karen kemudian bercerita panjang mengenai dirinya, latar belakang
keluarganya, profesinya, dan bahkan status sosialnya.
�Saya adalah seorang professor yang mengajar sosiologi di New York
University,� demikian dia memulai. Namun menurutnya lagi, sebagai
sosiolog, dia tidak saja mengajar di universitas tapi juga melakukan
berbagai penelitian di berbagai tempat, termasuk luar negeri.
Karen sudah pernah mengunjungi banyak negara untuk tujuan
penelitiannya, termasuk dua negara yang justru disebutnya sebagai
sumber inspirasi. Yaitu Pakistan dan Afghanistan.
"Saya menghabiskan lebih dari 3 tahun di negara ini, sebagian besar di
desa-desa," katanya. "Selama tiga tahun, saya punya banyak kenangan
tentang orang-orang. Mereka sangat menakjubkan," lanjutnya.
Tidak terasa Karen berbicara di telepon hampir 20 menit. Sementara
saya hanya mendengarkan dengan serius dan tanpa menyela sekalipun.
Selain itu Karen berbicara dengan sangat menarik, informatif, dan
disampaikan dalam bahasa yang jelas, membuat saya lebih tertarik
mendengar. Mungkin karena dia adalah seorang professor, jadi dalam
berbicara dia sangat sistematis dan eloquent.
"Karen, itu adalah cerita yang sangat menarik. Saya yakin apa yang
Anda lakukan seperti pengalamanku juga. Saya tinggal di Pakistan 7
tahun, dan memiliki kesempatan untuk mengunjungi banyak daerah-daerah
yang tidak Anda sebutkan, " kataku.
"Tapi apa kau ingin menceritakan cerita ini?" tanyaku Lagi
Nampaknya Karena menarik napas, lalu menjawab. Tapi kali ini dengan
suara lembut dan agak lamban.
"Sir, saya ingin tahu Islam lebih lanjut, agama orang-orang ini.
Mereka adalah orang-orang manis, dan saya pikir saya telah
terinspirasi oleh mereka dalam banyak hal, " katanya.
Tapi karena waktu yang tidak terlalu mengizinkan untuk saya banyak
berbicara lewat telepon, saya meminta Karen untuk datang ke Islamic
Center keesokan harinya, Sabtu lalu. Dia pun menyetujui dan
disepakatilah pukul 1:30 siang, persis jam ketika saya mengajar di
kelas khusus non-muslim, Islamic Forum for non-Muslims.
Keesokan harinya, Sabtu, saya tiba agak telat. Sekitar pukul 12 siang
saya tiba, dan pihak security menyampaikan bahwa dari tadi ada seorang
wanita menunggu saya. �She is the mosque.� (maksudnya di ruang shalat
wanita). Saya segera meminta security untuk memanggil wanita tersebut
ke kantor untuk menemui saya.
Tak lama kemudian datanglah seorang wanita dengan pakaian ala Asia
Selatan (India Pakistan). Sepasang shalwar dan gamiz, lengkap dengan
penutup kepala ala kerudung Benazir Bhutto.
�Hi, sorry for coming earlier! I can wait at the mosque, if you are
still busy with other things,� kata wanita baya umur 40-an tahun itu.
Dia jelas Amerika berkulit putih, kemungkinan keturunan Jerman.
�Not at all, professor! I am free for you,� jawabku sambil tersenyum.
�Silakan duduk dulu, aku pamit sekitar lima menit," mintaku untuk
sekedar melihat-lihat weekend school program hari itu.
Setelah selesai melihat-lihat beberapa kelas pada hari itu, saya
kembali ke kantor. �I am sorry Professor!� sapaku.
�Please do call me by name, Karen!� pintanya sambil tersenyum.
�You know, saya lebih senang memanggil seseorang penuh penghormatan.
Dan aku benar-benar tak tahu bagaimana harus memanggil Anda,� kataku.
"Di sejumlah negara, orang suka dikenal dengan gelar profesional
mereka. Tapi aku tahu, di Amerika tidak,� lanjutku sambil ketawa
kecil.
Kita kemudian hanyut dalam pembicaraan dalam berbagai hal, mulai dari
isu hangat tentang kartun Nabi Muhammad SAW di sebuah komedi kartun
Amerika, hingga kepada asal usul Karen itu sendiri.
�Saya adalah seorang kelahiran Yahudi. Orangtua saya orang Yahudi,
tetapi Anda tahu, terutama ayahku, dia tidak percaya pada agama lagi,�
katanya.
Bahkan menurutnya, ayahnya itu seringkali menilai konsep tuhan sebagai
sekedar alat repression (menekan) sepanjang sejarah manusia.
Namun menurut Karen, walaupun tidak percaya agama dan mengaku tidak
percaya tuhan, ayahnya masih juga merayakan hari-hari besar Yahudi,
seperti Hanukkah, Sabbath, dll.
�Perayaan ini, sebagai orang Yahudi kebanyakan, tidak lebih dari
warisan tradisi, � jelasnya. "Yudaisme adalah saya pikir bukan agama,
dalam arti lebih tentang budaya dan keluarga, � tambahnya.
Dalam hatiku saya mengatakan bahwa semua itu bukan baru bagi saya.
Sekitar 60 persen atau lebih Yahudi di Amerika Serikat adalah dari
kalangan sekte �reform� (pembaharu). Mereka ini ternyata telah
melakukan reformasi mendasar dalam agama mereka, termasuk dalam
hal-hal akidah atau keyakinan. �Sekte reform� misalnya, sama sekali
tidak percaya lagi kepada kehidupan akhirat. Saya masih teringat dalam
sebuah diskusi di gereja Marble Collegiate tahun lalu tentang konsep
kehidupan.
Pembicaranya adalah saya dan seorang Pastor dan Rabbi dari Central
Synagogue Manhattan. Ketika kita telah sampai kepada isu hari Akhirat,
Rabbi tersebut mengaku tidak percaya.
Tiba-tiba salah seorang hadirin yang juga murid muallaf saya keturunan
Rusia berdiri dan bertanya, �Jadi, jika Anda tidak percaya pada
kehidupan setelah kematian, mengapa Anda harus pergi ke rumah ibadat,
mengenakan yarmukka, memberi amal, dll? Mengapa Anda merasa perlu
untuk bersikap jujur, bermanfaat untuk orang lain? Dan mengapa kita
harus menghindari hal-hal yang harus kita hindari? " begitu
pertanyaannya kala itu.
Sang Rabbi hanya tersenyum dan menjawab singkat, �Kami melakukan semua
karena apa yang harus kita lakukan,� ujarnya. Mendengar jawaban sang
Rabbi, semua hadirin hanya tersenyum, dan bahkan banyak yang tertawa.
Kembali ke Karen, kita kemudian hanyut dalam dialog tentang konsep
kebahagiaan. Menurutnya, sebagai seorang sosiolog, dia telah melakukan
banyak penelitian dalam berbagai hal yang berkaitan dengan bidangnya.
Pernah ke Amerika Latin, Afrika, beberapa negara Eropa, dan juga Asia
, termasuk Asia Selatan."Tapi satu hal yang harus aku ceritakan
padamu, orang-orang Pakistan dan Afghan adalah orang-orang sangat
menakjubkan,� katanya mengenang.
"Apa yang membuat Anda benar-benar heran tentang mereka,� tanyaku.
�Banyak, religiusitas mereka. Antara lain komitmen mereka terhadap
agama. Tapi saya rasa yang paling menakjubkan tentang mereka adalah
kekuatan mereka, dan bertahan lama di alam dalam kehidupan
sehari-hari,� katanya.
"Aku heran bagaimana orang-orang ini begitu kuat dan tampak bahagia
meski kehidupan yang sangat menantang.�
Saya tidak pernah menyangka kalau Karen tiba-tiba meneteskan airmata
di tengah-tengah pembicaraan kami. Dia seorang professor yang senior,
walau masih belia dalam umur. Tapi juga pengalamannya yang luar biasa,
menjadikan saya lebih banyak mendengar.
Di tengah-tengah membicarakan �kesulitan hidup� orang-orang
Afghanistan dan Pakistan, khususnya di daerah pegunungan-pegunungan,
dia meneteskan airmata tapi sambil melemparkan senyum. �I am sorry,
saya sangat emosional dengan kisah ini,� katanya.
Segera saya ambil kendali. Saya bercerita tentang konsep kebahagiaan
menurut ajaran Islam. Bahkan berbicara panjang lebar tentang kehidupan
dunia sementara, dan bagaimana Islam mengajarkan kehidupan akhirat itu
sendiri.
"Tidak peduli bagaimana Anda menjalani hidup Anda di sini, itu adalah
sementara dan tidak memuaskan. Harus ada beberapa tempat, kadang di
mana kita akan hidup kekal, di mana semua mimpi dan harapan akan
terpenuhi, " jelasku. �Keyakinan ini memberi kita kekuatan besar dan
tekad untuk menjalani hidup kita sepenuhnya, tidak peduli bagaimana
situasi dapat mengelilingi kehidupan itu sendiri,� jelasku.
Tanpa terasa adzan Dhuhur dikumandangkan. Saya pun segera berhenti
berbicara. Nampaknya Karen paham bahwa ketika adzan didengarkan, maka
kita seharusnya mendengarkan dan menjawab. Mungkin dia sendiri tidak
paham apa yang seharusnya diucapkan, tapi dia tersenyum ketika saya
meminta maaf berhenti berbicara.
Setelah adzan, saya melanjutkan sedikit, lalu saya tanya kepada Karen,
"Jadi, apa yang benar-benar membuat Anda menelepon saya?�
"Saya ingin memberitahu Anda bahwa pikiran saya terus-menerus
mengingat orang-orang itu. Memori saya mengingatkan saya tentang
bagaimana mereka bahagia, sementara kita, di Amerika hidup dalam
keadaan mewah, tapi penuh kekurangan kebahagiaan,� ujarnya seolah
bernada marah.
"Tapi kenapa kau harus datang dan membicarakan dengan saya?" pancingku lagi.
Karen merubah posisi duduknya, tapi nampak sangat serius lalu berkata.
"Aku sudah memikirkan ini untuk waktu yang cukup lama. Tapi aku
benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana untuk
melanjutkan itu. Aku ingin menjadi seorang muslim,� ujarnya mantap.
Saya segera menjelaskan bahwa untuk menjadi muslim itu sebenarnya
sangat mudah. Yang susah adalah proses menemukan hidayah. Jadi
nampaknya Anda sudah melalui proses itu, dan kini sudah menuju kepada
jenjang akhir.
"Pertanyaan saya adalah apakah Anda benar-benar yakin bahwa ini adalah
agama yang Anda yakini sebagai kebenaran, � kataku.
"Ya, tentu tidak diragukan lagi!" Jawabnya tegas.
Saya segera memanggil salah seorang guru weekend school wanita untuk
mengajarkan kepada Karen mengambil wudhu. Ternyata dia sudah bisa
wudhu dan shalat, hanya belum hafal bacaan-bacaan shalat tersebut.
Selepas shalat Dhuhur, Karen saya tuntun melafalkan, �Asy-hadu an laa
ilaaha illa Allah wa asy-hadu anna Muhammadan Rasul Allah� dengan
penuh khusyu� dan diikuti pekikan takbir ratusan jamaah yang hadir.
Hanya doa yang menyertai, semoga Karen Henderson dijaga dan dikuatkan
dalam iman, tumbuh menjadi pejuang Islam di bidangnya sebagai profesor
ilmu-ilmu sosial di salah satu universitas bergengsi di AS. Amin!
Cinta Dalam Sepotong Wacana
Pengetahuan berasal dari pengalaman yang di bakukan untuk di informasikan
kepada orang lain. Belajar membuat mobil berarti merunut ulang pengalaman sang
penemu mobil, tetapi belajar tidak akan menghasilkan mobil, karena mobil itu
ada karena di buat atau karena hasil dari berkerja. Hadist adalah sunnah yang
dibukukan, jadi belajar memahami sunnah mestilah melalui hadist, tapi hadist
bukanlah sunnah. Hadist baru bermanfaat setelah di amalkan. Apa yang di
sebutkan tadi adalah gambaran sederhana antara mengetahui dan mengalami. Lalu
apa yang telah kita ketahui tentang masalah keTuhanan ? dan proses apa yang
telah kita alami dalam menanamkan keyakinan kita ? belum banyak yang bisa
menjawab selain membeberkan rentetan teori yang bersifat " tahu"
" Anak-anak, kasih sayang Allah itu kepada manusia jauh lebih besar dari pada
kasih sayang orang tua kepada anaknya" kata Pak Zaenuddin, guru agama sekolah
dasar sewaktu mengajar masalah tauhid. " Apakah kalian bisa membedakannya ?"
tanya Pak Zaenuddin lebih lanjut. Semua anak-anak dalam kelas menggelengkan
kepala. " Baiklah pertanyaannya Bapak ganti, apakah kalian bisa merasakan kasih
sayang Allah ?". " Bisa ! " teriak murid serempak. " Bagaimana caranya ? coba
kasih contohnya Mira, ?" Tanya Pak Zaenuddin kepada Mira, anak yang duduk
paling depan. " Kita telah diberikan mata untuk bisa melihat, kita juga bisa
menghirup nafas dan lainnya merupakan wujud kasih sayang Allah kan Pak " jawab
Mira setengah bertanya untuk meyakinkan jawabannya. " Benar apa yang dikatakan
Mira, anak-anak, tapi coba kalian jujur, yang mana yang lebih kalian rasakan
antara kasih sayang ayah dan ibu di rumah atau kasih sayang Allah ?" kembali
Pak Zaenuddin bertanya sambil tersenyum, karena hal ini masalah rasa dan bukan
lagi bersifat teori yang mendoktrin. Anak-anak terdiam, mereka takut untuk
mengatakan bahwa mereka lebih merasakan kasih sayang orang tua dari pada kasih
sayang Allah, sesuatu yang bukan lagi bersifat pengetahuan tapi pengalaman.
Menyatakan apa yang dirasakan jauh lebih susah dari pada menyatakan apa yang
diketahui. Kita bisa menjelaskan tentang keindahan suatu alam tapi kita susah
menjelaskan betapa senang hati kita melihat keindahan tersebut. Membandingkan
apa yang kita ketahui dengan apa yang kita rasakan bukanlah perkara mudah. Jika
rukun Islam berkenaan dengan pengetahuan maka rukun iman berkenaan dengan
perasaan. Kita bisa saja telah mengetahui banyak hal tentang keIslaman tetapi
hal itu tidak menjamin turut sertanya keimanan dalam hati kita, seperti firman
Allah dalam surah Al Hujuraat ayat 14 : Orang-orang Arab Badui itu berkata:
"Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami
telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Kata 'kami
telah tunduk' lafaznya adalah 'aslamna yang sebagian penafsiran mengartikan
kami telah ber-Islam. Artinya ketundukan pada segala aturan yang telah di
tetapkan belum menjamin tumbuhnya sebuah keimanan, apalagi jika aturan itu
dilakukan dengan terpaksa.
Perpaduan Rukun Islam dan rukun iman atau pengetahuan dan perasaan akan
memunculkan rukun Ihsan, atau keyakinan. Rukun ini sering terlupakan dan
dianggap sebagai pelengkap semata, padahal pada rukun inilah inti ketauhidan,
Murroqobatullah, selalu marasa diawasi Allah. seperti firman Allah dalam surah
Al Hadiid " wahuwa ma'akum 'aina ma kuntum wallahu bima ta'maluna bashir " Dan
dia bersama kamu dimana saja kamu berada, Dan Allah maha melihat apa yang kamu
kerjakan." Lalu apakah setelah kita membaca ayat ini kita kemudian bisa
langsung merasakan bahwa Allah sedang melihat kita ? belum tentu.
Beberepa tahun yang lalu seorang teman yang beragama nasrani yang sedang
berusaha mendalami agama lain karena merasakan kehampaan dalam agama yang
dianutnya pernah bertanya " Kamu bersaksi bahwa Allah adalah tuhan dan Muhammad
adalah utusanNya, apakah kamu pernah menyaksikanNya ?" , saya kemudian menjawab
bahwa kita bisa menyaksikan segala kebesaranNya yang ada dimuka bumi, karena
semua itu adalah ciptaanNya. Kemudian dia bertanya lagi " Berarti kamu hanya
bersaksi atas kebesaran ciptaanNya, kamu tidak pernah bersaksi atas ZatNya ?
apakah kamu berani bersaksi bahwa Allah sedang menyaksikanmu saat ini ?". Saat
itu saya baru sadar bahwa kekuatan syahadat yang begitu besar sebagai inti
ketauhidan telah lama di tinggalkan. Bukankan Allah berkata bahwa Dia lebih
dekat dari pada urat leher kita, lalu jika sedekat itu saja kita tidak bisa
merasakan, lalu Tuhan seperti apa yang kita saksikan selama ini, apakah sudah
mendekati penyaksian Bilal dalam teriakan "ahadnya" ketika hendak siksa ?
Pak Zaenuddin kemudian bercerita tentang kasih sayang orang tua yang di
perolehnya dari dunia maya (internet). "Anak-anak, ketika terjadi gempa bumi di
Cina, banyak orang yang sibuk menyelamatkan diri. Seorang ibu beserta anaknya
yang berusia beberapa bulan terperangkap didalam sebuah gedung. Kemungkinan
untuk lolos dari reruntuhan bangunan sudah tidak ada. Beberapa hari kemudian
ibu tersebut di temukan dalam keadaan tertelungkup, seperti bersujud sambil
mendekap anaknya yang berada di bawah. Ibu tersebut meninggal dunia karena
kepala dan badannya remuk tetapi anak yang berada didalam dekapannya masih
hidup dan dalam keadaan sehat. Ada pesan buat sianak yang di letakan didalam
balutan baju si anak lewat sebuah handphone dari ibunya tersebut : ' Anakku,
jika pada akhirnya kamu bisa selamat, ketahuilah bahwa aku sangat
menyayangimu. ' ". Pak Zaenuddin berhenti sebentar untuk melihat respon anak
muridnya. " Apakah kalian bisa merasakan kasih sayang ibu itu kepada anaknya ?"
tanya Pak Zaenuddin. Mata anak muridnya banyak yang berkaca-kaca menahan haru
dan berteriak serempak " Bisaaaaa !". " Apakah kalian bisa merasakan kasih
sayang Allah ada disana ?" tanya Pak Zaenuddin mencoba membangkitkan nalar anak
muridnya. " Bukankah Allah yang menjaga anak itu sampai beberapa hari walaupun
ibunya telah tiada ?" lanjutnya. Para murid hanya diam dan mulai menyadari
bahwa ada cinta diatas cinta yang bermain dalam kisah itu. Cinta yang bukan
lagi sebagai wacana, tapi realita yang mengisi relung-relung hati kita hari ini
dan sampai kapanpun.
7 Kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah SWT
Berkata
Abu Hurairah r.a : bahwa Nabi saw telah bersabda: "Ada tujuh kelompok yang akan
mendapat perlindungan Allah pada hari yang tiada perlindungan kecuali
perlindungan-Nya. Mereka adalah pemimpin yang adil, anak muda yang senantiasa
beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, seseorang yang hatinya senantiasa
dipertautkan dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, yakni
keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang ketika
dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan lalu ia menjawab: "Sungguh aku
takut kepada Allah", seseorang yang mengeluarkan shadaqah lantas
di-sembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
diperbuat tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir kepada Allah di tempat
yang sunyi kemudian ia mencucurkan air mata". (H.R.Bukhary - Muslim)
Hadits
ini menjelaskan bahwa pada hari kiamat ada tujuh tipe atau golongan manusia yang
akan mendapatkan perlindungan Allah swt., yaitu :
1.
Pemimpin yang adil
Menjadi
pemimpin yang adil itu tidaklah mudah, butuh pengorbanan pikiran, perasaan,
harta, bahkan jiwa. Dalam ajaran Islam, kepemimpinan bukanlah fasilitas namun
amanah. Kalau kita menganggap kepemimpinan atau jabatan itu sebagai fasilitas,
kemungkinan besar kita akan memanfaatkan kepemimpinan itu sebagai sarana
memperkaya diri tanpa menghiraukan aspek halal atau aharam. Sebaliknya, kalau
kita menganggap kepemimpinan atau jabatan itu sebagai amanah, kita akan
melaksanakan kepemimpinan itu dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab. Nah,
untuk melaksanakan kepemimpinan dengan cara yang amanah itu tidaklah mudah,.
Karena itu logis kalau kita menjadi pemimpin yang adil, Allah akan memberi
perlindungan di akhirat kelak.
2.Anak
muda yang saleh
Masa
muda adalah masa keemasan karena kondisi fisik masih prima. Namun diakui bahwa
ujian pada masa muda itu sangat beragam dan dahsyat. Oleh sebab itu, apabila ada
anak muda yang mampu melewati masa keemasannya dengan taqarrub (mendekatkan)
diri kepada-Nya, menjauhkan diri dari berbagai kemaksiatan, serta mampu
mengendalikan nafsu syahwatnya, Allah akan memberikan perlindungan-Nya pada hari
kiamat. Ini merupakan imbalan dan penghargaan yang Allah berikan kepada
anak-anak muda yang saleh.
3.Orang
yang hatinya terikat pada mesjid
Kalimat
"seseorang yang hatinya senantiasa dipertautkan dengan mesjid" seperti yang
disebutkan hadits di atas, paling tidak menunjukkan dua pengertian. Pengertian
pertama, orang-orang yang kapan dan di manapun berada selalu ingin memakmurkan
tempat ibadah. Pengertian kedua, orang-orang yang tidak pernah melalaikan ibadah
di tengah kesibukan apapun yang dijalaninya.
4.Bersahabat
karena Allah
Poin
ini terambil dari kalimat "dua orang yang saling mencintai karena Allah, yakni
keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah". Bersahabat karena Allah swt.
maksudnya kita mencintai seseorang atau membencinya bukan karena faktor harta,
kedudukan, atau hal-hal lain yang bersifat material, namun murni semata-mata
karena Allah swt. Kalau sahabat kita berbuat baik, kita mendukungnya, dan kalau
berbuat salah kita mengingatkannya, bahkan kita berani meninggalkannya kalau
sekiranya sahabat tersebut akan menjerumuskan kita pada gelimang dosa dan
maksiat. Inilah yang dimaksud dengan persahabatan karena Allah.
5.Mampu
menghadapi godaan lawan jenis
"Seorang
laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan lalu ia
menjawab: "Sungguh aku takut kepada Allah." Kalimat ini menggambarkan bahwa
kalau kita mampu menghadapi godaan syahwat dari lawan jenis, maka kita akan
mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat. Di sini digambarkan seorang
laki-laki yang digoda wanita bangsawan nan rupawan tapi dia menolak ajakannya
bukan karena tidak selera kepada wanita itu, namun karena takut kepada Allah.
Jadi, rasa takut kepada Allahlah yang menjadi benteng laki-laki tersebut,
sehingga tidak terjerembab pada perbuatan maksiat. Karena itu Allah memberikan
penghargaan pada hari kiamat dengan memberikan pertolongan-Nya. Di sini
diumpamakan laki-laki yang digoda wanita, namun sangat mungkin wanita pun digoda
laki-laki.
6.Ihklas
dalam beramal
"Seseorang
yang mengeluarkan sedekah lantas disembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya." Ini gambaran keihlasan
dalam beramal. Saking ihklasnya dalam beramal sampai-sampai tangan kiri pun
tidak tahu apa yang diinfakkan atau disumbangkan oleh tangan kanannya.
Pertanyaannya, bolehkah kita bersedekah sambil diketahui orang lain, bahkan nama
kita dipampang di koran?
Boleh
saja, asalkan benar-benar kita niatkan karena Allah swt., bukan karena cari
popularitas. Perhatikan ayat berikut, " Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka
itu baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada
orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan
menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Baqarah 2: 271)
7.Zikir
kepada Allah dengan khusyu
"Seseorang
berzikir kepada Allah di tempat yang sunyi, kemudian ia mencucurkan air mata."
Zikir
artinya mengingat Allah. Kalau seseorang berdo'a dengan khusyu hingga tak terasa
air mata menetes karena sangat nikmat berzikir dan munajat kepada-Nya, maka
Allah akan memberikan pertolongan kepadanya pada hari kiamat kelak.
Mudah-mudahan
Allah memberi kekuatan agar kita bisa menjadi orang-orang yang mendapat
pertolongan dan perlindungan-Nya. Caranya? Kerjakanlah tujuh poin di atas!
Wallahu
A'lam.
KUNCI KESELAMATAN DUNIA AKHIRAT
Berangkat dari banyaknya permasalahan yang terjadi pada zaman modern ini, pada
negeri ini, sesungguhnya pokok permasalahan ada pada masalah akhlak. Apa yang
kita dapat ambil pelajaran dari perilaku penguasa, pengusaha, artis, pekerja,
orang-orang tua, generasi muda, mahasiswa, pelajar atau rakyat pada umumnya
bermasalah karena akhlak mereka. Mereka yang dzalim, korupsi, kolusi, mafia
kasus/hukum, berzina, pornografi, narkotika, miras, berkelahi/kerusuhan, gaya
hidup berlebihan, rakus dan cinta dunia dan perbuatan buruk lainnya pada
dasarnya timbul dari akhlak yang buruk. Mereka melakukan kerusakan di muka bumi.
Untuk itu kita perlu mensosialisasikan tentang akhlakul karimah. Akhlakul
karimah adalah keadaan sadar dan perilaku/perbuatan secara sadar dan mengingat
Allah (zikrullah). Selain sosialisasi , wajib kita memasukkan tentang akhlakul
karimah kedalam sistem pendidikan agar dihasilkan sumber daya manusia yang
berakhlakul karimah.
Dalam tulisan kali ini, Insyaallah saya mencoba menguraikan tentang akhlakul
karimah.
Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
Kita, muslim sudah paham dan sering mengucapkan doa keselamatan dunia dan
akhirat berdasarkan firman Allah yang artinya,
"Dan di antara mereka ada orang yang bendo'a: "Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka" (QS Al Baqarah [2] : 201 )
Selain berdoa kita diwajibkan mengiringinya dengan ikhtiar atau upaya.
Apakah ikhtiar atau upaya kita menuju keselamatan dunia dan akhirat ?
Kuncinya adalah berupaya menjadi hamba-hamba Allah yang sholeh (`ibaadillaahish
shoolihiin), mukmin yang sholeh, mukmin yang berakhlakul karimah, mukmin yang
terbaik, mukmin yang ihsan atau muhsin, Mukmin yang seolah-olah melihatNya atau
miminal mukmin yang yakin bahwa Allah melihat kita.
Kunci keselamatan dunia dan akhirat berdasarkan doa Rasulullah Shallallahu
`alaihi wa sallam ketika mi'raj dan menghadap Allah Subhaanahu wa Ta`ala.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam membaca, "Assalaamu'alaina wa'alaa
`ibaadillaahish shoolihiin" yang artinya "Keselamatan semoga bagi kami dan
hamba-hamba Allah yang sholeh". Do'a yang selalu kita baca pula setiap sholat.
Pokok-pokok ajaran dalam agama Islam adalah
Islam (rukun Islam / fikih),
Iman (rukun Iman / Usuluddin/I'tiqad),
Ihsan (akhlak / tasawuf)
Berdasarkan pokok-pokok ajaran dalam agama Islam maka tingkatan manusia sebagai
berikut:
Muslim (muslimin) => Mukmin (mukminin) => Muhsin (muhsinin)
Tingkatan pertama (paling rendah) dalam tingkatan muhsin (muhsinin) adalah
"selalu merasa dilihat Allah". Sampai disini belum muncul akhlakul karimah.
Barulah ketika merasakan seolah-olah melihat Allah (tingkatan kedua) akan
muncul akhlak tersebut sehingga mencapai muslim yang sholeh sebagaimana yang
telah dicapai pula oleh Salafush sholeh atau "`ibaadillaahish shoolihiin" ,
hamba-hamba Allah yang sholeh
Dzikir jahar dan dzikir khofi dapat kita lakukan dalam upaya untuk selalu
mengingat Allah yang merupakan sebuah latihan untuk memunculkan akhlakul
karimah karena selalu merasa dilihat Allah.
Rumusan sederhananya,
"Seolah-olah melihatNya" = Akhlakul karimah = Keadaan sadar dan
perilaku/perbuatan secara sadar dan mengingat Allah.
Oleh karenanya dalam Al-Qur'an selalu diingatkan untuk orang-orang mukmin untuk
meningkatkan diri untuk mencapai tingkatan muhsin (muhsinin) dengan contoh
keadaan sadar an perilaku/perbuatan secara sadar dan mengingat Allah yakni,
sabar, shalat dan zakat
"Hai orang-orang yang beriman (mukmin), jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". ( QS al Baqarah
[2] : 153 )"
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS al
Baqarah [2]: 277 )
"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah)". (QS [5] : 55 )
Sabar adalah contoh keadaan sadar (akhlak) dan mengingat Allah dalam
hubungannya dengan Allah dan Manusia.
Sholat adalah contoh perbuatan yang dilakukan secara sadar dan mengingat Allah
dalam hubungannya dengan Allah
Zakat adalah contoh perbuatan yang dilakukan secara sadar dan mengingat Allah
dalam hubungannya antar manusia.
Melihat hasil dari keyakinan
Untuk menjelaskan tentang `Seolah-olah melihatNya", marilah kita ambil hikmah
dari cerita anak dan ayah yang berjalan dalam kegelapan malam.
Syaikh ibnu Athoillah mengatakan "Orang yang ikut mengatur bersama Allah adalah
seperti anak yang pergi bersama ayahnya. Keduanya berjalan di malam hari.
Karena menyayangi anaknya, sang ayah senantiasa mengawasi dan memperhatikannya
tanpa diketahui sang anak. Anak itu tidak bisa melihat ayahnya karena malam
yang teramat gelap. Ia meresahkan keadaan dirinya dan tidak tahu apa yang harus
diperbuat. Ketika cahaya bulan menyinari dan ia melihat ayahnya dekat
kepadanya, keresahannya sirna. Ia tahu ayahnya begitu dekat dengannya. Kini ia
merasa tidak perlu ikut mengurus dirinya karena segala sesuatu telah
diperhatikan oleh ayahnya. Seperti itulah orang mengatur untuk dirinya. Ia
melakukannya karena berada dalam kegelapan ? terputus dari Allah. Ia tidak
merasakan kedekatan Allah. Andaikata bulan tauhid atau mentari makrifat
menyinarinya, tentu ia melihat Tuhan begitu dekat, sehingga ia malu untuk
mengatur dirinya dan merasa cukup dengan pengaturan Allah".
Anak itu melihat ayahnya, setelah lepas dari kegelapan malam karena cahaya
bulan ===> timbul keyakinan ===> keresahannya sirna, anak itu yakin bahwa
ayahnya begitu dekat, anak itu merasa (yakin) tidak perlu mengurus dirinya
karena segala sesuatu telah diperhatikan oleh ayahnya, anak itu yakin bahwa
ayahnya mengawasi (melihat) dirinya.
Intinya, Anak itu melihat ayahnya ===> maka timbul keyakinan.
Sedangkan kita terhadap Allah kebalikan dari hal ini.
Dari keyakinan yang ada ===> maka timbul (mendapatkan karuniaNya) seolah-olah
melihatNya.
Keyakinan bahwa Allah melihat/mengawasi kita. Berdasarkan firman Allah yang
artinya,
"Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (QS al Hujurat [49]:18 )
Keyakinan bahwa Allah mengurus kita. Berdasarkan firman Allah yang artinya,
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal
lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya" (QS Ali Imran [3]:2 )
Keyakinan bahwa Allah itu dekat. Berdasarkan firman Allah yang artinya,
"Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat" (QS
Al-Waqi'ah [56] : 85 ).
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS. Qaaf [50] : 16 )
Berdasarkan keyakinan-keyakinan diatas dan keyakinan yang lainnya maka kita
dapat merasakan seolah-olah melihatNya, mengalami kebersamaan dengan Allah
(Billah) , bertemu dengan Allah di dunia.
Selanjutnya kita berupaya menjaga dan memelihara keyakinan-keyakinan (iman)
tersebut sampai akhirat kelak dimana pertemuan dengan Allah sesungguhnya dengan
wajah berseri-seri.
Firman Allah yang artinya,
"Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat." (QS Al Qiyaamah [75] : 22-23 )
Upaya menjaga dan memelihara keyakinan-keyakinan (iman) itulah yang disebut
dengan taqwa kepada Allah, sedangkan kunci taqwa adalah akhlakul karimah =
Keadaan sadar atau perilaku yang sadar dan mengingat Allah. Kata Taqwa
merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang artinya adalah memelihara atau
menjaga
Akhlakul karimah, mengingat Allah (zikrullah) inilah yang memotivasi kita untuk
menjadi muslim yang sholeh (`ibaadillaahish shoolihiin), memotivasi kita
mentaati perintahNya dan menjauhi laranganNya sehingga kita dapat menjadi
orang-orang yang mulia di sisi Allah, pada shaf-shaf terdepan dan terdekat
dengan Allah, dekat dengan Tauladan kita Rasulullah Shallallahu `alaihi wa
sallam, para Nabi dan Rasul Allah, para Salafush Sholeh, para muslim pilihan
Allah.
Terlintas di benak.
"Seolah-olah melihatNya" , kata "melihat" ini sebaiknya tidak dimaknai secara
dzahir sehingga mengharapkan akan terlintas, terbentuk, tergambar dalam benak.
Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Dzu an-Nun al Mishri (W. 245 H) salah
seorang murid terkemuka al Imam Malik menuturkan kaidah yang sangat bermanfaat
dalam ilmu Tauhid:
Maknanya: "Apapun yang terlintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah
tidak seperti itu". Perkataan ini dikutip dari Imam Ahmad ibn Hanbal oleh Abu
al Fadll at-Tamimi dalam kitabnya I'tiqad al Imam al Mubajjal Ahmad ibn Hanbal
dan diriwayatkan dari Dzu an-Nun al Mishri oleh al Hafizh al Khathib al
Baghdadi dalam Tarikh Baghdad. Dan ini adalah kaidah yang merupakan Ijma'
(konsensus) para ulama. Karena tidaklah dapat dibayangkan kecuali yang
bergambar. Dan Allah adalah pencipta segala gambar dan bentuk, maka Ia tidak
ada yang menyerupai-Nya.
Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya? berkata: "Barang siapa yang
berusaha untuk mengetahui pengatur-Nya (Allah) hingga meyakini bahwa yang ia
bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah musyabbih (orang yang
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), kafir.
Dan jika dia berhenti pada keyakinan bahwa tidak ada tuhan (yang mengaturnya)
maka dia adalah mu'aththil -atheis- (orang yang meniadakan Allah).
Dan jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang menciptakannya
dan tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak akan bisa
membayangkan-Nya maka dialah muwahhid (orang yang mentauhidkan Allah); muslim".
(Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dan lainnya)
Melihat dibalik ciptaanNya
"Seolah-olah melihatNya", mata kepala kita melihat benda/makhluk atau
ciptaanNya tapi akal dan qalbu / mata hati (bashirah) melihat siapa Pencipta
semuanya.
Mata hati (bashirah) melihat Allah di balik semuanya.
Begitulah seolah-olah melihat Allah.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya?
"Jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang menciptakannya dan
tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak akan bisa membayangkan-Nya
maka dialah muwahhid (orang yang mentauhidkan Allah); muslim"
Seolah-olah melihatNya termasuk ulil albab (orang-orang berakal), sebagaimana
firman Allah yang artinya
"yakni, orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS Ali
Imran : 191).
Muslim yang dapat merasakan seolah-olah melihatNya, dalam kehidupannya akan
dapat "bercengkerama" atau berinteraksi dengan Allah, berinteraksi melalui
firman-firmanNya. Muslim yang akan menikmati apa-apa yang telah diputuskan atau
dipilihkan Allah untuk kita
Keniikmatan ini sesuai dengan nasehat (diwan) Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah
meridlainya? bahwa
"Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawuf /
akhlakul karimah, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan / kenikmatan
takwa" Jadi untuk mendapatkan kenikmatan taqwa maka kita harus menjalankan
tasawuf. Ingat menjalankan tasawuf, bukan memahami tasawuf karena tasawuf
adalah keadaan, perilaku atau perbuatan.
Intinya kita wajib menjaga dan memelihara keadaan sadar atau perilaku yang
sadar dan mengingat Allah.
Muslim yang sholeh, muslim yang Ihsan, muslim yang seolah-olah melihatNya dalam
menjalankan kehidupan di dunia tidak akan khawatir dan bersedih hati karena
dapat merasakan bahwa Allah bersama kita (Billah), sebagaimana firman Allah
yang artinya,
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS al
Baqarah [2]: 277 )
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram" (QS Ar Ra'd [13] : 28 )
"Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang
yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan
Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah
pembalasan kepada orang-orang yang kafir" (QS at Taubah [9]: 26 ).
"Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu)
kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan
kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan
adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS al Fath [48] : 26)
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar" (QS Al Baqarah [2]: 153)
"?.Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS al Ankabut [29] : 45 )
Allah beserta orang-orang beriman (mukmin) yang sabar (akhlakul karimah) yang
bisa menjadikan sholat sebagai mengingat Allah.
Muslim ====> Mukmin ==== > Mukmin yang sabar = Muhsin = Muslim yang Sholeh
(`ibaadillaahish shoolihiin) = Hamba-hamba Allah yang menuju keselamatan dunia
maupun Akhirat
Siapa Bersugguh-sungguh, Ia Mendapatkannya
"Man Jadda Wa Jada.� (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan
mendapatkannya)
Kemiskinan bukanlah akhir dari segalanya. Bahkan,
boleh jadi, justru kemiskinanlah yang menjadi �cambuk� penyemangat
untuk menggapai cita-cita yang tinggi. Itulah yang dilakukan oleh Hadi
beberapa puluhan tahun silam. Tak pingin terpuruk terus menerus dalam
hal ekonomi, membuat Hadi nekat untuk terus melanjutkan sekolah,
seklaipun hasratnya tersebut bertentangan dengan kehendak kedua orang
tuanya. Ia menyadari, bahwa, hanya ilmulah yang mampu mengangkat
derajat keluarganya, khususnya, dirinya sendiri dari ketidakberdayaan
hidup, terutama masalah ekonomi, �Nabi kan pernah bersabda, bahwa
barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
maka ilmulah kuncinya� ujar Hadi menyitir salah satu hadits Nabi
Muhammad.
�Siapa yang akan membiayai sekolahmu? Wong makan saja kita sulit.
Sudahlah, bantu saja bapak ngaret atau nyari kayu di hutan, ndak usah
mikirin sekolah�. Demikianlah jawaban yang diterima Hadi, ketika ia
menuturkan keinginannya untuk melanjutkan studi ke jenjang lebih
tinggi lagi.
Waktu itu, Hadi baru lulus SD. Sekalipun dapat balasan yang negatif
dari orangtua, tidak membuat Hadi uring-uringan. Dia faham, bahwa
kondisilah yang menyebabkan mereka memiliki pemikiran demikian. sebab
itu, dia menjelaskan kepada kedua orang tuanya, soal biaya sekolah,
dia tidak akan membebani mereka, �Saya akan mencari uang sendiri untuk
biaya sekolah. Yang terpenting, ibu dan bapak mengizinkan saya
sekolah,� tegas Hadi waktu itu, yang kemudian dikabulkan oleh ibu dan
bapaknya.
Dari segi finansial, memang, waktu itu, keluarga Hadi tergolong
keluarga papa. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan saja, mereka
masih kelepotan. Hampir setiap hari, yang menjadi menu utama mereka
adalah nasih putih dan sepotong tempe atau ikan asin, �kalau lauknya
ikan asin, semuanya harus habis, hatta kepala dan tulang-tulangnya.
Kalau tidak, ibu akan marah. Dibilang mubadzir� kenang Hadi.
Karena itu, nyaris masa kanak-kanaknya digunakan untuk membantu orang
tua menyari kayu atau merumput di hutan. Setiap sepulang sekolah, dia
langsung tancap gas untuk menunaikan tugas-tugas tersebut, tak peduli
panasnya terik sinar matahari atau derasnya guyuran hujan. Jadi, bisa
dibilang, sejak dini, Hadi telah terlatih untuk hidup mandiri. Sebab
itu, senyum sumringah nampak di wajahnya, ketika orang tuanya
mengabulkan permohonannya untuk melanjutkan studi, sekalipun harus
berjuang sendiri.
Merantau
Tidak lama setelah itu, Hadi kecilpun mulai menyusun rencana. Dia
putuskan untuk melanjutkan sekolah di salah satu sekolah Islam yang
berlokasi di kota Surabaya. Padahal, daerah kelahirannya itu Lamongan.
Jarak antar keduanya (Lamongan-Surabaya) � 90 km.
Tidak berapa lama setibanya di kota pahlawan tersebut, Hadi langsung
bergerak untuk mencari biaya hidup. Berbagai macam pekerjaan pernah
dilakoni, salah satunya adalah sebagai sales roti. Jangan dibayangkan,
dalam mengedarkan barang-barangnya, Hadi menggunakan sepedah motor,
sehingga mempermudah jarak tempuh. Tidak sama sekali. Dia menggunakan
sepedah pancal. Hampir setiap hari, Hadi harus menempuh berkilo-kilo
meter perjalanan dengan mengayuh sepedah untuk menjajakan jualannya.
Selain tekun bekerja, ada kelebihan lain yang dimiliki Hadi. Dia mampu
membaca peluang bisnis. Dan keistimewaan inilah yang kemudian hari,
menyebabkannya menjadi orang sukses. Pernah suatu hari, kenangnya, dia
menghadap kepala sekolah, untuk mengajukan diri menjadi fasilitator
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekolah/guru. �misal- pembuatan
seragam guru. Bagai kejatuhan buah duren, sang-kepala sekolah pun
mengabulkan. Dan dari sini, penghasilan Hadi mulai bertambah. Bahkan,
meskipun tidak banyak, dia mampu mengirimi keluarganya uang, untuk
belanja atau sebagai tambahan biaya sekolah adik-adiknya.
Siswa Berprestasi
Hadi bukanlah tipe anak yang hanya piawai dalam mencari ma�isyah
(kehidupan). Dalam hal intelektualitas, dia juga tidak ketinggalan.
Terbukti, hampir setiap semesteran, nilainya selalu yang terbaik,
sehingga berhak mendapatkan beasiswa dari pihak sekolah. Terang saja,
kondisi demikian sedikit-banyak telah meringankan biaya hidupnya.
Selesai mengetaskan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Hadi langsung
melanjutkan sutidanya (SMA) di almamater yang sama. Prestasi-prestasi
akademis, terus dia peroleh, sehingga nyaris dia tidak pernah membayar
uang sekolah.
Terakhir beasiswa dia dapatkan ketika dirinya dinyatakan lulus di
salah satu Universitas Negeri ternama di kota yang sama, Surabaya. Hal
ni diberikan pihak sekolah untuk jangka waktu satu semester kepadanya,
sebagai bentuk apresiasi, karena Hadi merupakan alumnus pertama
sekolah tersebut yang mampu lulus di universitas negeri,�sebelumnya
tidak pernah ada yang lulus�, paparnya.
Ada kenangan yang tak terlupakan oleh Hadi, ketika dia dinyatakan
lulus SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasis Baru) di universitas tersebut.
Perasaan senang dan bingung, bahagia dan sedih bercampur aduk
mengiringi kesuksesannya. Betapa tidak, sebagai calon mahasiswa, tentu
dia bangga dengan kekeberhasilannya. Akan tetapi, di lain pihak, dia
juga dibingungkan dengan biaya kuliah yang pastinya tidak sedikit.
Di tengah kekalutannya tersebut, Hadi memutuskan untuk berkonsultasi
dengan pihak keluarga, terutama kepada sang-ayah dan ibu. Mendengar
tuturan dari buah hatinya, air mata sang-ibu tak terbendung, membasahi
kedua pipinya. Dengan suara agak tertahan oleh isakan tangis bahagia,
perempuan tersebut menyerahkan sesuatu pada Hadi, �Ini maskawin ibu.
Ambillah untuk biaya kuliahmu,� tuturnya yang membuat Hadi agak
merinding mendengarnya, yang kemudian juga mencucurkan air mata. Pada
awalnya, pemberian tersebut ditolak oleh Hadi, namun, karena melihat
begitu kerasnya keinginan bundanya tersebut, Hadipun mengambilnya
sebagai bekal untuk kuliah.
Emas tersebut kemudia dijual oleh Hadi. Sebagian untuk biaya kuliah
dan biaya hidupnya, sebagian lagi, untuk membuka bisnis warung
kecil-kecilan. Setelah menyelesaikan studinya, yang memang fokus
mengambil jurusan ekonomi, Hadi langsung terjun kelapangan untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh.
Bisnis di area pelabuhan adalah incarannya. Hal itu dipilih, karena
dia yakin bahwa pelabuhan merupakan pusat dari kegiatan ekonomi, �Di
sinilah (pelabuhan), seluruh barang-barang ekspor/impor mangkal untuk
pertama kali, sebelum diedarkan ke seluruh daerah/negara. Peluang ini
yang saya tangkap�. terangnya menuturkan alasannya. Berkat keuletan
Hadi, tak ayal, dari tahun ke tahun bisnisnya terus berkembang.
Bahkan, kini Hadi telah menjadi salah satu milioder. Dia telah
memiliki ratusan kayawan/karyawati. Bisnisnyapun telah melebar ke
penyewaan villa, butik, apotik, dan lain-lain. Bahkan, relasi
bisnisnya pun tidak lagi seputar Indonesia, namun, telah melebar ke
beberapa negara, salah satunya adalah China.
Memang benar apa yang dikatakan pepatah Arab, "Man Jadda Wa Jada.�
(Barangsiapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya).
Empat Kunci Sukses Individu dalam Bertugas
Dalam ranah Pengembangan Sumber Daya Insani, dikenal istilah TASK.
Bahwa seorang staf (pekerja) di perusahaan dinilai dari empat (empat)
kualitas diri yang dimilikinya. Yaitu, talent (bakat), attitude
(sikap), skills (keterampilan), dan knowledge (pengetahuan). Keempat
kualitas itu secara signifikan akan menentukan keberhasilannya selaku
individu dalam menjalankan tugas-tugas perusahaan.
Dan, secara lebih luas, akan mampu menarik kereta organisasi menuju
pencapaian target dan tujuan yang diharapkan. Keempat kualitas di atas
bisa diringkas menjadi dua (dua) kategori besar: yaitu Keterampilan
(termaktub di dalamnya kualitas skills dan knowledge) dan Karakter
(mencakup talent dan attitude).
Bagi perusahaan, keahlian atau keterampilan yang dimiliki setiap
karyawannya akan menentukan kontribusi yang dapat diberikan. Itulah
sebabnya, menjadi wajar bila kebutuhan perusahaan akan karyawan
dimulai dari penilaian terhadap keahlian yang dimilikinya.
Khalifah Ali bin Abi Thalib RA pernah memerintahkan Asytar al-Nukhai,
gubernur Mesir untuk mendapatkan pekerja-pekerja yang andal. Dalam
perintahnya, ia mengatakan, "Jika engkau ingin mengangkat karyawan,
maka pilihlah secara selektif. Janganlah engkau mengangkatnya karena
ada unsur kecintaan dan kemuliaan (baca: nepotisme), karena hal ini
akan menciptakan golongan durhaka dan khianat. Pilihlah karyawan
karena pengalaman dan kompetensi yang dimiliki ...."
Begitupun, karakter memegang peran penting. Karena menjadi fondasi
nilai bagi keterampilan yang dimiliki setiap individu karyawan.
Karakter inilah yang menjadi benteng kokoh dari serangan-serangan
berbagai nilai yang merusak.
Itulah sebabnya, Ali bin Abi Thalib ra melanjutkan perintahnya kepada
Gubernur Mesir Asytar al-Nukhai untuk memperhatikan karakter sebagai
faktor penentu dalam merekrut pegawai. Berikut nukilan perintah
beliau, ".... Pilihlah karyawan karena memiliki tingkat ketakwaannya
dan keturunan orang shaleh, serta orang yang memiliki akhlak mulia,
argumen yang shahih, tidak mengejar kemuliaan (pangkat) dan memiliki
pandangan yang luas atas suatu persoalan."
Kompetensi atau keterampilan menjadi ranah pengembangan SDI.
Sebaliknya karakter sepatutnya berada pada ranah penarikan SDI.
Mengapa demikian? Karena kompetensi atau keterampilan lebih mudah
untuk diasah dan dikembangkan di masa depan dibanding karakter.
Tanpa memperhatikan keduanya, atau lebih mengedepankan keterampilan
yang dimiliki saat ini tanpa memedulikan karakternya, akan
mengakibatkan preseden buruk bagi perusahaan. Alih-alih mecapai tujuan
bisnis, justru semua kerja yang dilakukan akan semakin mengerdilkan
eksistensi perusahaan.
"Ketika engkau menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kehancuran.
Dikatakan, 'Wahai Rasulullah, apa yang membuatnya sia-sia?' Rasul
bersabda, 'Ketika suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan
ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR Bukhari).
Membersihkan Diri
Dosa apapun yang kita lakukan pasti meninggalkan kotoran dan kegelapan dalam
hati kita dan selanjutnya akan melemahkan motivasi dan semangat berbuat
kebaikan. Sebaliknya keinginan berbuat keburukan dan kejahatan yang akan
menguat di dalam diri kita, Jika kesadaran iman, ibadah dan dzikir kepada Allah
sudah tumbuh dan tertanam di dalam diri kita maka semangat dan motivasi berbuat
baik akan berlipat ganda. Dorongan untuk berbuat keburukan dan kejahatan
semakin menyusut. Kesadaran itu mengikis kotoran akibat berbuat dosa, kemudian
kita akan melakukan amal dan perbuatan baik.
Dalam kitab 'Nahj al Balaghah' Sayidina Ali Bin Abi Thalib menyerukan kepada
kita agar kita mendirikan sholat, menunaikan zakat dan puasa di bulan suci
Ramadhan. Setelah menunaikan ketiga ibadah itu beliau berpesan.
'Dengan sholat, zakat dan puasa di bulan suci Ramadhan , dosa-dosa berguguran
seperti daun-daun yang berguguran, melepaskan seperti anak panah yang
dilepaskan. Rasulullah mengumpamakan sholat dengan mata air yang memancar di
rumah seseorang. Lima kali sehari ia mencuci diri dengan mata air itu sehingga
tak sedikit pun kotoran pada dirinya. Zakat mensucikan harta, puasa di bulan
suci Ramadhan mensucikan jiwa dari segala kotoran hawa nafsu.'
'Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya (QS. Asy- Syams (91) : 9-10).